Part 1: I Remember
Part 2: Echo
Part 3: Fallin
Part 4: Burning Up
Part 5: Let Me Fly
Part 6: Into You
Part 7: Never Let You Go
Part 8: Think of You
Part 9: All For You (1)
Part 10: All For You (2)
Part 11: Make You Mine
Part 12: Kataomoi
(Kazuhara Ryuto, Nakatsuka Yuta, Katayose Ryota)
Dalam damai gelap yang kurasakan dikala mata ini masih tertutup rapat, tiba-tiba suara gemuruh tanpa permisi masuk ke gendang telinga yang semakin lama terdengar kian kuat hingga berhasil mengganggu kedamaian itu. Dengan keadaan 'nyawaku' yang belum sepenuhnya berkumpul, sang mulut berusaha mengeluarkan suara,
"URUSAAAIIII!!" teriakku dengan tenaga seadanya.
"Nee-chan bangun! BANGUN!!" suara yang jelas kukenali itu seakan tak lelah berulang mengucap kata yang sama. Ditambah tangan jahilnya yang tak bisa berhenti menggedor pintu kamarku.
"U..ru..sai.. huhu" lemahku dengan mata yang masih terasa berat untuk terbuka.
"Nee-chan ayo bangun! Bangun! Jangan tidur terus! Udah siang! Bangun! Bangun! Bangun bangun bangun!!" bayangkan saja si bakayaro itu malah mengarang bebas sebuah lagu sambil menjadikan pintu kamarku ibarat drum yang sedang ia mainkan. Dung tak~ dung dung tak~ Tanpa jeda membuat emosiku memuncak.
"Kurang asem ini anak! Beberapa hari gak ketemu udah mulai ngibarin bendera perang aja!" bangkit dari kasur dengan membawa guling aku siap mengeroyok adikku. Namun, apa karena saking pintarnya dia atau aku yang gampang ditebak, saat kunci kuputar dan membuka pintu, dia sudah menghilang dari sana. Heh.
"Taishiiii!!" ucapku panjang. Dia muncul dengan membawa pelindung yang sama juga.
"Aku gak akan kena hantaman Nee-chan, hahaha" tawanya. Dasar! Menyebalkan! Tidak kasihan kah dia pada kakaknya ini yang baru saja kemarin sore sampai apartemen setelah melakukan perjalanan yang menguras batin? Hah? Me.. ngu.. ras.. batin? Apa sebenarnya yang terjadi saat hari terakhir di kota tercinta itu? Biar nanti saja aku bahas. Sekarang aku akan menyelesaikan dulu urusan dengan si anak tengik ini.
"Jadi, ada apa adekku sayang?!" mencoba berbicara lembut walau ujungnya suaraku tetap bernada sinis.
"Ada laundryan datang tuh."
"Itu doang? Yaudah tinggal kamu terima. Ngapain sampe bangunin Nee-chan!"
"Lha Nee-chan belum bayar katanya! Huh!"
"Ee?" kemudian akupun teringat saat terakhir kali menyerahkan laundryan itu aku memang belum sempat membayarnya karena dikejar waktu keberangkatan kereta ke Osaka.
"Belum bayar kan? Kasihan tuh kurirnya nunggu. Lagian bukannya bayar di awal mentang-mentang itu tempat langganan." kini Taishi yang balik menyudutkanku.
Debat ini sungguh akan awet jika tak ada yang mau mengalah. Sudahlah..
"Gomen!" tegasku. Lalu meminta Taishi untuk memberikan uang pembayaran kepada si kurir karena sudah jelas, dengan kondisi muka dan pakaian yang kusut aku tidak mungkin bisa bertemu orang lain.
Satu kantong kresek besar kuterima. Langsung kurapikan saja lah pakaiannya. Mengeluarkan satu persatu, ada dua buah pakaian yang tak kukenali.
"Ah! Ini.. baju dan jaketnya Kazuhara-san yang waktu itu gue pake." ingatku.
Apa aku kembalikan sekarang saja yaa.. Mumpung masih ada waktu sebelum besok aku balik ke kesibukan bekerja. Tapi apa dia sedang ada di rumahnya? Haruskah aku tanya dulu? Namun perasaan gengsi masih menyelimuti meskipun kini si sosok itu telah menguasai hatiku. Apa kutanya pada Taishi? Bakal habis lah aku diledeknya. Pfftt menyusahkan diri sendiri..
Aha! Aku punya ide!
Setelah mandi dan sarapan (walau sekarang sudah pukul 10.30 siang), aku basa basi mengajak adikku yang berada di ruang tengah untuk ngobrol.
"Kamu gak latihan fitnes?" tanyaku.
"Gak.." jawabnya singkat karena sedang anteng main game online.
"Terus kapan latihan lagi?"
"Besok."
"Emang siapa aja temen-temen kamu disono tuh?"
"Kazu-senpai, xxx-senpai, zzz-kun, yyy-san.. Terus ada anak baru juga. Banyaklah."
Ah! Taishi menyebut namanya!
"Jadi tiap kamu latihan, mereka selalu ada juga, gitu?"
"Enggak sih.. Paling Kazu-senpai sama yyy-san yang selalu bareng."
"Souka.. Berarti kalo kamu gak latihan, mereka juga enggak dong ya?" aku terus mengulik kian dalam.
Sepertinya dia merasa terganggu dengan banyaknya pertanyaanku ini sampai menghentikan dulu main gamenya.
"Ngapain Nee-chan nanya tentang itu? Gak biasanya.." curiga dia.
"Ano.. Itu kan.. Yahh kemaren Okaa-san udah ngasih pesan, katanya aku harus tau apa aja yang kamu lakuin, terus sama siapa aja kamu bergaul.. Yaa itu! Perintah dari ortu harus diturutin lah!" aku mencari-cari alasan.
"Kirain.. Nee-chan minat buat ikut fitnes.. Hihihi. Biar gak kurus-kurus amat.." dia malah meledekku lagi.
"Dasarrrr adik durhaka!" batinku menahan kesal. Setelahnya aku langsung kembali lagi ke kamar mengatur siasat.
"Yes berhasil! Berarti Kazuhara-san gak ada di tempat fitnes. Tapi bukan berarti dia ada di rumahnya juga sih. Gimana lagi yaa sekarang.." aku bingung sendiri.
Hubungi Ryota? Ide itu kemudian muncul. Apa aku harus bertanya apakah dia dan teman-teman grupnya sedang bersama? Tapi.. Ada satu hal yang belum kalian tahu tentangku dengannya setelah 'peristiwa' di Osaka itu. Pokoknya... aaakk aku belum bisa menghubungi Ryota dulu sekarang!
Baiklah. Bermodal informasi yang minim, aku nekat untuk pergi ke rumah Kazuhara-san sekarang. Dengan niat mengembalikan pakaiannya, sekalian juga aku memberi dia buah tangan dari Osaka. Satu lagi, aku tak bisa berdusta bahwa aku merindukannya. Dia, yang sudah membuat aku merasakan jatuh cinta lagi setelah tujuh tahun berlalu.
Karena malas mengemudi, akhirnya aku pergi dengan naik taksi. Lalu pikiran liarku mulai merasuk mengharap setelah dari sana ia akan mengantarkanku pulang untuk yang kedua kalinya. Senyum pun tersungging dari bibirku. Yaampun.. Apaan sih, Midori! Modusmu kebangetan! Khayalanmu ketinggian! Baper parah kaannn!
Sampai juga di depan rumahnya. Jantungku makin berdegup saat perlahan ku keluar dari taksi. Padahal belum tentu juga aku bisa bertemu dengan orang itu. Plis, kontrol dirimu!
Disana, aku melihat sepeda motornya terparkir. Kubelokkan sedikit pandangan, sepasang mataku menangkap dia yang kucari berada di dekatnya. Tapi.. tunggu! Ia tak sendirian. Seorang wanita , YA! WANITA! Berdampingan dengannya. Sungguh dekat seperti tanpa jarak. Tangan mulusnya menggandeng lengan si pria yang saat ini tengah kusukai. Mereka berpakaian rapi seperti akan pergi. Aku belum merasakan apa-apa. Kupikir masih baik-baik saja walau sudah berkali-kali kulirik tangan itu. Tetaplah berpikiran positif. Sampai percakapan diantara kami bertiga terjadi,
"Konnichiwa.. Apakah aku mengganggu?" sapaku yang langsung masuk menghampiri mereka karena pagar terbuka lebar.
"Midori-san? Tidak mengganggu kok. Ada apa kau datang kesini?" tanya Kazuhara-san setengah kaget.
"This girl, siapa Ryuu-chan?" dengan kalimat bercampur Bahasa Inggris, wanita disampingnya bertanya tentangku.
"Ryuu-chan? Ya Tuhan." batinku.
"Ini Moriyama Midori-san, temanku. Dia juga kakaknya dari teman fitnesku." jawabnya. Aku mulai berkenalan dengan 'si bule' yang wajahnya terlihat keturunan Jepang asli.
"Hi! Sachiko desu! Call me Sachin." dengan santai dan tebaran senyumnya dia memperkenalkan diri.
"Moriyama Midori desu." balasku melemparkan senyum juga yang sesungguhnya masih menyimpan banyak pertanyaan untuk kejelasan ini.
"Gimana kalo Sachin manggil kamu Midorin? Biar makin akrab. Karena temannya Ryuu-chan apalagi cewek, bakal jadi temanku juga." tawarnya dengan tetap menggunakan bahasa dan nada yang terdengar begitu akrab. Kami berdua baru saja bertemu, tapi sepertinya wanita ini bisa langsung menganggap siapapun menjadi dekat dengannya. Aku hanya membalas dengan anggukan.
"Apakah Sachin-san adikmu, atau kakakmu?" pertanyaan ini refleks aku lontarkan pada Kazuhara-san.
"Bukan keduanya. Aku tak punya kakak, dan adikku.. memang perempuan sih, tapi dia berada di Amagasaki." jelasnya.
"Pokoknya, Sachin ini adalah bagian dari orang-orang terdekatnya Ryuu-chan. Yes or yes?" si wanita ini makin memperjelas 'status'nya sambil tetap mengaitkan tangan dia pada lengan Kazuhara-san bahkan sekarang kepalanya ia senderkan ke bahu salah satu vokalis dari GENE ini. Tak ketinggalan senyum lebar diikuti tingkah manjanya begitu jelas nampak di depan mataku. Melihat itu... Bayangkanlah! Rasakanlah! Menjadi diriku! Menyaksikan sendiri orang yang telah membuatmu jatuh hati bermesraan dengan wanita lain! Aku mencoba membuat wajah yang biasa saja untuk menyembunyikan rasa kecewa. Hati yang mulai retak. Lalu pecah berkeping-keping. Aku masih berdiri tegap dihadapan mereka.
"Gak usah manja-manja gini dong Sachin.. Malu diliat Midori-san." tegur pelan Kazuhara-san tapi tetap bertahan dengan posisinya. Tak sedikitpun ia merasa risih.
"I don't care~" balasnya cuek dan tetap mengarahkan senyumnya padaku.
Aku.. Tak sanggup berada disini lebih lama lagi. Sebelum air mata tumpah, sebelum sesak bertambah berat, aku harus cepat pergi dari hadapan sepasang kekasih ini. Sudah jelas kan? Tanpa harus bertanya lebih dalam, sikap mereka sudah menunjukkannya. Lagipula, hanya ada mereka berdua disana. Aku sungguh yakin tak ada orang lain lagi. Besar kemungkinan juga mereka sekarang tinggal bersama. Dan panggilan sayang itu.. Stop! Aku tak mau melanjutkan!
"Ini, titipan dari adikku. Aku permisi pulang dulu." terpaksa aku berbohong karena tak ingin membuat kesalahpahaman diantara mereka. Biar aku saja yang menanggung rasa sakit ini. Segera kuletakkan barang yang kubawa dibawah saja kemudian berbalik pergi melangkahkan kaki dengan cepat keluar dari rumah itu.
Sialnya!
Yuta-kun datang! Berpapasan denganku yang tengah melewati pagar.
Mata kami bertemu. Air mataku yang sudah memaksa keluar tertangkap olehnya. Kutundukkan wajah ini. Tanpa sepatah kata pun aku melihat sebuah taksi di depan lalu menujunya. Mungkinkah yang barusan dipakai Yuta-kun untuk datang kesini? Aku tak peduli. Aku hanya ingin pulang sekarang juga.
"Mi-chan.. Mi-chan.." Yuta-kun mengetuk-ngetuk kaca taksi tempatku berada. Maaf, aku harus mengabaikanmu. Taksi berjalan meninggalkan dia yang tampak bingung akan keadaanku.
Di dalam taksi, air mataku tak hentinya turun. Tetap kutahan suara agar tak mengundang perhatian si supir. Walau aku pun tahu bahwa dia sering melihat kearahku dari kaca spion, tapi dia seolah tak ingin ikut campur.
Tiba di apartemen, aku langsung masuk dalam kamar. Tak pedulikan adikku apakah masih ada disana atau pergi keluar, dengan kerasnya aku menutup pintu. Brak!! Mengunci diri. Ambruk di pangkuan kasur dan meluapkan semuaaa emosiku!
"Kenapa?"
"Kenapa kau.."
"Kau sering menggodaku!"
"Memberi perhatian padaku!"
"Kita pernah larut dalam tawa bersama."
"Berbicara dengan nyamannya hingga tak terasa waktu."
"Lalu apa artinya semua itu?"
"Apa hanya permainanmu?"
"Kau.. telah membuatku menyukaimu!"
"Memikirkanmu!"
"Ingin memilikimu!"
"Tapi nyatanya yang kudapat hanyalah luka!"
"Kekecewaan!"
"Perasaan yang hanya satu arah!"
"Tak seharusnya kau memperlakukan semua wanita dengan sama!"
"LAKI-LAKI SIALAN!!"
"KUSOOO KAZUHARAAA!!"
"Aku... sangaattt membencimu!"
Cacian kuteriakkan tiada henti pada si pria hidung belang itu. Ya! Julukan yang paling pantas untuk dia! Dengan wajah tanpa berdosanya dia mengumbar kemesraan di depanku seolah diantara kami tak pernah terjadi apa-apa selama ini. Penampilannya yang bak bad boy ternyata memanglah berbanding lurus dengan sifat aslinya. Isakan tangis dengan amarah bercampur kekecewaan disertai hancurnya hatiku meratapi kebodohan terburuk ini. Bisa-bisanya aku terjebak dalam permainan dia! Aku yang belum tahu banyak tentangnya tapi mengapa aku bisa sampai menaruh hati padanya. Bodoh sekali!
Dalam tangisanku, aku teringat memori kilas balik beberapa hari lalu saat bersama Ryota. Terakhir kalinya kami berada di sunset pantai itu...
"Mungkinkah ini karma?"
**
Flashback
Hatiku terus berkecamuk akan keadaan ini. Kedua tanganku, tak hentinya meremas baju yang kupakai. Bagaimana bisa aku mengendalikan ini? Sementara napas dari si pria tinggi yang terengah itu mulai terasa oleh wajahku. Dia semakin mendekat.. dekat.. dekat.. Bersamaan dengan matahari yang perlahan terbenam mengundang kegelapan, mata kami pun ikut terpejam.
Kupalingkan segera wajah ke sisi kiri saat itu juga. Bibir Ryota, kurasakan telah menempel di pipi kananku. Masih dengan jantungku yang benar-benar berdegup tak karuan, mata yang masih tertutup dengan ekspresi wajah yang ketakutan, perlahan 'rasa' itu menghilang. Ryota bangkit, tangannya yang menahan kepalaku ia lepaskan pelan. Lalu duduk seperti semula.
"Ternyata benar!" ucapnya agak keras.
Kemudian aku ikut bangkit. Memposisikan diri menghadapnya sambil mengatur kembali 'keseimbangan tubuh'.
"Benar kan? Mi-chan gak bisa mencintaiku. Aku hanya pantas menjadi sahabatmu saja. Gak lebih." Ryota memperjelas perkataannya.
Bagaimana aku harus menjawab? Sungguh, aku kini kehilangan kata-kata.
"Kamu menolak ciumanku.. Doushite, Mi-chan?" tanyanya dengan raut wajah serius.
Aku masih diam.
"Yuta-kun?" satu nama yang dia ucap langsung mengejutkanku.
"Ee?"
"Aku tau semuanya. Di rumah Ryuto-kun.. Aku menguping pembicaraan kalian. Dan pelukan itu pun... Mantan pacarmu yang pernah diceritakan padaku, itu Yuta-kun, kan?" dengan suaranya yang kian terdengar goyah ia terus melanjutkan pembicaraannya
"Jadi, pintu rumah Kazuhara-san yang tiba-tiba terbuka itu.. Ryota lah yang berada disana?" batinku.
"Tidak! Aku dan Yuta-kun udah gak ada hubungan apa-apa lagi! Kita hanya berteman." aku menyangkal.
"Lalu? Siapa penghalang diantara kita?" tanyanya.
Aku tak bisa mengatakan. Aku tak bisa jujur pada Ryota mengenai ini.
"Aku udah terlalu nyaman dengan keadaan ini, Ryota! Aku gak mau merusaknya! Mengertilah.." balasku.
"Mungkinkah.. teman bernyanyiku di grup?" dia tak mengindahkan penjelasan dariku.
Deg! Apa yang harus aku katakan?
"Itu..." bingungku sembari tertunduk.
"Sudahlah lupakan, Mi-chan." potong Ryota.
"Maafkan aku.. Jangan marah.." mohonku.
"Beraninya sekali aku mencintai seseorang yang gak bisa mencintaiku. Haha!" aku melihat ia tertawa dengan matanya yang merah diiringi tetesan air mata membasahi pipi.
yurusareru koto naraba~
ima omoi wo uchiaketai~
ima wa mada.. kanawanu koi~
Tak ada yang bisa aku lakukan. Aku hanya diam mengikuti arusnya saja. Sulit bagiku menyusun kata menjadi kalimat untuk kusampaikan padanya. Ya, ini bukan waktu yang tepat. Aku hanya berharap bahwa ini bukanlah terakhir kalinya kami bertemu.
Kami memutuskan untuk pulang. Hari yang diawali dengan penuh kebahagiaan harusnya diakhiri dengan hal yang sama juga. Tapi tidak bagi kisah kami..
Flashback end
**
"Ini benar-benar karma.."
"Apa yang dirasakan Ryota saat itu, aku merasakannya juga kini."
"Aku ingin bertemu dengannya.."
"Meminta maaf.."
"Tapi apa dia masih mau menerimaku? Sedangkan tak ada komunikasi lagi diantara kita semenjak hari itu.."
-bersambung-
Part 2: Echo
Part 3: Fallin
Part 4: Burning Up
Part 5: Let Me Fly
Part 6: Into You
Part 7: Never Let You Go
Part 8: Think of You
Part 9: All For You (1)
Part 10: All For You (2)
Part 11: Make You Mine
Part 12: Kataomoi
(Kazuhara Ryuto, Nakatsuka Yuta, Katayose Ryota)
Dalam damai gelap yang kurasakan dikala mata ini masih tertutup rapat, tiba-tiba suara gemuruh tanpa permisi masuk ke gendang telinga yang semakin lama terdengar kian kuat hingga berhasil mengganggu kedamaian itu. Dengan keadaan 'nyawaku' yang belum sepenuhnya berkumpul, sang mulut berusaha mengeluarkan suara,
"URUSAAAIIII!!" teriakku dengan tenaga seadanya.
"Nee-chan bangun! BANGUN!!" suara yang jelas kukenali itu seakan tak lelah berulang mengucap kata yang sama. Ditambah tangan jahilnya yang tak bisa berhenti menggedor pintu kamarku.
"U..ru..sai.. huhu" lemahku dengan mata yang masih terasa berat untuk terbuka.
"Nee-chan ayo bangun! Bangun! Jangan tidur terus! Udah siang! Bangun! Bangun! Bangun bangun bangun!!" bayangkan saja si bakayaro itu malah mengarang bebas sebuah lagu sambil menjadikan pintu kamarku ibarat drum yang sedang ia mainkan. Dung tak~ dung dung tak~ Tanpa jeda membuat emosiku memuncak.
"Kurang asem ini anak! Beberapa hari gak ketemu udah mulai ngibarin bendera perang aja!" bangkit dari kasur dengan membawa guling aku siap mengeroyok adikku. Namun, apa karena saking pintarnya dia atau aku yang gampang ditebak, saat kunci kuputar dan membuka pintu, dia sudah menghilang dari sana. Heh.
"Taishiiii!!" ucapku panjang. Dia muncul dengan membawa pelindung yang sama juga.
"Aku gak akan kena hantaman Nee-chan, hahaha" tawanya. Dasar! Menyebalkan! Tidak kasihan kah dia pada kakaknya ini yang baru saja kemarin sore sampai apartemen setelah melakukan perjalanan yang menguras batin? Hah? Me.. ngu.. ras.. batin? Apa sebenarnya yang terjadi saat hari terakhir di kota tercinta itu? Biar nanti saja aku bahas. Sekarang aku akan menyelesaikan dulu urusan dengan si anak tengik ini.
"Jadi, ada apa adekku sayang?!" mencoba berbicara lembut walau ujungnya suaraku tetap bernada sinis.
"Ada laundryan datang tuh."
"Itu doang? Yaudah tinggal kamu terima. Ngapain sampe bangunin Nee-chan!"
"Lha Nee-chan belum bayar katanya! Huh!"
"Ee?" kemudian akupun teringat saat terakhir kali menyerahkan laundryan itu aku memang belum sempat membayarnya karena dikejar waktu keberangkatan kereta ke Osaka.
"Belum bayar kan? Kasihan tuh kurirnya nunggu. Lagian bukannya bayar di awal mentang-mentang itu tempat langganan." kini Taishi yang balik menyudutkanku.
Debat ini sungguh akan awet jika tak ada yang mau mengalah. Sudahlah..
"Gomen!" tegasku. Lalu meminta Taishi untuk memberikan uang pembayaran kepada si kurir karena sudah jelas, dengan kondisi muka dan pakaian yang kusut aku tidak mungkin bisa bertemu orang lain.
Satu kantong kresek besar kuterima. Langsung kurapikan saja lah pakaiannya. Mengeluarkan satu persatu, ada dua buah pakaian yang tak kukenali.
"Ah! Ini.. baju dan jaketnya Kazuhara-san yang waktu itu gue pake." ingatku.
Apa aku kembalikan sekarang saja yaa.. Mumpung masih ada waktu sebelum besok aku balik ke kesibukan bekerja. Tapi apa dia sedang ada di rumahnya? Haruskah aku tanya dulu? Namun perasaan gengsi masih menyelimuti meskipun kini si sosok itu telah menguasai hatiku. Apa kutanya pada Taishi? Bakal habis lah aku diledeknya. Pfftt menyusahkan diri sendiri..
Aha! Aku punya ide!
Setelah mandi dan sarapan (walau sekarang sudah pukul 10.30 siang), aku basa basi mengajak adikku yang berada di ruang tengah untuk ngobrol.
"Kamu gak latihan fitnes?" tanyaku.
"Gak.." jawabnya singkat karena sedang anteng main game online.
"Terus kapan latihan lagi?"
"Besok."
"Emang siapa aja temen-temen kamu disono tuh?"
"Kazu-senpai, xxx-senpai, zzz-kun, yyy-san.. Terus ada anak baru juga. Banyaklah."
Ah! Taishi menyebut namanya!
"Jadi tiap kamu latihan, mereka selalu ada juga, gitu?"
"Enggak sih.. Paling Kazu-senpai sama yyy-san yang selalu bareng."
"Souka.. Berarti kalo kamu gak latihan, mereka juga enggak dong ya?" aku terus mengulik kian dalam.
Sepertinya dia merasa terganggu dengan banyaknya pertanyaanku ini sampai menghentikan dulu main gamenya.
"Ngapain Nee-chan nanya tentang itu? Gak biasanya.." curiga dia.
"Ano.. Itu kan.. Yahh kemaren Okaa-san udah ngasih pesan, katanya aku harus tau apa aja yang kamu lakuin, terus sama siapa aja kamu bergaul.. Yaa itu! Perintah dari ortu harus diturutin lah!" aku mencari-cari alasan.
"Kirain.. Nee-chan minat buat ikut fitnes.. Hihihi. Biar gak kurus-kurus amat.." dia malah meledekku lagi.
"Dasarrrr adik durhaka!" batinku menahan kesal. Setelahnya aku langsung kembali lagi ke kamar mengatur siasat.
"Yes berhasil! Berarti Kazuhara-san gak ada di tempat fitnes. Tapi bukan berarti dia ada di rumahnya juga sih. Gimana lagi yaa sekarang.." aku bingung sendiri.
Hubungi Ryota? Ide itu kemudian muncul. Apa aku harus bertanya apakah dia dan teman-teman grupnya sedang bersama? Tapi.. Ada satu hal yang belum kalian tahu tentangku dengannya setelah 'peristiwa' di Osaka itu. Pokoknya... aaakk aku belum bisa menghubungi Ryota dulu sekarang!
Baiklah. Bermodal informasi yang minim, aku nekat untuk pergi ke rumah Kazuhara-san sekarang. Dengan niat mengembalikan pakaiannya, sekalian juga aku memberi dia buah tangan dari Osaka. Satu lagi, aku tak bisa berdusta bahwa aku merindukannya. Dia, yang sudah membuat aku merasakan jatuh cinta lagi setelah tujuh tahun berlalu.
Karena malas mengemudi, akhirnya aku pergi dengan naik taksi. Lalu pikiran liarku mulai merasuk mengharap setelah dari sana ia akan mengantarkanku pulang untuk yang kedua kalinya. Senyum pun tersungging dari bibirku. Yaampun.. Apaan sih, Midori! Modusmu kebangetan! Khayalanmu ketinggian! Baper parah kaannn!
Sampai juga di depan rumahnya. Jantungku makin berdegup saat perlahan ku keluar dari taksi. Padahal belum tentu juga aku bisa bertemu dengan orang itu. Plis, kontrol dirimu!
Disana, aku melihat sepeda motornya terparkir. Kubelokkan sedikit pandangan, sepasang mataku menangkap dia yang kucari berada di dekatnya. Tapi.. tunggu! Ia tak sendirian. Seorang wanita , YA! WANITA! Berdampingan dengannya. Sungguh dekat seperti tanpa jarak. Tangan mulusnya menggandeng lengan si pria yang saat ini tengah kusukai. Mereka berpakaian rapi seperti akan pergi. Aku belum merasakan apa-apa. Kupikir masih baik-baik saja walau sudah berkali-kali kulirik tangan itu. Tetaplah berpikiran positif. Sampai percakapan diantara kami bertiga terjadi,
"Konnichiwa.. Apakah aku mengganggu?" sapaku yang langsung masuk menghampiri mereka karena pagar terbuka lebar.
"Midori-san? Tidak mengganggu kok. Ada apa kau datang kesini?" tanya Kazuhara-san setengah kaget.
"This girl, siapa Ryuu-chan?" dengan kalimat bercampur Bahasa Inggris, wanita disampingnya bertanya tentangku.
"Ryuu-chan? Ya Tuhan." batinku.
"Ini Moriyama Midori-san, temanku. Dia juga kakaknya dari teman fitnesku." jawabnya. Aku mulai berkenalan dengan 'si bule' yang wajahnya terlihat keturunan Jepang asli.
"Hi! Sachiko desu! Call me Sachin." dengan santai dan tebaran senyumnya dia memperkenalkan diri.
"Moriyama Midori desu." balasku melemparkan senyum juga yang sesungguhnya masih menyimpan banyak pertanyaan untuk kejelasan ini.
"Gimana kalo Sachin manggil kamu Midorin? Biar makin akrab. Karena temannya Ryuu-chan apalagi cewek, bakal jadi temanku juga." tawarnya dengan tetap menggunakan bahasa dan nada yang terdengar begitu akrab. Kami berdua baru saja bertemu, tapi sepertinya wanita ini bisa langsung menganggap siapapun menjadi dekat dengannya. Aku hanya membalas dengan anggukan.
"Apakah Sachin-san adikmu, atau kakakmu?" pertanyaan ini refleks aku lontarkan pada Kazuhara-san.
"Bukan keduanya. Aku tak punya kakak, dan adikku.. memang perempuan sih, tapi dia berada di Amagasaki." jelasnya.
"Pokoknya, Sachin ini adalah bagian dari orang-orang terdekatnya Ryuu-chan. Yes or yes?" si wanita ini makin memperjelas 'status'nya sambil tetap mengaitkan tangan dia pada lengan Kazuhara-san bahkan sekarang kepalanya ia senderkan ke bahu salah satu vokalis dari GENE ini. Tak ketinggalan senyum lebar diikuti tingkah manjanya begitu jelas nampak di depan mataku. Melihat itu... Bayangkanlah! Rasakanlah! Menjadi diriku! Menyaksikan sendiri orang yang telah membuatmu jatuh hati bermesraan dengan wanita lain! Aku mencoba membuat wajah yang biasa saja untuk menyembunyikan rasa kecewa. Hati yang mulai retak. Lalu pecah berkeping-keping. Aku masih berdiri tegap dihadapan mereka.
"Gak usah manja-manja gini dong Sachin.. Malu diliat Midori-san." tegur pelan Kazuhara-san tapi tetap bertahan dengan posisinya. Tak sedikitpun ia merasa risih.
"I don't care~" balasnya cuek dan tetap mengarahkan senyumnya padaku.
Aku.. Tak sanggup berada disini lebih lama lagi. Sebelum air mata tumpah, sebelum sesak bertambah berat, aku harus cepat pergi dari hadapan sepasang kekasih ini. Sudah jelas kan? Tanpa harus bertanya lebih dalam, sikap mereka sudah menunjukkannya. Lagipula, hanya ada mereka berdua disana. Aku sungguh yakin tak ada orang lain lagi. Besar kemungkinan juga mereka sekarang tinggal bersama. Dan panggilan sayang itu.. Stop! Aku tak mau melanjutkan!
"Ini, titipan dari adikku. Aku permisi pulang dulu." terpaksa aku berbohong karena tak ingin membuat kesalahpahaman diantara mereka. Biar aku saja yang menanggung rasa sakit ini. Segera kuletakkan barang yang kubawa dibawah saja kemudian berbalik pergi melangkahkan kaki dengan cepat keluar dari rumah itu.
Sialnya!
Yuta-kun datang! Berpapasan denganku yang tengah melewati pagar.
Mata kami bertemu. Air mataku yang sudah memaksa keluar tertangkap olehnya. Kutundukkan wajah ini. Tanpa sepatah kata pun aku melihat sebuah taksi di depan lalu menujunya. Mungkinkah yang barusan dipakai Yuta-kun untuk datang kesini? Aku tak peduli. Aku hanya ingin pulang sekarang juga.
"Mi-chan.. Mi-chan.." Yuta-kun mengetuk-ngetuk kaca taksi tempatku berada. Maaf, aku harus mengabaikanmu. Taksi berjalan meninggalkan dia yang tampak bingung akan keadaanku.
Di dalam taksi, air mataku tak hentinya turun. Tetap kutahan suara agar tak mengundang perhatian si supir. Walau aku pun tahu bahwa dia sering melihat kearahku dari kaca spion, tapi dia seolah tak ingin ikut campur.
Tiba di apartemen, aku langsung masuk dalam kamar. Tak pedulikan adikku apakah masih ada disana atau pergi keluar, dengan kerasnya aku menutup pintu. Brak!! Mengunci diri. Ambruk di pangkuan kasur dan meluapkan semuaaa emosiku!
"Kenapa?"
"Kenapa kau.."
"Kau sering menggodaku!"
"Memberi perhatian padaku!"
"Kita pernah larut dalam tawa bersama."
"Berbicara dengan nyamannya hingga tak terasa waktu."
"Lalu apa artinya semua itu?"
"Apa hanya permainanmu?"
"Kau.. telah membuatku menyukaimu!"
"Memikirkanmu!"
"Ingin memilikimu!"
"Tapi nyatanya yang kudapat hanyalah luka!"
"Kekecewaan!"
"Perasaan yang hanya satu arah!"
"Tak seharusnya kau memperlakukan semua wanita dengan sama!"
"LAKI-LAKI SIALAN!!"
"KUSOOO KAZUHARAAA!!"
"Aku... sangaattt membencimu!"
Cacian kuteriakkan tiada henti pada si pria hidung belang itu. Ya! Julukan yang paling pantas untuk dia! Dengan wajah tanpa berdosanya dia mengumbar kemesraan di depanku seolah diantara kami tak pernah terjadi apa-apa selama ini. Penampilannya yang bak bad boy ternyata memanglah berbanding lurus dengan sifat aslinya. Isakan tangis dengan amarah bercampur kekecewaan disertai hancurnya hatiku meratapi kebodohan terburuk ini. Bisa-bisanya aku terjebak dalam permainan dia! Aku yang belum tahu banyak tentangnya tapi mengapa aku bisa sampai menaruh hati padanya. Bodoh sekali!
Dalam tangisanku, aku teringat memori kilas balik beberapa hari lalu saat bersama Ryota. Terakhir kalinya kami berada di sunset pantai itu...
"Mungkinkah ini karma?"
**
Flashback
Hatiku terus berkecamuk akan keadaan ini. Kedua tanganku, tak hentinya meremas baju yang kupakai. Bagaimana bisa aku mengendalikan ini? Sementara napas dari si pria tinggi yang terengah itu mulai terasa oleh wajahku. Dia semakin mendekat.. dekat.. dekat.. Bersamaan dengan matahari yang perlahan terbenam mengundang kegelapan, mata kami pun ikut terpejam.
Kupalingkan segera wajah ke sisi kiri saat itu juga. Bibir Ryota, kurasakan telah menempel di pipi kananku. Masih dengan jantungku yang benar-benar berdegup tak karuan, mata yang masih tertutup dengan ekspresi wajah yang ketakutan, perlahan 'rasa' itu menghilang. Ryota bangkit, tangannya yang menahan kepalaku ia lepaskan pelan. Lalu duduk seperti semula.
"Ternyata benar!" ucapnya agak keras.
Kemudian aku ikut bangkit. Memposisikan diri menghadapnya sambil mengatur kembali 'keseimbangan tubuh'.
"Benar kan? Mi-chan gak bisa mencintaiku. Aku hanya pantas menjadi sahabatmu saja. Gak lebih." Ryota memperjelas perkataannya.
Bagaimana aku harus menjawab? Sungguh, aku kini kehilangan kata-kata.
"Kamu menolak ciumanku.. Doushite, Mi-chan?" tanyanya dengan raut wajah serius.
Aku masih diam.
"Yuta-kun?" satu nama yang dia ucap langsung mengejutkanku.
"Ee?"
"Aku tau semuanya. Di rumah Ryuto-kun.. Aku menguping pembicaraan kalian. Dan pelukan itu pun... Mantan pacarmu yang pernah diceritakan padaku, itu Yuta-kun, kan?" dengan suaranya yang kian terdengar goyah ia terus melanjutkan pembicaraannya
"Jadi, pintu rumah Kazuhara-san yang tiba-tiba terbuka itu.. Ryota lah yang berada disana?" batinku.
"Tidak! Aku dan Yuta-kun udah gak ada hubungan apa-apa lagi! Kita hanya berteman." aku menyangkal.
"Lalu? Siapa penghalang diantara kita?" tanyanya.
Aku tak bisa mengatakan. Aku tak bisa jujur pada Ryota mengenai ini.
"Aku udah terlalu nyaman dengan keadaan ini, Ryota! Aku gak mau merusaknya! Mengertilah.." balasku.
"Mungkinkah.. teman bernyanyiku di grup?" dia tak mengindahkan penjelasan dariku.
Deg! Apa yang harus aku katakan?
"Itu..." bingungku sembari tertunduk.
"Sudahlah lupakan, Mi-chan." potong Ryota.
"Maafkan aku.. Jangan marah.." mohonku.
"Beraninya sekali aku mencintai seseorang yang gak bisa mencintaiku. Haha!" aku melihat ia tertawa dengan matanya yang merah diiringi tetesan air mata membasahi pipi.
yurusareru koto naraba~
ima omoi wo uchiaketai~
ima wa mada.. kanawanu koi~
Tak ada yang bisa aku lakukan. Aku hanya diam mengikuti arusnya saja. Sulit bagiku menyusun kata menjadi kalimat untuk kusampaikan padanya. Ya, ini bukan waktu yang tepat. Aku hanya berharap bahwa ini bukanlah terakhir kalinya kami bertemu.
Kami memutuskan untuk pulang. Hari yang diawali dengan penuh kebahagiaan harusnya diakhiri dengan hal yang sama juga. Tapi tidak bagi kisah kami..
Flashback end
**
"Ini benar-benar karma.."
"Apa yang dirasakan Ryota saat itu, aku merasakannya juga kini."
"Aku ingin bertemu dengannya.."
"Meminta maaf.."
"Tapi apa dia masih mau menerimaku? Sedangkan tak ada komunikasi lagi diantara kita semenjak hari itu.."
-bersambung-
Cindyyyyyy chaaaannnnn, sambungannya maaaaannaaaaaaaπππππππππππππ
ReplyDeleteAku yakin Ryuto-kun dan Sachin tidak seperti yang disangka si ijo kannnn??? (Positive thinking) πΆ
ReplyDeleteHmmmm pertanyaan yang tak bisa dijawab sekarang
Deleteπ₯Ίππππ
ReplyDelete