Part 13: Stupid
(Kazuhara Ryuto focus)
Baka
Baka...
Bakaaaaa!!!
Bodoh sekali! Aku bagaikan manusia terbodoh di dunia!!
Kata itu terus berulang dalam pikiranku. Meski mulut membisu namun mata tampak bekerja melebihi kapasitas seolah gerombolan air berlomba-lomba keluar dari sana. Masih dalam keadaan yang seperti itu dengan tubuh menelungkup diatas kasur, kemudian suara pesan line terdengar dari ponsel.
-Kamu baik-baik aja kah, Mi-chan?-
Tanganku menggapai benda itu yang tergeletak di samping kiri. Sebaris kalimat datang dari sang mantan yang jelas-jelas menjadi saksi dari penyebab tangisku, meskipun ia tidak mengetahui apa yang telah terjadi. Tanya darinya semakin membuat perasaanku teriris. Menyesali. Meratapi kebodohan yang saat ini aku lakukan.
"Midori bodoh!"
Kembali lagi aku menyebut kata itu yang sungguh mendeskripsikan diriku. Aku yang telah mengubur kenangan masa lalu dengannya, namun sekarang malah membongkarnya lagi. Teringat pada tujuh tahun silam. Andai saja kebodohan fatal masa lalu itu tak kulakukan. Andai saja aku tak bersikap egois. Andai saja aku bisa lebih mengerti dirinya. Aku dengannya pasti akan tetap bersama sampai sekarang. Dan rasa sakit ini tak akan pernah terjadi di hidupku. Takkan ada kebodohan lain yang aku perbuat. Namun.. itu hanyalah 'seandainya'. Kini kami sudah tak sejalan dengan masa lalu. Aku memang tak pantas untuk bersamanya lagi. Aku benar-benar bodoh!
Ryota.. aku pun begitu bodohnya tak pernah bisa mengerti bagaimana perasaan sahabat yang tulus mencintaiku. Aku tak bisa memahami dengan benar apa keinginannya. Orang macam apa aku ini yang selalu menganggap kesungguhan dia sebagai candaan belaka. Buruk sekali diriku.. Ryota, maafkan aku. Ryota.. aku membutuhkanmu.. jangan pernah pergi, kumohon..
Terakhir, kebodohan yang benar-benar membuatku terlempar ke dasar jurang, bahwa aku telah jatuh cinta pada orang yang salah! Aaarrggghh!!
Begitu banyak rasa sesal berkecamuk di pikiran. Lambat laun tenagaku berkurang. Terkuras akibat puncak emosi yang sedari tadi menguasai diri. Lelah sekali dan tubuh semakin lemas. Rasa kantuk mulai tak tertahankan. Aku terlelap.
-Kamu baik-baik aja kah, Mi-chan?-
Tanganku menggapai benda itu yang tergeletak di samping kiri. Sebaris kalimat datang dari sang mantan yang jelas-jelas menjadi saksi dari penyebab tangisku, meskipun ia tidak mengetahui apa yang telah terjadi. Tanya darinya semakin membuat perasaanku teriris. Menyesali. Meratapi kebodohan yang saat ini aku lakukan.
"Midori bodoh!"
Kembali lagi aku menyebut kata itu yang sungguh mendeskripsikan diriku. Aku yang telah mengubur kenangan masa lalu dengannya, namun sekarang malah membongkarnya lagi. Teringat pada tujuh tahun silam. Andai saja kebodohan fatal masa lalu itu tak kulakukan. Andai saja aku tak bersikap egois. Andai saja aku bisa lebih mengerti dirinya. Aku dengannya pasti akan tetap bersama sampai sekarang. Dan rasa sakit ini tak akan pernah terjadi di hidupku. Takkan ada kebodohan lain yang aku perbuat. Namun.. itu hanyalah 'seandainya'. Kini kami sudah tak sejalan dengan masa lalu. Aku memang tak pantas untuk bersamanya lagi. Aku benar-benar bodoh!
Ryota.. aku pun begitu bodohnya tak pernah bisa mengerti bagaimana perasaan sahabat yang tulus mencintaiku. Aku tak bisa memahami dengan benar apa keinginannya. Orang macam apa aku ini yang selalu menganggap kesungguhan dia sebagai candaan belaka. Buruk sekali diriku.. Ryota, maafkan aku. Ryota.. aku membutuhkanmu.. jangan pernah pergi, kumohon..
Terakhir, kebodohan yang benar-benar membuatku terlempar ke dasar jurang, bahwa aku telah jatuh cinta pada orang yang salah! Aaarrggghh!!
Begitu banyak rasa sesal berkecamuk di pikiran. Lambat laun tenagaku berkurang. Terkuras akibat puncak emosi yang sedari tadi menguasai diri. Lelah sekali dan tubuh semakin lemas. Rasa kantuk mulai tak tertahankan. Aku terlelap.
Untuk yang kedua kalinya di hari ini, aku diganggu oleh suara gemuruh yang seenaknya masuk ke telinga. Sudah jelas siapa si pelaku keributan. Kurasakan tubuhku begitu kaku tak sanggup untuk bangkit. Hanya tangan yang berusaha meraba sekitar, mencari sebuah benda persegi panjang penghubung manusia tanpa jarak. Berhasil meraihnya, langsung kukirim sebuah pesan pada si pelaku,
-Jangan ganggu!-
Tak sampai lima detik, balasan kuterima, -Nee-chan udah makan?-
-Jangan ganggu!- tulisan yang sama kukirim kembali. Berharap adikku bisa mengerti dengan keadaanku saat ini, dan dia bisa membuat atau mencari makanannya sendiri. Seketika terhenti keributan yang terjadi di depan pintu kamar.
Sejujurnya, perutku teramat lapar, namun rasa itu kalah telak oleh kondisiku yang.. ahh! Parah sekali. Sangat memprihatinkan. Patah hati (berturut-turut) bisa membuat aku jadi tumbang seketika. Dimana akal sehatmu, Midori? Aku memang tak sehat. Sekali lagi, aku adalah manusia bodoh!
**
Sejujurnya, perutku teramat lapar, namun rasa itu kalah telak oleh kondisiku yang.. ahh! Parah sekali. Sangat memprihatinkan. Patah hati (berturut-turut) bisa membuat aku jadi tumbang seketika. Dimana akal sehatmu, Midori? Aku memang tak sehat. Sekali lagi, aku adalah manusia bodoh!
**
"Hoaammm" menguap dengan lebar saat kubangun dari tidur yang panjang. Sudah menjadi kebiasaan, hal pertama yang kulakukan pasti mengecek telepon selular.
"YABBBAI!! SETENGAH 8!" aku bak tersengat listrik saat melihat jam yang terpampang di layar ponsel. Hari ini sudah waktunya aku bekerja! Hanya tersisa 30 menit sampai waktu masuk tiba. Mana aku belum mandi, sarapan, menempuh perjalanan, bagaimana ini... aku pasti terlambat! Sial!!
Selepas mandi dengan terburu-buru, badanku masih terasa lemas dan dihantui kelaparan serta haus menggerogoti tenggorokan. Diikuti juga kepalaku yang kian lama kian berputar-putar. Tapi aku sungguh tak memikirkan hal itu. Aku harus pergi sekarang. Waktu cuti telah habis. Dan aku tak boleh seenaknya melanggar komitmen. Tetap kupaksa berjalan sambil bersangga pada dinding atau apa saja 'benda raksasa' yang terletak sepanjang menuju pintu keluar. Aku mohon Tuhan, kuatkan aku. Terdengar suara samar-samar dari arah belakang, "Nee-chan daijoubu?"
Tak ku sahut dan terus melangkahkan kaki hingga sampai di depan pintu. Membukanya, lalu yang aku ingat hanya tubuhku yang sudah tak seimbang dan pandangan mulai kabur lalu semuanya berubah hitam pekat.
.
..
"Kau sudah bangun?" suara yang terdengar berat berasal dari arah samping. Aku membuka mata perlahan. Tiba-tiba saja tubuh ini yang sudah terasa remuk terbaring diatas tempat tidur. Menoleh ke arah suara itu, sedikit demi sedikit pandanganku mulai jelas, menangkap sesosok pria duduk di sebelahku.
"Sedang a-- ehem.. apa- kau disini?!" dengan pelannya suaraku lalu tertahan karena tenggorokan ini rasanya amat kering, aku refleks bangkit dari posisi tidur setelah mendapati seseorang berada disampingku. Saat mencoba duduk, ah! betapa pusingnya kepala..
Pria yang melihatku dalam ketidakberdayaan ini bergegas pergi lalu kembali dengan membawa dua gelas air minum. Satu ia simpan dan satu lagi langsung ia arahkan ke depan mulutku. Secepatnya aku meneguk habis tak bersisa air dalam gelas yang masih dia pegangi. Segar.. mengalir deras melepas dahaga.
"Masih haus?" tanyanya. Aku menggeleng.
"Kembalilah berbaring. Kau masih belum sehat." ucapnya membantuku untuk memposisikan diri ke semula. Memanglah, aku sudah tak sanggup untuk berlama-lama dalam posisi duduk.
Telapak tangannya, kemudian menggapai dahiku dan membolak-balikkannya diatas, "Syukurlah kau tidak demam"
Apa-apaan orang ini..
"Apa-- yang sedang kau lakukan?" aku kembali bertanya hal yang sama.
"Menjagamu.." jawabnya cepat.
Hah? Apa yang dia katakan? Tiba-tiba saja ada disini dan ia bilang sedang menjagaku? Dengan masih pelannya suara diikuti nada ketus yang keluar akibat rasa benciku padanya mulai timbul lagi, aku lanjutkan pertanyaan, "Bagaimana bisa.. tiba-tiba berada di kamarku? Apa kau menyelonong masuk?!"
"Kau pingsan di pangkuanku" ia membalas langsung pada inti.
"Apaa?!" responku tak percaya.
"Kau membuka pintu saat aku hendak menekan bel. Tiba-tiba saja tubuhmu ambruk dihadapanku." jelasnya.
Masa sih? Jadi aku habis pingsan toh.. dan dia yang membawaku ke kamar?
"Untuk apa kau datang kesini pagi-pagi?" tetap dengan nada ketus aku mengalihkan pertanyaan serta pandangan darinya.
"Pergi latihan fitnes. Aku sudah ada janji dengan Mori-kun"
Aku mulai ingat pada perkataan Taishi kemarin bahwa hari ini dia memang ada jadwal pelatihan. Lalu dia, kenapa menyuruh si pria otot ini untuk datang kemari? Tak bisakah mereka bertemu di luar saja, aku benar-benar muak melihat wajah orang ini. Ya, sudah bisa ditebak kan siapa yang kini tengah bersamaku.
"Pergilah!" suruhku dengan memasang wajah masam dan tetap memalingkannya.
"Sepertinya Midori-san lebih membutuhkan Ryota untuk menemanimu disini"
"Sok tahu!" jutekku. Mengapa dia langsung menyebut nama Ryota? Apa yang dia ketahui tentang hubunganku dengan teman duetnya itu?
"Bukan sok tahu.. Saat kau pingsan, beberapa kali kau mengigaukan namanya"
"Masa???" batinku. Aku masih membisu.
"Haruskah aku menghubungi dia sekarang?" tawarnya.
"Biar aku saja yang menghubunginya. Ini bukan urusanmu, pergi sana!" elakku.
Dengan tegas dia menjawab, "Aku tidak bisa meninggalkanmu jika kau masih sendirian!"
"Ryota yang akan menemaniku, sudah jelas kan?"
"Aku akan pergi setelah dia sampai kesini" si bapak-bapak berjenggot itu terus memaksa untuk tetap tinggal.
"Selama menunggu Ryota, biar Taishi saja yang disini" aku terus mencari cara agar membuatnya pergi dari hadapanku. Jiwaku mendorong untuk mengusir dia secara paksa, tak peduli sekalipun aku harus membentaknya. Tapi keadaan tubuhku saat ini sungguh tak mendukung.
Lalu orang itu malah berdesis tawa sambil memberitahu, "Dia sudah pergi ke tempat fitnes. Hanya aku yang ada disini loh.."
"Yang benar saja?" si bakayaro itu... tega sekali dia meninggalkan kakaknya yang sedang tak berdaya ini hanya demi hobi yang kapanpun bisa dilakukan. Kerutan tampak jelas di dahiku.
"Jangan marah padanya. Dia pergi karena terpaksa, ada hal yang harus diselesaikan sekarang juga. Dan dia menitipkan dirimu padaku. Biar aku saja yang absen latihan hari ini. Tidak masalah kok.." si pemiliki nama Kazuhara kembali mengungkap penjelasan diikuti dengan senyum menyungging dari bibirnya.
"Jika Midori-san perlu sesuatu, katakanlah saja padaku. Aku siap sedia! Tak usah sungkan :)" lanjutnya yang menebar senyuman makin lebar hingga membuat matanya yang sipit semakin tenggelam.
Aku masih menanggapinya dengan sinis. Tak akan lagi aku terperangkap dalam permainanmu. Kau mau jadi sok pahlawan, Kazuhara? Dengan mengatakan hal demikian kau kira aku akan luluh padamu? Berterimakasih karena kebaikanmu? Perhatianmu? Lalu terpesona pada senyuman yang kini sedang kau jadikan senjata? Kebodohanku akibat ulahmu cukup terjadi sekali saja dalam hidupku. Aku tidak akan pernah mengulang itu lagi. Sungguh pria yang tak tahu diri! Aku jadi begini pun gara-gara kau. Masih tak sadarkah pada kesalahanmu? Atau ini memang sudah menjadi kebiasaanmu? Merasa bangga karena telah berhasil menaklukan hati banyak wanita? Sungguh malang sekali nasib kekasih bule (abal-abal)mu itu. Akan menyakitkan jika dia mengetahui kelakuan aslimu sebagai pemain hati. Tak ada kebanggaan sedikitpun walau memiliki kekasih seorang artis. Ya.. ini memang hakmu dalam urusan kisah asmara, tapi cara yang kau lakukan sungguh tak bermoral. Cih!
"Sok manis!" aku menggerutu. Dia tampak santai saja.
krubuk~ krubuk~
Ya Tuhan.. mengapa Engkau hadirkan nyanyian di perutku saat masih ada orang ini? Aku memang sangat lapar, tapi.. jangan sekarang.. namun tanpa sadar tanganku telah berada diatas anggota tubuh suara ini berasal. Tampak mengisyaratkan bahwa secepatnya harus terisi.
Sudah tertebak apa yang akan dia lakukan sekarang.
"Tunggu sebentar ya.. aku akan membuatkan makanan untukmu" dia menuju ke dapurku untuk bermain dengan peralatan masak disana di waktu yang ketiga kalinya.
Cepat sekali, belum sampai lima menit si Kazuhara kembali, "Aku tak menemukan bahan makanan sedikitpun disana, Midori-san"
"Itu.." aku memang belum membeli persediaan karena aku pun baru saja kemarin lusa sampai disini. Astaga.. penderitaanku tak ada habisnya.
"Atau aku membeli bahan-bahannya sekarang saja?" tawarnya yang masih berdiri dekat pintu bersiap-siap pergi.
"Aku keburu mati kelaparan kalo harus menunggumu!" tsah! pisauku beraksi.
"Benar juga.. ah! aku pesankan makanan saja" dia tetap berusaha memberi ide.
"Kau pikir itu akan cepat sampai? Tak ada bedanya dengan yang tadi" semakin dalam pisau yang aku tebaskan padanya.
"Lalu, aku harus bagaimana?" kemudian dia langsung menghampiriku memasang wajah yang panik. Menatapku seakan memberi tanda bahwa -aku mohon, katakanlah apa maumu, aku akan melakukannya untukmu-.
Heh! Jangan terpengaruh! Pasang dengan kuat benteng pertahananmu Midori! Kamu kini membencinya. Dan akan tetap membencinya. Ingat itu!
Aku langsung menunjuk kearah tas yang tergantung dibalik pintu. Mengatakan bahwa ada satu buah mie dalam cup tersimpan disana. Itu saja, yang paling tepat untuk bisa mengganjal perutku sekarang. Praktis dan cepat. Tak peduli akan mengenyangkan atau tidak, tapi itu adalah satu-satunya solusi.
Dia segera mengambilnya. Pergi lagi ke dapur untuk menyiapkan itu. Membawanya kembali ke dalam kamarku. Dan menunggu sampai siap kusantap.
"Arigatou" ucapan terimakasih terpaksa kukatakan atas bantuan yang telah dia beri.
"Mm.. tinggal menunggu dua menit lagi. Sabar yaa.. hehe" balasnya malah cengengesan. Hello?? Kau pikir bodohku sampai ke ubun-ubun hingga tak tahu berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membuat makanan ini? Atau ini hanya basa-basimu saja agar terus bisa mengobrol denganku setelah dari tadi aku mengabaikanmu? Hilihh~
"Pergilah, aku ingin sendiri" suruhku.
Dia tetap bertahan pada posisinya, "Apa kau lupa? aku tak bisa meninggalkanmu sendirian"
"Aku tak suka dipaksa, Kazuhara-san. Jangan sampai membuatku marah" ekspresi serius mulai terpancar dari wajahku.
"Kau tampak berbeda dari biasanya. Aku seperti tak mengenalimu.." tak mau kalah, dia pun ikut-ikutan serius saat berbicara.
"Sudahlah, aku tak mau berdebat. Cepat pergi!" kini aku mengubah posisi tidur dari terlentang jadi menghadap kesamping yang berlawanan dengan posisi dia berada.
Masih belum mau menuruti perintahku, pria kelahiran 1992 ini terus menerus bertanya, "Apa aku punya salah padamu?"
Dengan jelas kalimat itu terdengar oleh kedua telingaku. -Apa aku punya salah padamu?- Benar-benar tak tahu diri! Tak sadar diri! Jenis pria seperti ini sungguh memuakkan diriku!
"Cepat kau pergi!!" tak henti aku melontarkan ini padanya yang berada dibelakangku.
"Tidak mau!" orang ini masih tetap ngeyel.
"Pergi!!"
"Tidak!"
Emosiku kian meradang. Membuat aku bangun seketika sambil meraih guling dan berbalik menghadapnya.
"Pergi kau! Pergi!! Pergi, Kazuharaaa!!!" berkali-kali kuhantamkan benda itu padanya. Meski dengan tenaga yang minim, aku terus berusaha meluapkan kemarahan.
Dia, awalnya terlihat pasrah dengan apa yang sedang aku lakukan padanya. Diam menerima saja pukulan tidak langsung dariku. Sampai lelahnya tiba, kedua tangan dia menghentikan 'aktivitas' ku.
"Apa yang sebenarnya terjadi padamu?!" tanyanya meninggi. Kami terpaku.
Kali ini, sekali saja.. aku memberanikan diri menatapnya. Melihat pada sorot mata dia.
"Pergilah, aku mohon.." air mata mengiringi seraya aku mengucap dengan lemahnya. Sekarang, aku rasa dia telah memahami bagaimana perasaanku.
"Baik, aku akan pergi.." balasnya singkat yang masih menyimpan pertanyaan atas sikapku saat ini. Dia benar-benar telah pergi dari hadapanku.
Untuk satu hal ini, aku tak merasa jadi manusia bodoh karena telah menyuruhnya pergi, bahkan membiarkan dia untuk pergi jauh dari hidupku pun, aku pasti sanggup. Untuk apa mempertahankan orang seperti dia? Demi kebahagiaanku, aku harus rela melepas rasaku padanya. Mata dan pikiranku harus terbuka lebar dan menyadari bahwa perasaan yang kupendam untuknya adalah sebuah kesalahan dan kebodohan, tentunya..
Tak ku sahut dan terus melangkahkan kaki hingga sampai di depan pintu. Membukanya, lalu yang aku ingat hanya tubuhku yang sudah tak seimbang dan pandangan mulai kabur lalu semuanya berubah hitam pekat.
.
..
"Kau sudah bangun?" suara yang terdengar berat berasal dari arah samping. Aku membuka mata perlahan. Tiba-tiba saja tubuh ini yang sudah terasa remuk terbaring diatas tempat tidur. Menoleh ke arah suara itu, sedikit demi sedikit pandanganku mulai jelas, menangkap sesosok pria duduk di sebelahku.
"Sedang a-- ehem.. apa- kau disini?!" dengan pelannya suaraku lalu tertahan karena tenggorokan ini rasanya amat kering, aku refleks bangkit dari posisi tidur setelah mendapati seseorang berada disampingku. Saat mencoba duduk, ah! betapa pusingnya kepala..
Pria yang melihatku dalam ketidakberdayaan ini bergegas pergi lalu kembali dengan membawa dua gelas air minum. Satu ia simpan dan satu lagi langsung ia arahkan ke depan mulutku. Secepatnya aku meneguk habis tak bersisa air dalam gelas yang masih dia pegangi. Segar.. mengalir deras melepas dahaga.
"Masih haus?" tanyanya. Aku menggeleng.
"Kembalilah berbaring. Kau masih belum sehat." ucapnya membantuku untuk memposisikan diri ke semula. Memanglah, aku sudah tak sanggup untuk berlama-lama dalam posisi duduk.
Telapak tangannya, kemudian menggapai dahiku dan membolak-balikkannya diatas, "Syukurlah kau tidak demam"
Apa-apaan orang ini..
"Apa-- yang sedang kau lakukan?" aku kembali bertanya hal yang sama.
"Menjagamu.." jawabnya cepat.
Hah? Apa yang dia katakan? Tiba-tiba saja ada disini dan ia bilang sedang menjagaku? Dengan masih pelannya suara diikuti nada ketus yang keluar akibat rasa benciku padanya mulai timbul lagi, aku lanjutkan pertanyaan, "Bagaimana bisa.. tiba-tiba berada di kamarku? Apa kau menyelonong masuk?!"
"Kau pingsan di pangkuanku" ia membalas langsung pada inti.
"Apaa?!" responku tak percaya.
"Kau membuka pintu saat aku hendak menekan bel. Tiba-tiba saja tubuhmu ambruk dihadapanku." jelasnya.
Masa sih? Jadi aku habis pingsan toh.. dan dia yang membawaku ke kamar?
"Untuk apa kau datang kesini pagi-pagi?" tetap dengan nada ketus aku mengalihkan pertanyaan serta pandangan darinya.
"Pergi latihan fitnes. Aku sudah ada janji dengan Mori-kun"
Aku mulai ingat pada perkataan Taishi kemarin bahwa hari ini dia memang ada jadwal pelatihan. Lalu dia, kenapa menyuruh si pria otot ini untuk datang kemari? Tak bisakah mereka bertemu di luar saja, aku benar-benar muak melihat wajah orang ini. Ya, sudah bisa ditebak kan siapa yang kini tengah bersamaku.
"Pergilah!" suruhku dengan memasang wajah masam dan tetap memalingkannya.
"Sepertinya Midori-san lebih membutuhkan Ryota untuk menemanimu disini"
"Sok tahu!" jutekku. Mengapa dia langsung menyebut nama Ryota? Apa yang dia ketahui tentang hubunganku dengan teman duetnya itu?
"Bukan sok tahu.. Saat kau pingsan, beberapa kali kau mengigaukan namanya"
"Masa???" batinku. Aku masih membisu.
"Haruskah aku menghubungi dia sekarang?" tawarnya.
"Biar aku saja yang menghubunginya. Ini bukan urusanmu, pergi sana!" elakku.
Dengan tegas dia menjawab, "Aku tidak bisa meninggalkanmu jika kau masih sendirian!"
"Ryota yang akan menemaniku, sudah jelas kan?"
"Aku akan pergi setelah dia sampai kesini" si bapak-bapak berjenggot itu terus memaksa untuk tetap tinggal.
"Selama menunggu Ryota, biar Taishi saja yang disini" aku terus mencari cara agar membuatnya pergi dari hadapanku. Jiwaku mendorong untuk mengusir dia secara paksa, tak peduli sekalipun aku harus membentaknya. Tapi keadaan tubuhku saat ini sungguh tak mendukung.
Lalu orang itu malah berdesis tawa sambil memberitahu, "Dia sudah pergi ke tempat fitnes. Hanya aku yang ada disini loh.."
"Yang benar saja?" si bakayaro itu... tega sekali dia meninggalkan kakaknya yang sedang tak berdaya ini hanya demi hobi yang kapanpun bisa dilakukan. Kerutan tampak jelas di dahiku.
"Jangan marah padanya. Dia pergi karena terpaksa, ada hal yang harus diselesaikan sekarang juga. Dan dia menitipkan dirimu padaku. Biar aku saja yang absen latihan hari ini. Tidak masalah kok.." si pemiliki nama Kazuhara kembali mengungkap penjelasan diikuti dengan senyum menyungging dari bibirnya.
"Jika Midori-san perlu sesuatu, katakanlah saja padaku. Aku siap sedia! Tak usah sungkan :)" lanjutnya yang menebar senyuman makin lebar hingga membuat matanya yang sipit semakin tenggelam.
Aku masih menanggapinya dengan sinis. Tak akan lagi aku terperangkap dalam permainanmu. Kau mau jadi sok pahlawan, Kazuhara? Dengan mengatakan hal demikian kau kira aku akan luluh padamu? Berterimakasih karena kebaikanmu? Perhatianmu? Lalu terpesona pada senyuman yang kini sedang kau jadikan senjata? Kebodohanku akibat ulahmu cukup terjadi sekali saja dalam hidupku. Aku tidak akan pernah mengulang itu lagi. Sungguh pria yang tak tahu diri! Aku jadi begini pun gara-gara kau. Masih tak sadarkah pada kesalahanmu? Atau ini memang sudah menjadi kebiasaanmu? Merasa bangga karena telah berhasil menaklukan hati banyak wanita? Sungguh malang sekali nasib kekasih bule (abal-abal)mu itu. Akan menyakitkan jika dia mengetahui kelakuan aslimu sebagai pemain hati. Tak ada kebanggaan sedikitpun walau memiliki kekasih seorang artis. Ya.. ini memang hakmu dalam urusan kisah asmara, tapi cara yang kau lakukan sungguh tak bermoral. Cih!
"Sok manis!" aku menggerutu. Dia tampak santai saja.
krubuk~ krubuk~
Ya Tuhan.. mengapa Engkau hadirkan nyanyian di perutku saat masih ada orang ini? Aku memang sangat lapar, tapi.. jangan sekarang.. namun tanpa sadar tanganku telah berada diatas anggota tubuh suara ini berasal. Tampak mengisyaratkan bahwa secepatnya harus terisi.
Sudah tertebak apa yang akan dia lakukan sekarang.
"Tunggu sebentar ya.. aku akan membuatkan makanan untukmu" dia menuju ke dapurku untuk bermain dengan peralatan masak disana di waktu yang ketiga kalinya.
Cepat sekali, belum sampai lima menit si Kazuhara kembali, "Aku tak menemukan bahan makanan sedikitpun disana, Midori-san"
"Itu.." aku memang belum membeli persediaan karena aku pun baru saja kemarin lusa sampai disini. Astaga.. penderitaanku tak ada habisnya.
"Atau aku membeli bahan-bahannya sekarang saja?" tawarnya yang masih berdiri dekat pintu bersiap-siap pergi.
"Aku keburu mati kelaparan kalo harus menunggumu!" tsah! pisauku beraksi.
"Benar juga.. ah! aku pesankan makanan saja" dia tetap berusaha memberi ide.
"Kau pikir itu akan cepat sampai? Tak ada bedanya dengan yang tadi" semakin dalam pisau yang aku tebaskan padanya.
"Lalu, aku harus bagaimana?" kemudian dia langsung menghampiriku memasang wajah yang panik. Menatapku seakan memberi tanda bahwa -aku mohon, katakanlah apa maumu, aku akan melakukannya untukmu-.
Heh! Jangan terpengaruh! Pasang dengan kuat benteng pertahananmu Midori! Kamu kini membencinya. Dan akan tetap membencinya. Ingat itu!
Aku langsung menunjuk kearah tas yang tergantung dibalik pintu. Mengatakan bahwa ada satu buah mie dalam cup tersimpan disana. Itu saja, yang paling tepat untuk bisa mengganjal perutku sekarang. Praktis dan cepat. Tak peduli akan mengenyangkan atau tidak, tapi itu adalah satu-satunya solusi.
Dia segera mengambilnya. Pergi lagi ke dapur untuk menyiapkan itu. Membawanya kembali ke dalam kamarku. Dan menunggu sampai siap kusantap.
"Arigatou" ucapan terimakasih terpaksa kukatakan atas bantuan yang telah dia beri.
"Mm.. tinggal menunggu dua menit lagi. Sabar yaa.. hehe" balasnya malah cengengesan. Hello?? Kau pikir bodohku sampai ke ubun-ubun hingga tak tahu berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membuat makanan ini? Atau ini hanya basa-basimu saja agar terus bisa mengobrol denganku setelah dari tadi aku mengabaikanmu? Hilihh~
"Pergilah, aku ingin sendiri" suruhku.
Dia tetap bertahan pada posisinya, "Apa kau lupa? aku tak bisa meninggalkanmu sendirian"
"Aku tak suka dipaksa, Kazuhara-san. Jangan sampai membuatku marah" ekspresi serius mulai terpancar dari wajahku.
"Kau tampak berbeda dari biasanya. Aku seperti tak mengenalimu.." tak mau kalah, dia pun ikut-ikutan serius saat berbicara.
"Sudahlah, aku tak mau berdebat. Cepat pergi!" kini aku mengubah posisi tidur dari terlentang jadi menghadap kesamping yang berlawanan dengan posisi dia berada.
Masih belum mau menuruti perintahku, pria kelahiran 1992 ini terus menerus bertanya, "Apa aku punya salah padamu?"
Dengan jelas kalimat itu terdengar oleh kedua telingaku. -Apa aku punya salah padamu?- Benar-benar tak tahu diri! Tak sadar diri! Jenis pria seperti ini sungguh memuakkan diriku!
"Cepat kau pergi!!" tak henti aku melontarkan ini padanya yang berada dibelakangku.
"Tidak mau!" orang ini masih tetap ngeyel.
"Pergi!!"
"Tidak!"
Emosiku kian meradang. Membuat aku bangun seketika sambil meraih guling dan berbalik menghadapnya.
"Pergi kau! Pergi!! Pergi, Kazuharaaa!!!" berkali-kali kuhantamkan benda itu padanya. Meski dengan tenaga yang minim, aku terus berusaha meluapkan kemarahan.
Dia, awalnya terlihat pasrah dengan apa yang sedang aku lakukan padanya. Diam menerima saja pukulan tidak langsung dariku. Sampai lelahnya tiba, kedua tangan dia menghentikan 'aktivitas' ku.
"Apa yang sebenarnya terjadi padamu?!" tanyanya meninggi. Kami terpaku.
Kali ini, sekali saja.. aku memberanikan diri menatapnya. Melihat pada sorot mata dia.
"Pergilah, aku mohon.." air mata mengiringi seraya aku mengucap dengan lemahnya. Sekarang, aku rasa dia telah memahami bagaimana perasaanku.
"Baik, aku akan pergi.." balasnya singkat yang masih menyimpan pertanyaan atas sikapku saat ini. Dia benar-benar telah pergi dari hadapanku.
Untuk satu hal ini, aku tak merasa jadi manusia bodoh karena telah menyuruhnya pergi, bahkan membiarkan dia untuk pergi jauh dari hidupku pun, aku pasti sanggup. Untuk apa mempertahankan orang seperti dia? Demi kebahagiaanku, aku harus rela melepas rasaku padanya. Mata dan pikiranku harus terbuka lebar dan menyadari bahwa perasaan yang kupendam untuknya adalah sebuah kesalahan dan kebodohan, tentunya..
Ohhh ayolahhhh pasti si ijo salah paham kannnn ππ kalo Ryuto sama Sachin pacaran pasti ga bakal kayak gitu sama si ijo πΆ
ReplyDeleteTapi tapi.. kalo cowoknya nakal kan suka gitu.. disana ada, disini ada *ehh
DeleteDri eps sebelumnya... aku kepikiran... sachin itu bukan si sachan kan? Aka nisa? π π π
ReplyDeleteHampir mirip yak namanya.. tapi emang diihat2 kayak Nisa sih suka melirik yg disukai oranglain //waduhh//
DeleteLanjut....lanjut....lanjut....π₯Ίπ₯Ίπ₯Ίπ₯Ίπ₯Ίπ₯Ίπ₯Ίπ₯Ί
Deletekenapa saya jadi kesemsem sama Ryuto o.o
ReplyDeleteNggak bolehhhhhhhhh....
Deleteπ ♀️π ♀️π ♀️π ♀️π ♀️π ♀️π ♀️π ♀️π ♀️
bias wrecker >,<
Delete@Vivi ehh ada pecinta bapak Ryuto eheheh
Lanjutannya kapaaannnnnnn cindddddyyyyy chaaaaannnnπππππππππππ
ReplyDelete