Sunday, December 31, 2017

Surat Kecil Untuk 2017

2017, tahun terburuk dalam hidup saya. Sangat buruk dan membuat saya terpuruk sesungguhnya hingga tersirat di dalam pikiran, "untuk apa lagi saya hidup? untuk siapa saya hidup? apakah saya tetap bisa bertahan hidup?". Raga yang bernyawa namun jiwa terasa mati. Tak ada lagi keinginan. Tak ada lagi semangat. Senyuman. Tawa. Jika itu terjadi, hanyalah sebuah kemunafikan diri saya. Malas merajai pikiran. Emosi tak stabil. Bahkan kucuran air mata tak pernah absen membasahi pipi setiap hari. Hingga satu waktu saya menemukan setitik cahaya masuk kedalam hidup. Membuat hati saya tergerak, perlahan mencoba bangkit, mulai tersungging sebuah senyuman lagi dari bibir saya dan menemukan kembali semangat itu. Pikiran berbisik bahwa saya harus tetap menjalani hidup normal dengan semestinya. Saya mulai "sadar". Membuka mata dan cahaya itu semakin terlihat terang bahkan titik itupun berderet diikuti titik lainnya. Hidup saya masih berharga. Masa depan saya menanti. Kaki harus tetap melangkah bahkan berlari untuk mencapai apa yang menjadi tujuan saya. Meski tak mudah, selama saya berpikiran positif, itu akan menjadi baik-baik saja. Bismillah.

2017, the worst year of my life. I hate this year but I also found one point which could make me rise. And start walking again until I can run. Keep running and running. Reaching for what I want. My life must go on.. yeah! Good bye to 2017 and Welcome to 2018. GANBARIMASU!!!


//Video hanya ilustrasi saja. Namun mencerminkan apa yang saya rasakan sekarang.//

Tuesday, December 26, 2017

CERBUNG: "Setan Kecil" Itu Pilihanku (2)

PART 1: Bullyan Terus-Menerus

PART 2: Terungkapnya Sebuah Fakta



*flashback*

“Aduhhh sakiittt…”

“Hahaa kasiaann deh lo.” Seorang anak laki-laki berlari sambil menertawai si kecil yang jatuh.

“Yaahh berdarah,, aduhh sakit banget kaki aku. Kamu kenapa sih ngerjain aku, aku kan gak kenal sama kamu.”

Anak itu menghampirinya..

“Kaki kamu berdarah..??”

“Kamu liat aja sendiri!!”

Anak itu pun mengobati luka si kecil yang jatuh akibat ulah nakalnya.

“Kamu ngapain ngobatin aku, kamu kan yang udah bikin aku jatuh?”

“Aku kan cuman bercanda, gak tau kalo kaki kamu bakalan berdarah. Ya udah aku bantu berdiri ya..”

Kemudian mereka duduk di taman.

“Nama kamu siapa?” tanya anak laki-laki itu.

“Aku Dina, nama kamu siapa?” 

“Nama aku Bisma.” Jawabnya.

Mereka pun saling berjabat tangan.

“tunggu sebentar ya.” Ucap si anak laki-laki.

“Nih buat kamu..”

“Wah eskrim, aku suka banget sama eskrim. Makasih ya..” Ucap si kecil.

“Iya sama-sama. Aku minta maaf ya udah ngerjain kamu..” jawab si anak laki-laki.

“Iya gak apa-apa kok, lain kali jangan jahat lagi kayak gini ya, nanti kamu gapunya temen loh.”

“Aku udah biasa kayak gini, tapi banyak kok temen aku.”

“Ihh dibilangin ya! Kamu tuh kaya setan tau, jahat! Padahal masih keci, jadi aku panggil kamu setan kecil, wleeee..”
“Terserah kamu aja deh. Oh ya, aku punya gelang dua loh, nih buat kamu. Aku pakein ya” Ucap anak laki-laki itu sambil mengeluarkan dua buah gelang dari sakunya.

“Gelangnya lucu. Kamu pasti nyuri ya.? Kamu kan jahat.??”

“Enak aja, ini aku bikin sendiri tau diajarin sama mama. Dan aku pengen aja ngasih gelang ini ke kamu. Aku suka sama kamu.. hihihihiii” Ucap anak laki-laki itu dengan polosnya.

“Hah? Suka? Ih kita kan baru ketemu, masa kamu bisa suka sama aku?”

“Biarin aja terserah aku dong… nanti kalau udah gede, aku bakalan jadi pangeran kamu.” Ucap anak laki-laki itu.

“Hmmm janji?” tanya si kecil sambil mengacungkan kelingkingnya.

“Janji!” jawab anak laki-laki itu

*
Jadi, ‘setan kecil’ itu Bisma? yang selalu berbuat semena-mena terhadapku? Iya! Tapi senyuman selalu terpancar setiap kali ku membayangkan peristiwa itu. Memang konyol pikiranku ini. Saat itu kami masih kecil dan mungkin menurut orang-orang itu hanya sebuah candaan saja. Namun aku tetap yakin kalau dia tak akan mengingkari janjinya. Gelang pemberiannya pun masih kusimpan dan masih muat pula jika kukenakan karena gelang tersebut ternyata dapat diubah-ubah ukurannya sesuai besar pergelangan tangan.

*
*
Bisma meregangkan badannya diatas tempat tidur. Memegang sebuah gelang yang sudah lama ia simpan. Bibirnya tersungging melihat gelang tersebut.

“Gue tau itu lo kok. Saksinya adalah gelang ini. Gue tinggal cari waktu yang tepat aja buat ngasih tau lo. Lo pasti kaget karena gak nyangka kalo pangeran lo itu adalah gue… Tapi sebenernya gue pengen lo yang nyadar duluan tanpa gue kasih tau, Din...” Ucap Bisma sambil tersenyum dan memasangkan gelang itu ke tangannya.
Ternyata.. mungkinkah Bisma….?

*
*
“Ciyee gelang baru.. tapi kok kusam gitu? Nemu di jalan ya haha..” Ucap Rafael.

“Ihh apaan sih enak aja nemu di jalan! Gelang ini tuh bersejarah buat aku Raf..” Jawab Dina.

“Bersejarah? Hmmm jangan bilang kalo itu pemberian dari setan kecil lo?” Tanya Rafael.

“Hmmm kalo emang dari orang itu gimana dong?” Jawab Dina.

“Ohh jadi lo mau ketemu sama dia sekarang?” Ucap Rafael serius.

“Gak tau sih, tapi aku pengen dia ngeliat gelang ini dan sadar sama kehadiran aku.”

“Kalo dia gak sadar gimana? Kan banyak kali gelang kayak gitu, lagian udah kusam gelangnya juga..”

“Engga raf, aku yakin dia pasti sadar. Gelang ini tuh cuman aku sama dia yang punya, karena ini buatan dia sendiri.”

“Ohhh ya udah deh, terserah lo aja. Gue dukung kok apa yang lo lakuin.” Ucap Rafael dengan nada agak cemburu.

Mereka pun pergi menuju kelas bersama-sama.

*
“Mana sih si Dina kok belum datang? Masa dia bolos sih. Tugas gue gimana dong!” Bisma kebingungan

“Lo sih tugas gampang gitu malah nyuruh oranglain buat ngerjainnya. Apa gunanya lo kuliah Bis kalo kayak gini terus kelakuannya.” Jawab Reza.

“Iya nih. Ehh tapi kok lo segitunya sama Dina. Kenapa coba gak nyuruh ke kita-kita aja buat ngerjain tugas lo. Atau ke si Rafa tuh yang pinternya gak ketulungan. Lo lebih kenal kita-kita kan daripada Dina?” Tanya Dicky.

“Lo semua salah. Gue lebih tau Dina jauh sebelum gue kenal kalian..” Jawab Bisma.

“Hah? Yang bener lo?” Tanya Ilham.
 
“Kalian liat ajalah nanti..” Jawab Bisma sambil tersenyum.

“Eh si Bisma stress kali ya gara-gara tugasnya belum ada?” Bisik Dicky pada Reza. Namun terdengar juga oleh Bisma.

“Apaan lo bilang gue stress?! Wah lo mau gue sikat ya!!” Ucap Bisma.

“Enggak Bis enggak, gue cuman bercanda kok. Kabuuuurrrr..” Jawab Dicky sambil berlari keluar kelas dan dikejar oleh Bisma. Namun saat di dekat pintu, Dicky menabrak Dina yang saat itu hendak masuk kedalam kelas. Dicky terjatuh, begitupun dengan Dina. Dan secara refleks Bisma yang ada didekatnya mengulurkan tangan menolong Dina bangkit. Saat Dina menggapai tangan Bisma, ternyata mereka sama-sama memakai gelang tersebut di tangan kanannya. Dan Rafael yang melihat itu spontan berkata..

“Ya Tuhan! gelangnya…” Ucap Rafael terkejut.

Dina dan Bisma pun berpandangan dengan posisi tangan mereka yang saling menggenggam. Tak lama mereka sadar dan Bisma pun menagih tugasnya yang dikerjakan oleh Dina. Setelah itu ia pun kembali lagi ke kursinya tanpa mengucapkan terimakasih pada Dina.

“Tuh orang gak tau terimakasih banget sih, walaupun dia itu sahabat gue tapi tetep aja gue gak suka sama sikapnya. Kapan sih dia bakal berubah!” Geram Rafael.

“Udah lah.. dia kan emang gitu dari dulu, jadi gak usah heran. Biarin aja lah.” Jawab Dina.

Mereka berdua pun kemudian duduk di kursi masing-masing. Dan Rafael seketika lupa akan gelang yang dilihatnya itu karena saking kesalnya pada Bisma.

*
“Oh my good.. apa yang harus gue lakuin! Sekarang udah jelas-jelas buktinya di depan mata! Apa dia nyadar gak ya? Sumpah! Gue jadi takut kalo dia udah tau tapi gak bisa nerima gue karena perlakuan gue yang selalu kasar sama dia. Tapi semua gue lakuin supaya dia bisa inget sama gue. Di pertemuan pertama kita kan gue udah jahatin dia. Dan sekarang pas kita ketemu lagi, gue lakuin hal yang sama kayak dulu. Tapi kenapa coba dia gak keliatan inget sama gue. Apa gue yang salah karena gak bilang ke dia? Tapi gue pengen dia yang inget sama gue. Sama janji kita dulu! Arrrggghhhttt gue pusiiiiinnnggg!!!” Kesal Bisma sambil mengacak-acak rambutnya.

CERBUNG: "Setan Kecil" Itu Pilihanku (1)

Sebuah cerita bersambung yang bisa disebut sebagai fan fiction juga. Karena nama-nama tokohnya saya ambil dari member sebuah boyband di Indonesia bernama SMASH. Sebenernya cerbung ini udah saya bikin tahun 2013-an dan terakhir diperbarui tahun 2015. Tapi memang belum selesai sampai sekarang karena terlupakan *plak*. Saya iseng-iseng cek file cerpen di laptop dan nemu ini deh wkwk. Daripada bulukan disimpen terus, atau gak nanti ujug-ujug hilang filenya, mending saya upload ke blog :D


PART 1: Bullyan Terus-Menerus
 
“Satu.. dua..“ Bisik Dicky.
 
“Tiga!!! Tariiiikkkkkkk…….” Teriak Bisma.

Lalu, gubraakk!!

“Aaaaahh….. aduuhhh sakit!“ Rintihku.

Aku pun terjatuh dan memegang lututku sambil meringis kesakitan.

Ya! Untuk ke empat kalinya aku mengalami ini. Kejadian serupa dan selalu terulang lagi. Sakit. Mengapa mereka melakukan ini hanya padaku.? Seorang wanita lemah yang seharusnya dilindungi oleh para adam. Namun dalam realita hanya bullyan yang aku dapat.

“Hahahaa… sakit ya eh miskin!” Ucap Bisma.

Nyaliku terlalu kecil untuk melawan. Aku hanya bisa menangis menerima cacian darinya.

“Huhh! Udah jelek, miskin, cengeng lagi! Lo tuh gak pantes kuliah disini! Bisanya cuman ngandelin beasiswa aja! Segalanya butuh duit woy!” Bentak Bisma.

Tak lama ada sosok yang menarik pundakku dan membantuku bangkit dengan hati-hati.
“Lo gak apa-apa kan.?” Tanya dia.

“Iya, aku gapapa kok, Raf. Makasih ya udah bantu aku.” Jawabku.

Ternyata Rafael. Dia juga salah satu teman terdekat Bisma. Namun sifatnya sungguh berbanding terbalik dengan si Bisma yang kejam.

“Eh eh ada pahlawan kesiangan nih hahaa” Canda Dicky.

“Bis, Ky! Kalian keterlaluan ya. Bisa gak sih berhenti nyakitin perempuan.?” Bentak Rafael.

“Huh! pergi yuk Ky! Si Rafa gak asik nih, dia malah belain si miskin ini..” Ucap Bisma.

Mereka berdua meninggalkan kami. Tapi ulahnya belum berhenti. Dengan kaki jailnya Bisma menendang kaleng bekas minuman dan dengan tepat mendarat di kepalaku. Rasanya sakit sekali dan mataku mulai berkunang-kunang. Suara tawa Bisma terngiang-ngiang di pendengaranku kemudian hilang dan kurasa semuanya gelap!

*
“Puji Tuhan.. akhirnya lo bangun juga” Rafael.

“Aku dimana Raf..?”

“Lo di Ruang Kesehatan kampus. Kepala lo masih pusing.?”

“Udah mendingan. Makasih yah udah bawa aku kesini. Kamu emang beda sama temen2 yang lain.”

“Iya sama-sama. Gue takut lo kenapa2, gue sa…..”

“Sa.??? Maksudnya.?”

“Engga.. engga. Maksudnya ya gue sa.. sa Gue… sama kaya yang lainnya gitu, sama2 cowo hehe” Ucap Rafael.

“Ohh.. kirain apa. Yaiya sih emang sama2 cowo, cuman ya sifat nya aja yg ngebedain kamu sama yg lainnya”

“Untung aja gue ga keceplosan bilang sayang sama dia, ntar gue ditolak lagi buat yg kedua kalinya” Ucap Rafael dalam hati.

*
*
“Haahh D! Oh my god!!!” Teriak Bisma dengan mimik muka yang memprihatinkan.

“Ehh liat dong mamen, grade gue B! Hahaa gue emang pinter.” Dicky.

“Gue juga sama Ky! Toss.” Reza.

“Yaahh gue sih C. Tapi tetep gak di her hohohoo.” Ilham.

“Wahh gaya lo Raf, dapet A! Traktir dooonngg.” Reza sambil menunjukkan kertas ujian Rafael.

“Udah biasa kali gue dapet segini.” Ucap Rafael dengan gaya cool nya.

“Berisik lo pada! Kalian pada seneng-seneng ya diatas penderitaan gue!” Bisma.

“Ya itu sih salah lo, Bis. Kenapa coba lo ga belajar. Lo pikir ni tes gampang apa hahahaa.” Ejek Ilham.

“Ehh kita ke kantin yuk,, kan mau ditraktir sama si Rafa. Sambil merayakan keberhasilan kita terhindar dari remidi.” Dicky.

Mereka pun menuju kantin dengan meninggalkan Bisma yang masih berdiri mematung di depan pintu kelas.

“Alhamdulilah, ga sia-sia aku belajar giat” Ucapku.

“Ekhm..” 

Kulihat Bisma mendekatiku. Rasa takut menghantui. Tanganku bergetar dan keringat dingin mengucur. Aku hanya bisa tertunduk.

“A! Kenapa coba harus lo yang dapet A!!!” Ucap Bisma dengan kesal dan merebut kertas ujian dari tanganku.

“Aku belajar Bis.. emangnya nilai kamu berapa.?” Tanyaku gugup.

“Lo mau tau nilai gue.?? Nih!!” Bisma melempar kertas ujiannya ke wajahku.

“Astagfirullah!”

“Kenapa.? Lo kaget.? Udah deh jangan pura-pura. Lo pasti seneng kan gue dapet nilai buruk!”

“Engga Bis.. aku ga mungkin kaya gitu”

“Halaahhh munafik! Sekarang rasain nih!”

Bisma kemudian merebut kertas ujian yang masih ada di tangannya dan tak terduga….. Sret! Sret! Kertas ujianku berhamburan lalu diinjak oleh si kejam Bisma kemudian pergi dengan memberikan senyum sinis padaku. Menangis! Selalu ku ulang-ulang sifat pengecut itu setiap berurusan dengan Bisma. Langkah perlahan mengiringiku pergi dari sini. Dengan pandangan kosong kuberjalan hingga ku lupa akan ujian berhargaku yang berserakan.

*
“Hayoo!”

Rafael datang meleburkan lamunanku.

“Rafa! Bikin aku kaget tau gak??”

“Ya abisnya gue perhatiin lo ngelamun dari tadi. Mana ni danau sepi, dan lo duduk dibawah pohon segede ini, ntar lo kesambet lagi.”

“Enggak lah Raf, aku gak percaya sama yang begituan.”

“Ehh lo ga percaya,, ntar kalo kesambet lo bakal kaya gini loh………….” Rafael memperagakan seperti orang yang kesurupan. Tingkahnya sangat konyol. Aku pun tak tahan untuk menertawai ‘kegilaannya’ itu.

“Ihh yang tadi nangis sekarang ketawa lagi.. “ Ejek Rafael.

“Apaan sih Raf!”

“Ahh ketawa ya ketawa aja, jangan cemberut lagi gitu. Nangningningnangeungg” Usil Rafael.

“Kamu tuh ya, bisa aja bikin aku ketawa lepas kayak gini. Kayanya kamu cocok deh buat jadi pelawak. Ckckck”

“Nah gitu dong. Gue tuh benci liat lo nangis terus, terutama gara-gara si Bisma itu. Lo harusnya lawan dong dia, jangan lemah gini. Apa harus gue yang kasih dia pelajaran?”

“Enggak lah Raf, gak usah. Biarin aja ntar juga dia bosen sendiri.” Ucapku.

“Yaudah deh terserah lo, tapi gue takut lo kenapa-kenapa lagi, gue benci liat lo menderita, gue sayang sama lo!” Rafael.

Dengan tiba-tiba Rafael mengutarakan perasaannya lagi padaku. Ia hanya tertunduk setelah sadar dengan apa yang ia ucapkan.

“Din, gu.. gu.. guee….. gue minta maaf, lo lupain aja omongan gue tadi.”

“Rafael, makasih kamu udah kasih perhatian lebih ke aku. Maaf aku gak bisa balas perasaan yang sama ke kamu. Dulu ataupun sekarang, kamu akan tetap jadi sahabat terbaik aku, dan gak akan berubah. Kamu pasti udah tau alasannya.” Ucapku.

“Ya.. Tuhan memang satu tapi kita yang gak sama. Gue percaya Tuhan gue, dan lo juga punya Tuhan sendiri. Kita emang bisa bersatu hanya sebagai sahabat, bukan sebagai pasangan. Ya kan.??” Tanya Rafael.

Aku hanya tersenyum. Begitupun Rafael. Namun ada satu alasan lagi yang membuat ia tak memiliki tempat dihatiku.

“Aku juga masih nunggu pangeran masa kecilku, Raf. Dan aku yakin kalo dia bakalan jadi pangeran aku sekarang dan selamanya.”

“Lo kesambet setan pohon ini ya! Pergi aja yuk daripada lo tambah gila.” Ucap Rafael kebingungan.

“Engga Raf aku beneran. Kamu masih inget kan cerita aku tentang temen masa kecil aku.?”

“Hmmm.. yang lo bilang ‘setan kecil’ itu.?? Yang kadang baik dan kadang jahat sama lo waktu kecil.”

Aku mengangguk.

“Emang lo udah ketemu lagi sama dia.?” Tanya Rafael.

“Hampir tiap hari aku ketemu sama dia, sebenernya dia deket kok sama aku, cuman ya emang dianya belum sadar.” Jawabku.

“Hah siapa.?? Gue kenal gak?? Sekampus sama kita gitu??”

“Nanti juga kamu tau.” Jawabku sambil pergi meninggalkan Rafael.

“Ya ya ya okey deh! Terserah lo, asal lo seneng Din.” Teriak Rafael.