Title: Terbanglah, Para Pemimpi!
Author: Harucin
Cast: GENERATIONS from EXILE TRIBE
Genre: Friendship, Dream, Slice of Life
Length: OneShot Story
Langit biru telah berganti menjadi hitam, namun cahaya dari milyaran bintang serta bulan yang membentuk lingkaran sempurna di atas sana mampu memberi kecerahan pada semesta. Seakan mengabdikan diri untuk menjadi saksi dari kisah sekumpulan 7 anak laki-laki yang tengah terduduk bebas berjajar di bagian atap sekolah. Sekolah yang akan segera ditinggalkan oleh mereka setelah tiga tahun menempuh pendidikan di sana. Pengumuman kelulusan tadi siang mengantarkan ketujuh remaja ini untuk mulai memikirkan tentang kehidupan selanjutnya. Di mana di depan sana, gerbang baru yang sesungguhnya siap menanti.
Belum pulang ke rumah sejak datang ke sekolah pagi hari tadi, tubuh para remaja ini masih dibaluti dengan seragam resmi yang dilengkapi pula oleh tas yang melekat di punggung masing-masing. Setelah merayakan kelulusan dengan memanjakan perut oleh makanan yang enak di sebuah kedai daging, ketujuh remaja yang awalnya dipertemukan melalui kegiatan klub seni musik dan tari ini memutuskan untuk kembali ke sekolah dan berkumpul di atapnya. Ajakan tersebut diutarakan duluan oleh seorang di antaranya yang menjadi satu-satunya anak berkacamata dengan tertulis nama Shirahama Alan pada name tag yang terpasang di bagian kiri depan seragamnya. Meski tak berada di kelas yang sama, namun karena kebersamaan mereka dalam melewati waktu di kegiatan klub dari sejak tingkat pertama sampai akhir ini membuat perasaan mereka menjadi dekat satu sama lain. Tak selalu harus full team setiap waktu, tapi yang jelas, mereka telah memiliki ikatan kuat yang disebut dengan persahabatan. Karena hari-hari selama para remaja ini di sekolah telah berada pada ujungnya, kemungkinan mereka dapat pergi ke atap lagi pun sudah hampir tidak ada, maka jadikanlah ini saat terakhir mereka ada di sana sembari bercerita mengenai impian serta rencana masa depan masing-masing.
"Sekarang kita bukan pelajar lagi, guys.." ucapan dari Alan mengawali percakapan dari tujuh anak laki-laki ini. Mengungkapkan status mereka yang sudah lepas kaitannya dengan sekolah.
"Inilah saatnya memulai, bukan?!" suara yang agak keras menyahutnya. Datang dari arah paling ujung yang berjarak cukup jauh dengan Alan karena terhalang oleh empat orang lainnya. Laki-laki keturunan Afrika bertubuh bongsor ini nampak bersemangat pada kata-kata yang baru saja dilontarkannya.
Sementara yang lain masih diam, Alan kembali menimpali, "Apa kau sudah siap, Mandy-kun?" ia mengarahkan tanya ini pada orang yang baru saja berbicara.
Belum juga tanya itu terjawab, satu remaja berkulit paling putih dengan wajah yang terlihat masih bocah serta tubuh yang kecil di sebelah Mandy seakan menyerobot untuk mengambil alih jawaban, "Pasti setelah lulus dia bakal segera menikah."
"Tidak, Reo! Aku belum memikirkannya!" Mandy cepat menyanggah atas ucapan asal yang barusan diterimanya. Cekikikan kecil terdengar dari yang lainnya gara-gara hal ini.
"Lalu apa yang sudah kau pikirkan sekarang?!" volume tinggi suara kembali menyeruak untuk yang kedua kali. Dari orang yang berada di samping kanan Alan, seakan menghantarkan suara miliknya dari ujung ke ujung. Sebenarnya, tanpa berteriak pun volume suara dari orang ini sudah terbilang nyaring, namun dia sering lupa pada kenyataan tersebut karena sudah terbiasa sejak kecil.
Sontak saja Alan dibuat terkejut akibat kebisingan itu, "Ish! Berisik Hayato!" ia menepuk cukup keras pundak orang itu dan hanya dibalas dengan simbol peace dari jarinya serta tebaran senyum lebar yang manis.
"Ah, Minna.. bagaimana kalau kita saling menceritakan impian masing-masing?" yang berada di sebelah kiri Alan mulai bergabung pada obrolan juga. Dia yang tampak bermuka garang bin seram coba memberi usul.
Imbuhnya, "Pasti kita memilikinya, kan?"
"Kita memilikinya, Ryuto-kun! Kau dan aku." respon ini terlontar dari arah kiri orang yang dipanggil dengan nama Ryuto ini. Tepatnya hanya terhalang oleh satu orang saja. Remaja baby face bersuara merdu itu menjadi orang pertama yang menanggapi usul dari Ryuto.
"Sudah kukira, impian utama kalian pasti sama. Aku bisa melihatnya dari sejak kalian bergabung di klub seni musik." Alan menerka.
Empat orang lainnya pun berpikiran yang sama pada dua orang ini. Bagaimana minat mereka pada satu hal itu telah tampak dengan jelas dari dulu.
"Aku dan Ryota akan bersama-sama menjadi penyanyi. Berkolaborasi mengalunkan nada-nada yang indah dengan harmonisasi terbaik!" si wajah garang itu semakin jelas mengungkapkan tekadnya yang telah dibangun lama bersama sang rekan yang tak lain adalah si remaja baby face itu.
"Kita akan masuk tv dan terkenal. Mungkin juga akan jadi idola!" Ryota pun tak mau diam saja, ia melanjutkan gambaran dari masa depan mereka yang terlukis dalam bayangannya.
"Tapi menurutku, kau juga cocok kalau jadi seorang model, Ryota-kun." dengan melihat pada visual dari orang ini, Hayato memiliki pandangan lain juga padanya dan tak segan ia ungkapkan.
"Hmmm.. mungkin jika nanti aku sudah terkenal jadi penyanyi, banyak agensi model yang akan memburuku." balas Ryota.
"Itu benar! Aku bisa membayangkannya." timpal Hayato.
"Eh? Lalu aku bagaimana? Kita kan sepaket, Ryota! Kau jangan ambil job sendirian!" merasa diabaikan, Ryuto khawatir jika hal tersebut benar-benar terjadi nanti. Ia menyadari bahwa visualnya tak sebanding dengan si partner, namun dirinya tak mau berpisah. Sambil wajahnya yang panik dan kebingungan, justru malah tawa lah yang ditunjukkan oleh semuanya. Ekspresi itu sukses menggelitik para remaja ini.
"Jika aku nanti jadi model, kau akan jadi asistenku saja, Ryuto-kun. Kita akan tetap sama-sama kan? Ahaha." sambil tertawa, candaan yang mengandung sebuah ejekan dari Ryota itu membuat Ryuto makin cemberut. Wajah garangnya ditekuk dengan mata yang semakin menyipit. Ryota kembali menertawainya dan mulai melanjutkan obrolan lagi.
"Siapa selanjutnya?" tanyanya.
"Aku saja!" Alan mengacungkan telunjuk tangan kanannya. "Aku bermimpi untuk bisa membuat musik dari berbagai genre!" ungkapnya serius.
"Sugoi!" Ryuto menjadi orang pertama yang merespon.
"Ee.. Sekalian saja kau yang nanti membuatkan aransemen lagu untukku dan Ryuto-kun." kini Ryota ikut menimpal. Ia rasa tak ada salahnya jika sang sahabat berkontribusi untuk karir dirinya. Alan mengangguk-angguk kecil.
"Aku setuju!" jawaban datang bukan dari Alan. Suara baru terdengar untuk yang pertama kalinya saat ini. Orang ke-7 di antara remaja tersebut akhirnya melengkapi perbincangan ini. Dia, yang duduk berpusat paling tengah alias diapit oleh duo calon penyanyi ini telah mengemukakan pendapatnya.
Namun, bukannya kembali fokus pada obrolan yang sedang berlangsung, sedikit kejahilan timbul dari Reo akibat terdengarnya suara baru tersebut. "Siapa yang barusan bicara? Apa kalian mendengarnya?" dengan ekspresi pura-pura kebingungan, anak ini meluncurkan aksinya.
Seolah telah berbagi sel otak yang sama, tanpa harus diberi briefing terlebih dulu, lima sahabat lainnya sudah paham pada arah pertanyaan Reo. Mereka pun ikut-ikutan beraksi sama sepertinya. Mencari sosok pemilik suara tersebut dengan gelagat meyakinkan layaknya aktor yang tengah berakting.
Mendapat keusilan ini, si penerima sasaran tak dapat berdiam diri. "Oiii!! Aku di sini!" ia memprotes sembari terus mencari perhatian yang lain agar keberadaannya tak terlihat gaib.
Gelak tawa pun pecah kembali akibat hal ini. Suasana hangat semakin terasa di tempat tersebut. Meski angin malam yang berhembus terasa cukup kencang, itu takkan mampu untuk membuat 7 sahabat ini membeku kedinginan.
"Oke.. karena Yuta-kun akhirnya menampakkan wujud juga, jadi sekarang giliranmu yang menceritakan rencana masa depan!" Hayato mengambil alih acara dan menunjuk Yuta, yang beberapa saat lalu menjadi korban candaan ketika suasana telah kembali tenang.
Yang ditanya belum menjawab. Ia malah senyum mesam-mesem sambil melirik kiri dan kanan. Hanya terdengar sahutan pelan saja dari remaja yang berada di sebelah kiri orang itu, "Sudah jelas kalau itu Yuta-kun.."
"Hmmm.. aku berpikir seperti itu juga.." Reo mendukung perkataan Ryota. Begitu pun yang lainnya yang sudah bisa menebak dengan tepat tentang mimpi dari salahsatu sahabatnya ini.
Yuta semakin merekahkan senyumannya. Dan cukup mengucap dua kata saja, "Benar sekali!"
"Ya ya ya.. Kita semua memang tahu kalau Yuta-kun paling handal dalam menari. Makanya aku dan Reo bisa bertemu dengan dia di klub seni tari tiga tahun lalu." jelas Hayato mengenang sedikit ingatan di masa lampau.
"Hidupnya memang hanya untuk menari." tak mau ketinggalan, Reo semakin memperjelas ucapan dari Hayato. Tampak anggukan pelan serta elusan di dagu masing-masing sembari saling memandang satu sama lain. Seakan kompak berkata, "Sudah kuduga~"
"Pokoknya aku akan terus menari sampai tiba batasku nanti. Peganglah janjiku!" Yuta sungguh bertekad kuat pada mimpinya ini. Dukungan semangat mengalir dari semua.
"Aku juga! Aku akan terus mengasah keahlian menariku.." kini Reo mulai mengutarakan keinginannya. "Tapi, aku ingin melakukan hal lain juga." sambungnya.
"Nani?" Ryuto gercep bertanya saking penasarannya. Belum ada yang bisa menduga hal apa yang kelak akan dilakukan oleh remaja berwajah anak-anak ini.
Sepasang matanya menatap si duo calon penyanyi secara bergantian. Lalu turun hingga ke bagian telapak kaki yang sama-sama tengah menekuk bersentuhan langsung dengan pijakan.
"Ryuto-kun, Ryota.. saat kalian akan tampil di panggung nanti, pasti kalian harus memakai pakaian yang keren, kan?" tanya Reo.
Mereka mengangguk bersamaan sambil membalas tatapan Reo dengan rasa heran.
"Aku akan mengatur itu semua! Kupastikan fashion kalian akan sempurna dari atas kepala sampai kaki!" dengan percaya dirinya, Reo melemparkan kalimat-kalimat ini.
"Aaa! Aku sudah paham maksudmu!" Ryota pun akhirnya mengerti mengapa sebelumnya pertanyaan tersebut terlontar dari mulut Reo untuk dia dan Ryuto.
"Aku akan mempelajarinya lebih jauh lagi." ungkap Reo. "Apalagi jika nanti aku mempunyai brand sendiri juga!" imbuhnya. Remaja ini, meski sudah memiliki bakat di bidang tari namun ia juga nyatanya tertarik untuk mendalami dunia fashion. Awalnya, dia hanya melakukan untuk diri sendiri. Tapi lama-lama, ia ingin coba mengaplikasikannya pada oranglain juga. Ia akan terus belajar hingga mencapai tujuannya. Karena kemauan besarnya ini telah mengalahkan semua ketakutan dan kepesimisannya.
"Deal!" dengan segera Ryuto menjabat tangan Reo sebagai tanda kesepakatan. Tanpa harus memikirkannya lagi, ia sudah mempercayakan 'tugas' ini padanya kelak.
"Benar sih.. Si Reo ini kan memang punya selera fashion yang lebih tinggi dari kita semua. Aku ingat! Saat dia sering menggunakan dasi sekolah untuk dijadikan bandana. Lalu dia bilang 'ini adalah style'." ungkap Alan sambil tertawa.
Hayato tak ingin ketinggalan untuk membagi kisah. Ia juga menerangkan apa yang dia tahu mengenai kelebihan Reo ini, "Selain itu, dia juga suka melipat celana seragamnya sampai ke lutut. Tapi dia tetap memakai kaos kaki yang tinggi seperti pemain sepak bola. Hahaha."
"Benar kan, Hayato! Tapi penampilan dia justru tidak terlihat aneh. Itu malah jadi unik dan tetap cocok buatnya."
"Aku menganggap demikian juga.."
Dua orang ini asyik dalam obrolannya tentang Reo. Sementara yang lain menyimak sambil ikut tertawa juga. Dan si pusat pembicaraan sekarang, terus mengarahkan pandangannya pada HayaLan dengan tatapan tajam. Mereka memujinya, tapi di waktu yang bersamaan mereka pun mengejeknya.
"Awas saja, kalau nanti impianku sudah terwujud, kalian berdua tidak akan pernah kuberi pakaian gratis!" ancam Reo pada Hayato dan Alan. Karena mereka khawatir jika ancaman tersebut jadi kenyataan, maka secepatnya si pengejek ini mendekati Reo dan meminta maaf sembari mengeluarkan jurus pujian setinggi langit. Bagaimana pun, mereka tetap ingin 'mencicipi' juga buah dari kerja keras sang sahabat ini nantinya. Ahaha. Kembali empat orang lainnya malah semakin terbahak menyaksikan drama dadakan ini. Sementara Reo terus bertingkah bak penguasa arogan dengan mimik wajah tengilnya yang amat mendukung suasana.
~Yoooo! What's up guys?!~
~Sekarang adalah giliranku~
~Yo! Yo! Yo! Yo!~
Ketika Ryota baru saja menghentikan drama antara HayaLan dan Reo, tiba-tiba timbullah suara cukup keras yang menyeruak yang memberi keterkejutan sekaligus membuat perhatian hanya terpusat padanya. Suara yang bukan suara biasa seperti orang yang sedang berbicara. Namun itu bernada. Nada khas yang selalu dilantunkan oleh penyanyi lagu bergenre musik Rap.
~Hei, minna!~
~Inilah impianku~
~Jika 2R ingin menjadi penyanyi~
~Lalu Alan membuat musik~
~Yuta ingin menari~
~Dan Reo menyukai fashion~
~Maka inilah impianku~
~Inilah impianku~
~Sudah aku tunjukkan sekarang~
~Dan aku akan mewujudkannya~
~Yo! Yo! Yo! Yo!~
~Go Mandy!~
~Yo! Yo! Yo! Yo!~
~Go Mandy!~
~Yo! Yo! Yo! Yo!~
~Go Mandyyyyyy!!~
Beberapa baris lirik lagu Rap dinyanyikan oleh Mandy yang berada di paling ujung. Tercipta secara kilat saat itu juga. Diiringi gerak-gerik yang mencirikan seorang "Rapper banget", Mandy berhasil meloloskan suaranya dengan penuh kebanggaan.
Tepuk tangan ia dapat dari para 'penonton'. Dibumbui pujian, "Hebat!" juga yang terucap beberapa kali. Namun tidak untuk Reo, dia yang duduk tepat di sebelah Mandy, malah melayangkan tangannya ke arah kepala si rapper yang bulat itu.
"Belum juga ditanya, malah main nyamber aja!" Reo memarahi. "Mana ngagetin pula! Telingaku sakit nihhh!" lanjutnya yang masih kesal.
"Bukannya kau juga langsung bicara tanpa disuruh, Reo? Aku mengikuti jejakmu loh.." Mandy berkelit membela diri.
Reo diam sejenak. "Iya juga yaa.. tadi aku pun begitu." batinnya. Tapi tentu saja dia tidak akan mengakui hal ini. Karena sudah tanggung menggeplak kepala Mandy, maka Reo akan tetap mengeles mempertahankan argumennya.
"Jangan ikut-ikutan dong! Kau tidak punya pendirian!" plak! dua kali kepala milik Mandy menerima penderitaan. Wajah menantang si anak bontot itu harus membuat Mandy lebih bersabar lagi dalam menghadapinya. Tahan emosi.. tahan.. karena ini sudah sering terjadi antara mereka. Dan Mandy selalu mengalah dengan lapang dada. Namun pada akhirnya, mereka akan kembali akur seperti tak terjadi apa-apa.
"Hoi.. kalian yang di ujung sana! Berhentilah!" suara nyaring yang muncul pada saat awal, kini terdengar lagi. Lagi-lagi, Alan yang ada di dekatnya dibuat kaget seketika.
"Sekarang aku yang harus sabar.." lirih Alan menenangkan dirinya.
Sontak yang ditegur pun langsung diam. Sepertinya suara Hayato yang lebih ribut memang sangat handal untuk membungkam keributan yang sedang terjadi.
"Intinya, kau memiliki impian untuk menjadi seorang Rapper kan, Mandy?" Hayato kemudian memastikan.
~Yo! Yo!~
~Kau benar sekali, Hayato!~
Jawaban terlempar dari Mandy dengan cara yang unik. Kali ketiganya ia melantunkan rap di malam ini.
"Lalu bagaimana mimpimu, Hayato?!" untuk sekarang, Mandy dapat bicara dengan normal lagi dan ia memberikan pertanyaan yang sama pada Hayato. Tinggal dia yang belum menceritakan impian dan rencana masa depannya.
"Menjadi penari, sama seperti Reo dan Yuta-kun."
"Itu saja?" tanggap Alan.
"Tidak! Aku berharap juga bahwa suatu hari nanti aku bisa membawakan sebuah acara variety show. Aku akan tampil sebagai hostnya!" pikirannya lalu melayang membayangkan masa depan yang ia idamkan. Yang ia inginkan terwujud. Sesuai dengan minatnya.
"Tidak salah kalau itu Hayato.. Kau memang pandai dalam berkata-kata. Aku sangat mendukung mimpimu! Berjuanglah!" Ryota mengepalkan tangan memberi dorongan pada si pemilik senyum semanis madu ini.
"Sankyu Ryota-kun!! Nanti aku akan mengundang kau dan Ryuto-kun ke dalam acaraku secara eksklusif." balasnya bersemangat. "Aku akan membuat acara yang menginspirasi. Semua yang menjadi tamuku adalah orang-orang berbakat." Hayato lebih menjelaskan konsep yang ia inginkan.
"Apa aku juga bisa jadi tamumu?" Alan menanyakan mengenai dirinya.
"Tentu saja! Kau yang sudah menjadi seorang komposer, akan aku undang juga." balas Hayato membuat Alan tersenyum bahagia. "Yuta-kun yang seorang koreografer, Reo yang mempunyai brand fashion sendiri, dan Mandy yang sukses sebagai rapper, akan aku undang kalian juga ke acaraku!" imbuhnya.
"Yuhuuu sasugaaaa!!"
Mereka semua tersenyum larut dalam angan-angan besar yang begitu optimis untuk tergapai. Semua bisa jadi kenyataan, jika ketujuh sahabat ini pantang menyerah pada mimpinya. Berusaha kuat disertai doa yang tak pernah lelah terpanjat.
"Seperti pesawat terbang, mimpi kita akan melesat dengan tinggi." kata-kata yang refleks datang dari mulut Yuta. Sambil mendongak menatap langit, ia telah mematok tujuannya!
"Seperti pesawat terbang..." Alan bergumam mengulang ucapan Yuta. "Ah! Aku punya ide!" gumaman itu berubah menjadi suara yang cukup keras hingga terdengar oleh semuanya.
"Ide?"
Alan mengangguk cepat.
"Minna, ayo keluarkan selembar kertas untuk masing-masing." suruh Alan. Tanpa menjelaskan apa dulu ide yang dia maksud, dia meminta keenam orang ini untuk mengikuti instruksinya.
"Untuk a--" sebelum Ryuto menyelesaikan kalimat, Alan lebih dulu memotongnya.
"Ikuti saja."
Alhasil Ryuto pun diam seketika. Ia turuti saja suruhan dari sahabatnya. Setelah itu, Alan kembali memberi arahan.
"Sekarang.. kalian tulis dengan tulisan yang besar tentang impian yang baru saja kalian katakan di kertas ini." lanjutnya. Semua pun masih mengikutinya.
Hanya selang kurang dari 30 detik, mereka sudah melakukan arahan ini. Alan berlanjut pada instruksi berikutnya. "Mari kita lipat kertas ini menjadi bentuk pesawat terbang!" sambil menatap satu persatu sahabatnya, Alan memberi kode agar mereka terus mengikuti langkah-langkah yang ia lakukan.
Sudah selesai. Alan kemudian bangkit dan mengajak yang lain untuk menuju ke tembok pembatas dari atap sekolah ini. Tak lupa, kertas berbentuk pesawat terbang itu dibawa pula di genggaman masing-masing. Tampaknya apa yang menjadi ide dari Alan ini telah dapat dimengerti oleh semua.
"Apa kau mengajak kita untuk menerbangkan kertas ini bersama-sama?" tebak Ryota.
"Tepat sekali! Mari kita terbangkan kertas impian ini layaknya pesawat terbang yang berada di langit!" Alan menjawab dengan semangat menggebu yang menyelimuti dirinya.
"Ide cemerlang!!" Ryuto ikut memuji orang yang berada di samping kanannya.
"Perkataan dari Yuta-kun tadi yang memberi ide ini. Arigatou!" Alan menghadap pada Yuta lalu membungkukkan badannya.
"Ah.. aku jadi malu.." Yuta malah menggaruk kepalanya setelah menerima perlakuan dari Alan. Ia tersipu.
"Yasudah! Ayo kita terbangkan pesawat impian kitaaaa!!" karena sudah tak sabar, Mandy mengajak semuanya untuk segera melakukan 'ritual' ini.
Tiga kali, geplakan kepala ia dapatkan dari orang yang sama. Ajakannya yang buru-buru ini tidak mendapat persetujuan dari Reo. "Jangan dulu sekarang!"
Selain berlontar rasa sakit, Mandy sudah tak bisa berkutik lagi untuk melawan Reo. Ujung-ujungnya dia kembali diam dan menjadi pendengar saja. Wkwk.
"Sebelum kita menerbangkannya, akan lebih baik jika kita pun sama-sama meneriakkan sesuatu!" ungkap Reo. "Seperti motto untuk mengiringi terbangnya pesawat ini." sambungnya. Ia menambahkan ide lain untuk melengkapi si 'ritual'.
"Aku setuju!!" dari Hayato, persetujuan ini menular juga pada yang lainnya.
"Oke! Apa yang akan kita ucapkan?" tanya Alan.
"Reo bisa memberi ide ini pasti karena dia sudah menyiapkan kata-katanya." lagi, Ryota menebak dengan tepat.
Reo tersenyum sumringah. "Bagaimana kalau.. Let's fly, Dreamers!" ia harap bahwa kata-kata ini dapat disetujui juga.
"Yosh! Let's fly, Dreamers!" Ryuto mengulang apa yang diucapkan oleh Reo. Ia dapat menerima dengan mudah saran tersebut.
Akhirnya, semua sepakat untuk sama-sama meneriakkan kata-kata ini. Pesawat kertas berisi impian dari masing-masing telah siap untuk diterbangkan dan melayang dengan setinggi-tingginya.
Mulai menghitung mundur..
3
2
1
LET'S FLY, DREAMERS!!!
Pesawat milik mereka telah terlepas dari genggaman. Terbang dengan bebas di udara membawa impian yang telah digantungkan setinggi langit. Tekad kuat membaluti harapan mereka yang besar agar angan itu dapat tercapai sesuai dengan keinginan. Percaya dan yakinlah.
Senyuman terus merekah dari bibir ketujuh remaja ini menyaksikan terbangnya pesawat-pesawat tersebut. Kejahilan pun muncul ketika ada salahsatu pesawat yang menukik duluan dan meluncur ke darat. Bukan berarti itu adalah hal yang buruk. Karena ini hanyalah simbol belaka. Ketika mereka telah melepas pesawat impian itu untuk terbang, mereka pun telah siap untuk memulai kehidupan baru dalam meraih cita-cita dan menata masa depan agar sesuai khayalan.
Perpisahan di malam berkesan ini ditutup dengan rangkulan yang saling mereka bagi dalam posisi melingkar. Mendukung satu sama lain untuk menggapai asa, kesuksesan yang terberkati telah menunggu mereka di masa depan.
-TAMAT-