Part 2: Echo
Part 3: Fallin
Part 4: Burning Up
Part 5: Let Me Fly
Part 6: Into You
Part 7: Never Let You Go
Part 3: Fallin
Part 4: Burning Up
Part 5: Let Me Fly
Part 6: Into You
Part 7: Never Let You Go
Part 9: All For You (1)
(Katayose Ryota focus)
Mentang-mentang hari libur, aku dan Asuka bebas untuk tidur jam berapapun. Sepanjang malam kami bergosip tiada henti. Tak lupa pula dia terus mencari-cari kesempatan untuk menebar racun GENERATIONS padaku. Diajaknya lah aku menonton suatu variety show yang dia sebut "Genekou" di channel AbemaTV. Selama acara berlangsung, kami tak bisa berhenti menahan tawa apalagi atas kelakuan yang ditunjukkan oleh Kazuhara-san. Aku tahu dia memang lucu, tapi ini lebih parah. Dan juga.. tunggu! Mengapa banyak kata-kata dia yang disensor? Asuka menjawab, "Hentai-san! Kata-katanya tak pantas didengar oleh anak-anak muda yang menonton acara ini hahaha" Sambil tertawa keras. Mendengar itu sontak membuat aku tercengang,
"Eh benarkah? Lalu mengapa aku bisa menaruh hati pada orang seperti ini? Mengapa.." batinku.
Ahh sudah jangan dipikirkan dulu. Bisa saja ini hanya untuk menghibur penonton, kan? Selain itu, Asuka pun tak lelah untuk terus-terusan menggodaku tentang Katayose-kun. Sudah kukatakan berkali-kali kebenaran tentang aku dengannya namun dia tetap berpura-pura tak dengar. Menyebalkan sekali lah kau Asuka!! Beberapa episode telah kami lewati sampai kami kelelahan dan tidur sekitar jam sudah menunjukkan pukul 03.30 AM.
Pukul 11.00 AM kami baru sarapan. Kedua orang tuanya Asuka sedang pergi mengunjungi kerabat jadi hanya ada kami berdua saja di rumahnya.
"Ohh iya! Lusa gue mau pulang nih ke Osaka. Lo mau dibawain oleh-oleh apa?" tanyaku.
"Wahh Mi-chan pulang kampung. Apa aja deh tapi yang banyaaakk." jawabnya.
"Ngerampok lo?! Siap deh.." balasku.
"Sama Taishi-kun?" tanyanya lagi.
"Ngapain ngajak tuh anak. Dia gue tinggalin aja di apartemen sendirian hahaha. Gak bakal ilang juga" ucapku.
"Jahatnyaa!! Kakak yang gak berkepriadekan lo." balasnya.
"Dia kan masih punya tanggung jawab sebagai mahasiswa. Kalo gue mah bisa ambil jatah cuti kapanpun. Jadi biar aja nanti si Taishi pulangnya pas libur semester." jawabku membela diri tapi sebenarnya aku memang tak ada niat sih untuk mengajak adikku kesana. Karena kepulanganku kali ini berbeda dari biasanya ^^
"Oke dehh selamat bersenang-senang Mi-chan.." ucap Asuka lalu melahap makanannya.
**
~~cuit cuit cuit~~
~~cuit cuit cuit~~
"Midori.. bangun!! Midori... tok~ tok~ tok~" terdengar suara lengkingan dari balik pintu kamar yang membuat aku bangun seketika. Diiringi pula rusuhnya alarm otomatis ponselku yang lupa dinonaktifkan.
"Haiiii" jawabku menuju pintu dan membukanya.
"Meskipun tidak ada kegiatan, tapi bangun pagi harus tetap dilakukan. Cepat ke kamar mandi!" orang itu menasehatiku.
"Siappp bos!!" balasku.
Haahhh.. Okaa-san!! Sikap tegasnya tak pernah berubah sampai kapanpun. Meski anak-anaknya sudah dewasa, dia tetap menerapkan sikap disiplin jika ada di rumah. Yap! Sekarang aku disini. Di rumahku sendiri. Di kota tercintaku. Osaka, tadaimaaaa!!
"Padahal aku baru sampai pukul 7 malam, tapi kenapa Okaa-san tetep bangunin aku pagi-pagi?! Okaa-san gak pernah berubah setiap aku pulang!" protesku saat kami sarapan.
"Bangun pagi itu sehat, Midori. Bukankah kamu sudah terbiasa? Apa jangan-jangan selama di Tokyo kamu tak pernah bangun pagi lagi?" balasnya.
"Bangun pagi.. saat aku kerja aja. Selain itu... ehehe hehehe." jawabku tanpa berdosa.
"Yappari!! Sama saja seperti ayahmu, adikmu, sulit sekali untuk membiasakan bangun pagi." kesalnya.
"Sudah sudah.. Makanlah.. Ayah tak mau terlambat ke kantor karena harus mendamaikan kalian dulu." Otou-san mencairkan suasana.
"Haiiiii....." jawabku dengan nada panjang.
"Bagaimana keadaanmu? Adikmu juga?" tanya Otou-san.
"Kami baik-baik saja dan sehat selalu." balasku.
"Syukurlah.." jawab Otou-san.
"Tapi pasti Taishi sendirian disana. Bagaimana dia makan..." ucap Okaa-san melemah.
"Tenang saja.. Dia anak laki-laki, sudah besar pula. Itu pasti jadi hal yang mudah untuknya." Otou-san menenangkan. Yahh yang namanya naluri seorang ibu, tetap merasa khawatir jika anaknya jauh dari dia.
Kami melanjutkan sarapan sambil terus berbincang. Lalu ponselku berdering.
~Big City Rodeo.. Rodeo.. Rodeo..~~
Aku meninggalkan meja makan dulu dan mengangkat telepon itu di ruang tengah.
-------------------------------------------------------
"Moshi-moshi"
"Moshi-moshi.. Ohayou Mi-chan!"
"Ohayooouu.."
"Mi-chan dimana sekarang?"
"Harusnya kamu udah tau.."
"Baguslah.. Tapi sayangnya kita gak bisa bersama-sama saat kesini. Gomen.."
"Gapapa Katayose-kun. Kan selalu aku bilang, selesaikan dulu pekerjaanmu. Jangan lari dari tanggung jawabmu.."
"Hmmm Mi-chan benar."
"Oh ya, btw jadi sekarang bayaranku sudah lunas dong?"
"Belum! Kita belum pergi kemana-mana. Kamu masih berhutang padaku."
"Hai hai.. Memangnya, Katayose-kun mau pergi kemana?"
"Hmmm Mi-chan siap-siap aja dulu. Jam 10 aku akan menjemputmu. Tapi benarkan alamat rumahmu itu?"
"Benar lah.. Apa aku sejahat itu berniat memberimu alamat palsu? haha.."
"Oke tunggu aku yaa cantik!"
"Siap! Aku tunggu."
-------------------------------------------------------------------------
Jadi.. bayaran atas 'misi cinta' lalu yang Katayose-kun minta padaku itu adalah, ia ingin kami bersama-sama pulang kampung ke Osaka. Mengunjungi setiap tempat yang telah ia tentukan juga. Yaa.. aku tak keberatan sih. Diajak pulang ke tanah kelahiran sendiri, siapa yang tak mau? Sekalian melepas kerinduan pada kedua orangtuaku. Dan menyegarkan diri juga dari pekerjaan yang begitu memusingkan.
Waktu yang telah disepakati tiba. Bel rumah berbunyi lalu Okaa-san mempersilahkan orang itu masuk dan duduk di ruang tamu.
"Midori.. ada temanmu!" Okaa-san mengetuk pintu kamarku. Aku segera keluar menemuinya. Okaa-san mengikuti dari belakang.
"Ano Okaa-san. Perkenalkan ini temanku." ucapku.
"Yaa ibu tahu. Dia sudah memperkenalkan diri." balasnya.
"Ohh.. Yasudah kalau begitu. Aku meminta ijin untuk pergi dengannya. Bolehkan?" tanyaku.
"Pergi kemana? Sampai jam berapa?" tanyanya lagi.
"Ahh Okaa-san.. Aku bukan anak kecil lagi. Yang jelas kami masih berada di Osaka. Gak akan pergi kemana-mana." balasku merengek.
"Hai! Aku akan menjaga Midori. Okaa-san tenang saja. Percayakan padaku." ucap Katayose-kun.
Kami pun berpamitan pada Ibuku. Dengan menggunakan mobil ayahnya Katayose-kun yang kebetulan sedang tidak dipakai karena tak ada jadwal mengajar di sekolah, kami memulai petualangan selama tiga hari pada musim panas ini di Osaka.
"Sampai!" ucapnya. Dia segera keluar dari mobil dan menyuruhku tetap tinggal dulu. Kemudian dia membukakan pintuku.
"Apa sih yang kamu lakukan? Hmm mentang-mentang memiliki julukan pangeran, Katayose-kun jadi baik hati seperti ini. Haha." ejekku. Yaa tontonan Genekou itu masih membekas di ingatanku. Bagaimana semua orang selalu memanggilnya dengan sebutan: Ouji~
"Mi-chan tau hal itu? Hmm biarlah.. Ouji-sama bebas melakukan apa saja yang diinginkannya." balas dia.
"Memuji diri sendiri.. Heh..." anehku. Kemudian aku berjalan dan melihat bangunan di depan.
"Ini kan..." ucapku.
"Yapp!! Sekolah kitaaaa!!" semangat Katayose-kun.
"Ehhh kamu bawa aku kesini!" aku membalikkan badan menghadapnya.
"Hai! Gimana?" tanyanya memandangku sambil tersenyum yang membuat pipi cabinya mengembang.
"Natsukashii!! Aku senang sekali Katayose-kun.." balasku.
"Ayok kita masuk! Lihat-lihat kelas kita waktu dulu juga." ajaknya sambil menggandengku.
"Tunggu.. Kamu sudah mendapat ijin masuk?" tanyaku.
"Aku.. tak memikirkan itu sih.. hehe." jawabnya nyengir.
"Ehh? Bagaimana kita masuk? Walau gerbangnya terbuka, tapi itu gak sopan.." ucapku.
"Masuk aja lah.. Kita kan alumni juga. Jadi kita masih memiliki hak disini." yakinnya. Aku mengikuti saja ajakannya Katayose-kun untuk masuk ke sekolah dasar kami itu.
Kami memasuki gerbang yang terbuka lebar itu bersamaan dengan terdengarnya suara bel. Datanglah kerumunan anak-anak dari arah depan melewati kami seakan berlomba untuk sampai duluan di 'pintu keluar'. Benar-benar mengingatkanku pada saat menjadi siswa Sekolah Dasar ini. Kemudian ada dua anak laki-laki yang bisa kutebak antara kelas 1 atau 2 menghampiri kami,
"Anda berdua orangtuanya siapa?" salah satu diantara mereka bertanya demikian dengan polosnya. Aku pun kaget.
"Etto.. kami berdua bukan orangtua siapa-siapa. Kalian tahu, Onee-san ini dulu bersekolah disini loh." ucapku sambil menurunkan badan agar sepantar dengannya.
"Onee-san? Yang benar itu Oba-san! Mi-chan udah gak pantas dipanggil kakak lagi.. Ya kan?" sambar Katayose-kun yang ikut-ikutan menurunkan badannya dan seakan mengajak dua anak itu untuk mengejekku.
"Ehh?!! Memangnya aku udah setua itu?! Aku pun belum menikah jadi gak masalah dengan panggilan kakak!" protesku.
"Tidak! Sekali Oba-san tetap Oba-san.. Kalian setuju kan, boys?" jawab Katayose-kun.
"Hai.. Oba-sannn! Hihihi" salah satu anak menurutinya sambil tertawa diikuti anak disebelahnya.
"Hahahaha tosss dulu dong! Anak pintar!" tawa Katayose-kun dengan puasnya.
"Kamu ini!! Ahh berarti kamu juga Oji-san! Kalian pun harus memanggilnya seperti itu." balasku menyenggol pundaknya.
"Gapapa.. Karena Mi-chan yang jadi tantenya, maka akupun bakal jadi omnya." jawab dia santai.
"Oba-san dan Oji-san lucu banget! Hihi.." tawa anak-anak ini. Tak lama orangtuanya pun datang. Aku serta Katayose-kun bangkit menyapa mereka. Kemudian salah satunya menampakkan ekspresi terkejut.
"Tunggu.. Tunggu.. Ini.. Katayose-kun?" tanyanya terbata.
"Hai.. Katayose Ryota desu." jawab laki-laki disampingku.
"Ehh hontou ni? Woah yabai!!" suara sang ibu itu begitu keras hingga terdengar ke sekitar terutama para orangtua disana dan memancing mereka untuk datang kearah kami. Ternyata dia mengenali Katayose-kun dan sering melihatnya di televisi. Kini banyak ibu-ibu muda(?) yang mengerumuni kami khususnya untuk melihat si vokalis ini dari jarak dekat. Saling menyapa dan bertegur sapa dengan kehebohan. Sementara aku, yang merasa dia begitu terkenal dan aku bukan siapa-siapa ini makin terabaikan maka secara perlahan aku mundur dan menjauh dari kerumunan.
Berjalan sendirian, aku menemukan tempat ayunan yang sama seperti dulu namun dengan bentuk yang berbeda. Duduklah aku disana. Mendorong kedepan dengan pelan. Berayun-ayun santai memandang langit. Lalu seketika pandanganku berubah menjadi gelap.
"Mou.. Katayose-kun.. Lepasin!" ucapku.
"Yahh gak seru! Langsung ketahuan.." lemasnya melepaskan kedua telapak tangan dia yang menutupi mataku.
"Ya habis siapa lagi?" balasku.
"Hmm aku khawatir Mi-chan hilang, gak taunya melipir kesini. Sudah kuduga.." ucapnya.
"Kamu sibuk banget sih sama ibu-ibu itu.. Aku gak mau mengganggu." jawabku.
"Pasangan yang pengertian.." balasnya lagi yang kemudian mendorong lemah ayunanku dari belakang. Gombalan itu keluar dari mulutnya. Lagi dan lagi. Entah sudah berapa kali aku menerimanya. Mungkin setara dengan mendapatkan satu buah piring cantik. *plak*
"Apa udah selesai nih acara meet & greet nya, Ouji-sama?" sindirku.
"Itu gak akan selesai kalo anak-anak mereka gak rewel minta cepat pulang!" keluhnya sambil duduk di ayunan sebelahku.
"Hahaha.. Yang sabar aja, Katayose-kun.." balasku.
"Anda berdua orangtuanya siapa?" salah satu diantara mereka bertanya demikian dengan polosnya. Aku pun kaget.
"Etto.. kami berdua bukan orangtua siapa-siapa. Kalian tahu, Onee-san ini dulu bersekolah disini loh." ucapku sambil menurunkan badan agar sepantar dengannya.
"Onee-san? Yang benar itu Oba-san! Mi-chan udah gak pantas dipanggil kakak lagi.. Ya kan?" sambar Katayose-kun yang ikut-ikutan menurunkan badannya dan seakan mengajak dua anak itu untuk mengejekku.
"Ehh?!! Memangnya aku udah setua itu?! Aku pun belum menikah jadi gak masalah dengan panggilan kakak!" protesku.
"Tidak! Sekali Oba-san tetap Oba-san.. Kalian setuju kan, boys?" jawab Katayose-kun.
"Hai.. Oba-sannn! Hihihi" salah satu anak menurutinya sambil tertawa diikuti anak disebelahnya.
"Hahahaha tosss dulu dong! Anak pintar!" tawa Katayose-kun dengan puasnya.
"Kamu ini!! Ahh berarti kamu juga Oji-san! Kalian pun harus memanggilnya seperti itu." balasku menyenggol pundaknya.
"Gapapa.. Karena Mi-chan yang jadi tantenya, maka akupun bakal jadi omnya." jawab dia santai.
"Oba-san dan Oji-san lucu banget! Hihi.." tawa anak-anak ini. Tak lama orangtuanya pun datang. Aku serta Katayose-kun bangkit menyapa mereka. Kemudian salah satunya menampakkan ekspresi terkejut.
"Tunggu.. Tunggu.. Ini.. Katayose-kun?" tanyanya terbata.
"Hai.. Katayose Ryota desu." jawab laki-laki disampingku.
"Ehh hontou ni? Woah yabai!!" suara sang ibu itu begitu keras hingga terdengar ke sekitar terutama para orangtua disana dan memancing mereka untuk datang kearah kami. Ternyata dia mengenali Katayose-kun dan sering melihatnya di televisi. Kini banyak ibu-ibu muda(?) yang mengerumuni kami khususnya untuk melihat si vokalis ini dari jarak dekat. Saling menyapa dan bertegur sapa dengan kehebohan. Sementara aku, yang merasa dia begitu terkenal dan aku bukan siapa-siapa ini makin terabaikan maka secara perlahan aku mundur dan menjauh dari kerumunan.
Berjalan sendirian, aku menemukan tempat ayunan yang sama seperti dulu namun dengan bentuk yang berbeda. Duduklah aku disana. Mendorong kedepan dengan pelan. Berayun-ayun santai memandang langit. Lalu seketika pandanganku berubah menjadi gelap.
"Mou.. Katayose-kun.. Lepasin!" ucapku.
"Yahh gak seru! Langsung ketahuan.." lemasnya melepaskan kedua telapak tangan dia yang menutupi mataku.
"Ya habis siapa lagi?" balasku.
"Hmm aku khawatir Mi-chan hilang, gak taunya melipir kesini. Sudah kuduga.." ucapnya.
"Kamu sibuk banget sih sama ibu-ibu itu.. Aku gak mau mengganggu." jawabku.
"Pasangan yang pengertian.." balasnya lagi yang kemudian mendorong lemah ayunanku dari belakang. Gombalan itu keluar dari mulutnya. Lagi dan lagi. Entah sudah berapa kali aku menerimanya. Mungkin setara dengan mendapatkan satu buah piring cantik. *plak*
"Apa udah selesai nih acara meet & greet nya, Ouji-sama?" sindirku.
"Itu gak akan selesai kalo anak-anak mereka gak rewel minta cepat pulang!" keluhnya sambil duduk di ayunan sebelahku.
"Hahaha.. Yang sabar aja, Katayose-kun.." balasku.
"Mereka itu sungguh ribut! Mi-chan tau lah bagaimana sifat ibu-ibu pada umumnya? Aku kerepotan berada diantara mereka!" ia terus mengeluh.
"Tapi.. yang aku lihat Katayose-kun tetap tersenyum lebar seakan gak terjadi apa-apa." pendapatku.
"Haruskah ku bilang itu karena.. terpaksa(?). Mana mungkin aku langsung menunjukkan ketidaknyamanan di depan mereka. Bagaimanapun aku harus tetap menghargai mereka!" jelas dia sambil memajukan bibirnya.
"Tapi.. yang aku lihat Katayose-kun tetap tersenyum lebar seakan gak terjadi apa-apa." pendapatku.
"Haruskah ku bilang itu karena.. terpaksa(?). Mana mungkin aku langsung menunjukkan ketidaknyamanan di depan mereka. Bagaimanapun aku harus tetap menghargai mereka!" jelas dia sambil memajukan bibirnya.
"Ini dia! Sifat aslimu keluar. Omongan pedas itu.. Dasar.. iblis berwajah pangeran!" ucapku menunjuknya dengan tatapan sinis.
"Ya! Memang! Inilah aku yang sebenarnya." jawabnya kearahku juga sambil kedua tangannya berada diatas kepala membentuk tanduk setan. Dan tatapan matanya ia tajamkan bak seperti orang yang sedang marah.
"Tapi sungguh.. wajahmu itu gak pantas jadi orang 'jahat'! Kepolosannya menimbulkan kesan baik dari orang-orang. Dan pipimu itu, membuat yang lihat jadi merasa gemasss. Tapi sayangnya.. itu adalah tipuan.. hahaha" tawaku.
"Mungkin ini adalah topeng terindah yang Tuhan berikan padaku. Ha! Haha! Hahaha!" balasnya tertawa dengan nada aneh.
"Hah? Topeng? Jadi selama ini kamu memakai topeng? Lalu siapa sebenarnya kamu? Apakah memang Katayose Ryota yang kukenal? Jangan-jangan kamu memang orang jahat?!" candaku coba menjahilinya.
"Ooohhh jadi Mi-chan gak percaya aku ini siapa?" ia bangkit dari ayunan kemudian mengelitikiku.
"Hentikan!! Geli ooii!!" berkali-kali dia terus mencoba memberikan 'serangan', dan aku pun tak tinggal diam untuk menghindari dengan jurusku. Akhirnya dia pun berhenti. Huh.. Merepotkan! Kemudian dia memposisikan dirinya berlutut di hadapanku yang masih duduk di ayunan. Menatapku sambil terus tersenyum.
"Apa Mi-chan senang?" tanyanya.
"Ya.. saat ini aku merasa senang." jawabku.
"Yokatta.." balasnya.
"Katayose-kun ngapain sih? Berdirilah.." suruhku.
"Memang kenapa kalo aku seperti ini?" tanya balik dia.
"Aku jadi teringat dengan adegan di film-film. Apa yang terjadi kemudian... kamu pasti sudah tau lah." jawabku.
"Lalu bagaimana jika itu benar terjadi, sekarang..?" ucapnya.
"Hmm aku.. tak bisa membayangkan itu. Sudahlah.. jangan bercanda terus Katayose-kun." sanggahku.
"Baiklah.. Selalu kamu anggap candaan.. Terus mau kemana lagi kita?" tanyanya.
"Ikuti aku!" ajakku.
Kami pun melanjutkan petualangan di sekolah ini. Menyusuri koridor melewati setiap kelas yang keadaannya sudah berubah drastis dari saat kami dulu menimba ilmu disini. Di sela itu pun kami berpapasan dengan beberapa guru yang mengajar disana. Dengan wajah-wajah yang baru membuat kami merasa asing saat bertemu mereka. Yaa wajar saja. Kemungkinan besar guru-guru yang dahulu mengajar kami kini sudah pensiun. Dan mereka yang sekarang 'bertugas' kemungkinan juga ada yang berada di usia yang sama dengan kami.
Perjalanan ini terhenti di depan ruang musik. Kami melihat beberapa siswa sedang latihan menyanyi dan diiiringi oleh piano yang dimainkan senseinya. Jiwa musik Katayose-kun menuntunnya untuk masuk kesana dan ikut bergabung. Aku hanya mengikuti dari belakang.
"Sumimasen.. maaf menganggu." ucap Katayose-kun.
"Tidak apa-apa. Apakah anda perlu sesuatu?" tanya sensei wanita itu yang usianya sekitar 35 tahun.
"Tidak ada. Aku hanya ingin melihat saja." jawabnya. Katayose-kun dan aku dipersilahkan duduk dan melihat kegiatan mereka ini. Sang guru yang sedang mengiringi itu beberapa kali melihat ke arah Katayose-kun dengan ekspresi seperti yang menyimpan ribuan pertanyaan. Kuperhatikan terus, mungkinkah dia terpesona dengan si wajah pangeran ini? (lol) atau jangan-jangan... dia mengenalnya!
Ketika selesai di akhir lagu, si sensei pun menghampiri kami.
"Ano.. anda.. Katayose Ryota-san ya?" tanyanya.
"Katayose Ryota desu!" jawab Katayose-kun.
"Benarkahhh... Saya tidak menyangka Katayose-san ada disini." ucapnya terkejut. Sedangkan si baby face ini malah terus menanggapi dengan senyuman.
"Katayose-san ini dulu bersekolah disini, sensei. Aku juga. Namaku Moriyama!" aku mencoba cari celah pembicaraan mereka. Karena aku tak mau dihiraukan lagi untuk yang kedua kalinya.
"Waahh souka!" tanggapannya.
"Dia juga pandai bermain piano," balasku lagi yang seakan menjadi juru bicara dari si artis ini.
"Kalau begitu, maukah anda memainkannya disini? Juga mengiringi murid-murid bernyanyi?" pintanya.
"Hai.. Akan saya lakukan!" jawab Katayose-kun.
Jarinya mulai menyentuh setiap tuts piano. Menari-nari indah menghasilkan denting yang begitu merdu serta mendamaikan hati. Membuat yang mendengar tak ingin mengakhirinya. Membuat yang melihat ingin menyaksikannya lagi dan lagi. Keindahan harmoni serta visual ini adalah sebuah kesempurnaan. Begitulah kata hatiku. Anak-anak disini pun menyukai permainannya. Mereka sampai meminta diajarkan oleh Katayose-kun untuk bermain piano. Datang mengerumuninya dan berebut untuk duduk disampingnya. Sungguh pemandangan yang membuatku tak bisa berhenti tersenyum. Aku begitu salut padanya!
Sekitar 30 menit kami berada disini. Selesai mengiringi anak-anak kelas IV bernyanyi untuk sebuah lomba paduan suara, kami pun berpamitan pada mereka. Sensei mengantar kami keluar dan ia mengucap kalimat yang membuat syok,
"Terima kasih banyak telah datang kesini.. Katayose-san, Moriyama-san.. Semoga kalian sehat selalu, dan bahagia. Saya berdoa yang terbaik juga untuk hubungan kalian." ucapnya.
"Ehhh.. Ti.." jawabku yang kemudian dipotong oleh Katayose-kun.
"Terima kasih, sensei! Doakan saja ya.." bisiknya.
Selepas itu, aku rasa sudah cukup untuk kami bernostalgia disini. Maka kami pun kembali menuju ke mobil.
"Bagaimana rasanya? Dikerumuni anak-anak? Apa jangan-jangan kamu bersembunyi lagi dibalik topengmu?" usilku.
"Tidaklah! Itu begitu menyenangkan! Aku bahagia bisa bermain dengan mereka." yakinnya.
"Bagus kalo begitu. Aku bisa melihat kok dari wajahmu." balasku.
"Apa Mi-chan juga bahagia?" tanyanya.
"Hai! Aku bahagia.." jawabku.
"Bahagia denganku?" tanyanya lagi.
"Katayose-kun selalu membuatku bahagia." jawabku.
"Karena itulah keinginanku.. Semua akan aku lakukan untuk membuatmu bahagia." ucapnya serius menghadapku.
Mendengar itu membuat hatiku tersentuh. Senyuman lebar terlukis dari bibirku dan pandangan mata ini tak bisa mengalihkannya. Dengan refleks kedua tanganku menggapai pipinya.
"Gemeesssss!!" ucapku sembari menguyel-uyel kedua pipi bakpaonya.
"Mmm nani kore?? Mi-chan mah diajak ngomong malah gak nyambung!" cemberutnya.
"Aku lapar, Katayose-kun. Mungkin karena itu.." balasku.
"Benar juga! Sudah jam 2.30 PM. Ayok kita cari makan!" ajak dia dengan melihat jam di tangan sebelah kirinya. Lalu dia langsung membukakan pintu mobil untukku.
"Silahkan, tuan putri." ucapnya.
"Sasuga Ouji-sama!" balasku sambil tertawa geli. Sumpah demi apapun, aku tak bisa menahan tawa setiap kali mendengar gombalannya. Hahaha dasar kau, Pangeran Iblis!
-bersambung-
Hmmmmm tapi si ijo tidak doki-doki pas sama bang Ryota.. bagaimanapun momen pas bareng Ryuto-kun jauh lebih yabaii 😆
ReplyDelete