Title: Di Bawah Payung Merah
Author: Harucin
Cast: Ryota Katayose (GENERATIONS from EXILE TRIBE)
Genre: Romance-School, Fan Fiction AU
Length: One Shot
Hujan turun cukup deras membasahi jalanan wilayah ini di saat jam pelajaran telah berakhir. Para siswa beriringan mulai mengeluarkan alat untuk berteduh yang dibawanya agar bisa terlindungi dari hantaman gerombolan air ini. Membuat mereka dapat menerobos si peristiwa alam dan kembali ke rumah masing-masing dengan tepat waktu. Namun tidak halnya dengan Yuko, gadis yang duduk di kelas 3A ini lupa membawa benda tersebut ke sekolah. Terpaksa ia harus menunggu dulu hingga hujan reda agar bisa sampai ke rumah.
"Pulang bersamaku saja, Yuko." hanya berselang tiga menit, kemudian suara yang sangat tak asing terdengar dari sebelah kiri gadis ini. Sebuah ajakan ditujukan baginya.
Ia pun menoleh ke sumber suara bersamaan dengan si pemilik yang ikut meliriknya juga. "Ry.. Ryota?" ucapnya terbata. Tak menyangka sama sekali jika tawaran itu datang untuk yang pertama kalinya dari laki-laki yang sudah ia sukai selama setahun. Katayose Ryota, lengkapnya. Namun, Yuko hanya sanggup memendam rasa itu saja. Padahal mereka berada di kelas yang sama, malahan rumah pun bertetangga. Orangtua keduanya saling mengenal satu sama lain. Sayangnya, meski sudah memanggil dengan nama depan masing-masing, dua remaja ini tak terbilang akrab. Ryota yang lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman-teman sesama lelaki, dan Yuko yang cukup bergaul dengan siswa perempuan lainnya di kelas.
"Ayok, kita pulang!" ajak lagi Ryota yang kini telah membuka penuh payung miliknya. Bersiap melangkahkan kaki meninggalkan tempat belajar ini.
"Kenapa.. Kau mengajakku?" sembari melemparkan tanya ini, Yuko masih mematung bertahan pada posisinya.
Ryota menjawab dengan santai, "Karena kau tak membawa payung, kan? Jadi aku menawarkan 'tumpangan' padamu."
"Lalu kenapa harus aku?" lagi dan lagi, Yuko bak meminta kepastian diiringi degupan jantungnya yang kian lama kian tak beraturan.
"Karena rumah kita searah dan berdekatan. Jadi apa salahnya jika aku mengajakmu?" Ryota memberi jawaban rasional. Inilah faktanya.
"Ah, benar juga.." sahut Yuko yang sekarang sudah tak memiliki bahan pertanyaan lagi untuk diajukan pada lelaki jangkung di sampingnya.
"Dia mengajakku pulang karena arah ke rumah kita itu sama. Tak ada alasan lain lagi, baiklah.. Kamu jangan kepedean, Yuko!" batinnya. Gadis berambut hitam yang terurai sepanjang pundak itu tenggelam dalam lamunan di saat Ryota tengah menanti jawaban darinya.
Karena si perempuan ini diam terus, remaja laki-laki itu pun sontak menepuk bahunya. Membuyarkan lamunan hingga dia mendapat kesadaran lagi. "Kenapa kau malah diam? Jika tak mau, bilang saja. Jangan mengulur waktuku!" ujar Ryota sedikit pedas. Menampakkan sifat aslinya. Ia segera mengambil langkah pertama menjauh dari gadis ini. Menganggap bahwa ajakannya telah ditolak.
"Tunggu, aku ikut!" tanpa berpikir lagi, Yuko buru-buru menyusul Ryota di depan yang untung saja masih berjarak dekat. Menempati ruang kosong di sebelah laki-laki itu. Saling berbagi tempat untuk berteduh.
"Begitu saja sampai harus dipikir-pikir dulu. Tinggal jawab saja, YA! Memang mau sampai kapan kau menunggu di sekolah?!" sindir Ryota saat keduanya tengah menempuh perjalanan pulang. Berbicara tanpa beban sembari tangannya yang terus bertahan memegangi penyangga payung ini.
"Ryota sialan! Dia berbicara dengan seenaknya. Menyindirku sesuka hati. Tapi aku tak bisa marah padanya.. Sungguh, itu mustahil." Yuko menggerutu dalam hati. Ia bisa saja kesal pada Ryota. Namun rasa itu kalah telak oleh debaran jantungnya yang kini semakin cepat akibat posisi mereka yang sangat berdekatan. Bahkan kini Yuko merasakan bahwa lengan miliknya telah bersentuhan dengan milik orang itu. Menjadikan aliran darah dalam tubuhnya berdesir seketika hingga kakinya tiba-tiba lemas. Namun ia harus bisa bertahan karena perjalanan ini belum usai.
"Diam lagi, diam terus." tak mendapat respon untuk yang kedua kali, Ryota mulai bete. "Yasudahlah, terserah kau saja." ia pun menyerah dan beralih menutup percakapan ini.
"Maafkan aku, Ryota. Sulit bagiku untuk beradaptasi dengan keadaan ini. Aku bingung bagaimana harus berbicara.." Yuko hanya mampu membalas dalam diam. Lidahnya seakan kelu untuk dapat bergerak mengeluarkan kata-kata. Butuh usaha yang keras tapi ia belum mampu.
Alhasil, hanya keheningan saja yang kini mendominasi selama mereka melangkah beriringan di bawah satu payung. Menyisakan dua belokan lagi sampai Yuko tiba di depan rumahnya, begitupun kediaman Ryota yang hanya terhalang oleh satu rumah setelahnya. Waktu ini terasa begitu lama bagi gadis itu. Ia tak ingin ini cepat berlalu, tapi di sisi lain ia pun ingin cepat sampai rumah untuk merapikan kondisi hati. Begitu dilanda kebimbangan. Pikirannya amat berkecamuk. Lebih berisik daripada suara jatuhnya air hujan yang masih saja belum berakhir.
Ketika sepasang kaki Ryota dan Yuko membawa mereka untuk berbelok arah, dari depan tertangkap sebuah pemandangan yang hampir sama seperti keadaan mereka sekarang. Satu laki-laki dan perempuan berseragam sekolah, hanya saja pakaian itu berbeda dengan yang dikenakan oleh dua insan ini. Si perempuan mengaitkan tangannya ke lengan lelaki di sebelah. Sembari kepalanya yang ikut disandarkan pada bahu milik orang yang sama. Tak salah lagi, keduanya adalah sepasang kekasih. Begitulah anggapan dari Ryota dan Yuko yang tanpa sengaja terus memperhatikan gerak-gerik manusia di depan.
Dalam suasana yang masih senyap, mulut Ryota dengan sendirinya mengeluarkan sebaris kalimat, "Bisa saja mereka! Mencari kesempatan untuk bermesraan dalam keadaan seperti ini." ia mengemukakan pendapat mengenai satu objek menarik itu.
"Ya! Pamer di muka umum." sedikit demi sedikit Yuko telah bisa menenangkan perasaannya. Kali ini ia menanggapi ucapan dari Ryota.
Ryota menyambungkan, "Dan lihatlah! Payung yang dipakai pun berwarna merah, benar-benar melambangkan cinta mereka."
"...merah--" ucap pelan Yuko. Mendongak mengalihkan pandangan pada permukaan bagian dalam payung milik Ryota.
"Warnanya sama seperti payung milikmu." timpalnya.
Ryota ikut melihat ke atas. "Ah, benar. Payung ini berwarna merah juga ternyata, aku baru sadar haha." sekilas tawa dilepaskan oleh remaja laki-laki ini.
"Tumben sekali, biasanya kau tidak menggunakan payung ini kan?" tanya Yuko. Sebagai seseorang yang diam-diam menyukainya, ia pasti tahu betul bahwa payung ini berbeda dengan payung yang selalu dipakai oleh Ryota sebelumnya. Di dalam langkah mereka, tampaknya perbincangan dua arah mulai terbentuk. Gadis ini sudah lancar dalam meloloskan kata-kata dari bibirnya.
"Oh iya! Hari ini aku meminjam punya ayah karena payung milikku yang kemarin dipakai ibu saat pergi ke toserba sobek tersangkut paku." papar Ryota.
"Souka.." balas Yuko singkat.
"Tunggu, kau menyadari hal ini?" sangka Ryota karena Yuko bisa mengetahui tentang perubahan ini.
Deg! Irama konstan jantungnya berganti jadi tak beraturan lagi. Kedamaian di hati itu seakan mendapat serangan tiba-tiba yang menyebabkan dirinya kalang kabut.
"Apa yang harus aku katakan sebagai jawabannya?" batin Yuko risau mencari alasan untuk diberikan pada Ryota.
"Apa kau diam-diam memperhatikanku ya?" kesimpulan dari Ryota seolah menuduhnya. "Sampai-sampai kau tahu hal sesimpel ini." tambahnya.
Jleb! Setelah Ryota mengucap kalimat itu padanya, Kedua pipi Yuko seketika merona menimbulkan efek warna yang sama seperti alat pelindung ini. Belum cukup hatinya dibuat tak karuan, kini ekspresi wajahnya ikut serta pula ke dalam keadaan itu. Seluruh tubuhnya terasa panas meski dinginlah yang seharusnya menusuk ke dalam kulit di cuaca yang seperti ini.
Namun, apa yang tengah dialami oleh Yuko saat ini justru malah memacu adrenalinnya. Meningkatkan keberanian untuk dapat mengungkap isi hati pada lelaki di samping. Nyalinya bak telah ada di puncak kejujuran.
"Ya!" satu kata terlontar sebagai jawaban dari pertanyaan Ryota untuknya. Dia sudah tak sanggup memendam rasa ini lebih lama lagi.
"Ya?" Ryota mengulang kata itu. Tampak berpikir.
Yuko lalu terhenti saat Ryota masih berjalan menatap lurus arah depan dengan tempo yang semakin pelan. Membuat dia tertinggal sementara di belakang sebelum lelaki itu sadar kemudian mundur memayungi kembali sekujur tubuh gadis ini yang terkena guyuran air hujan selama beberapa detik.
Tak mengindahkan jawaban tadi, Ryota malah heran pada sikap Yuko. Kakinya ikut terdiam. "Kenapa tiba-tiba berhenti? Bajumu jadi basah kan?"
Si lawan bicara pun tak menjawab. Mengabaikan tanya dari Ryota.
"Yuko, ada apa?" Ryota semakin dibuat keheranan. Belum ada jawaban lain yang ia dengar dari teman sekelasnya itu.
Si gadis kemudian bergerak. Memutar tubuhnya ke arah kiri, menghadap Ryota yang masih tampak dari posisi samping. Mengetahui hal ini, membuat Ryota seolah terpengaruh pada gerakan tersebut. Ia melakukan hal yang sama sehingga kini mereka berdua saling berhadapan dengan dekat. Kepalanya menunduk seraya milik gadis itu yang ikut terangkat juga. Netranya menatap lekat sepasang mata Ryota yang bulat.
Keberaniannya yang telah berada di puncak mendorong dia untuk bertindak, bahkan gadis itu serasa kehilangan kendali. Dengan perasaan yang begitu meluap seperti aliran sungai di tengah-tengah guyuran hujan ini, tampak dari bawah kakinya seolah berjinjit. Layaknya menggapai sesuatu yang berada lebih tinggi dari dia. Kemudian beralih ke atas, tanpa aba-aba ia langsung mendaratkan sebuah kecupan pada bibir mungil milik Ryota. Menunjukkan bukti nyata dari perasaannya tanpa harus melalui kata-kata.
Keduanya tertegun. Kaku. Ini hanya terjadi kurang dari lima detik, namun menyisakan memori mendalam bagi mereka.
Apa yang barusan dilakukan oleh gadis bernama Yuko ini? Lalu peristiwa sekelebat apa yang beberapa detik lalu dialami oleh Ryota? Sesuatu yang hangat dan lembut baru saja menabrak bibirnya. Sukses menancap ke relung hati.
Di bawah sebuah payung berwarna merah tempat mereka berbagi ruang untuk berlindung dari hujan, hal yang tak diduga terjadi di antara dua anak remaja ini. Sama sekali tiada bayangan. Mereka hanya menyandang status sebagai teman sekelas, pun tak akrab. Namun jika salahsatu pihak telah menaruh hati, jangan pernah salahkan perasaan tersebut. Selama itu bukan sesuatu yang 'terlarang'. Ya, karena saat ini Ryota sedang tak memiliki ikatan serius dengan perempuan lain.
Seulas senyum perlahan terpancar dari wajah Ryota kala gadis di depannya masih bertahan dengan tatapan penuh harap. Memandang balik bola mata itu. Memberi makna yang berarti di dalamnya.
"Jadi begitu ya.." ungkapnya.
-TAMAT-