find me on:

Sunday, February 7, 2021

Fan Fiction: Cerah Setelah Hujan (2)

Title: Cerah Setelah Hujan (2)
Author: Harucin
Cast: Alan Shirahama (GENERATIONS from EXILE TRIBE)
Genre: Fan Fiction AU
Length: One Shot


"Lelah sekaliiii!" Alan langsung merobohkan tubuhnya di atas tempat tidur. Tanpa membersihkan diri atau hanya berganti pakaian, raganya bak telah kalah telak dihinggapi rasa lelah akibat pekerjaan lembur yang dia jalani. Sesampainya di rumah, ia segera menuju kamar melepas segala beban di pundak dan siap menyambut kedamaian sepanjang malam bahkan hingga siang. Untung saja besok adalah akhir pekan, ia mendapatkan libur dan itu akan dijadikan sebagai bayaran atas segudang keringatnya hari ini.

Tidur sangat nyenyak dalam keadaan menelungkup. Berjam-jam terlewati sampai datanglah satu peristiwa yang mengganggu kenyamanan itu. Rasa dingin menyadarkan dia dari lelapnya. 

"Eh, air?" ucap Alan saat merasakan telapak tangan yang sebelumnya ia sentuhkan ke bagian rambut belakang itu basah. 

Semakin ia mendapat kesadaran penuh dari tidurnya, semakin ia dapat merasakan hal lain yang sedang terjadi pada dirinya. Dalam posisi yang masih sama, kini hantaman air terasa ke bagian belakang kepalanya. Tetes demi tetes menyerang dalam tempo yang cepat. Alirannya melebar ke bagian bawah kepala itu. Sudah pasti, dengan terjadinya hal ini, ada yang tidak beres di dalam kamar tersebut.

Alan segera membalikkan tubuh. Bersamaan dengan dahinya yang kini menjadi korban gerombolan air itu. Tetesan tak beraturan jatuh dari atas.

Ia beranjak menghindar. "Yabai! Atapnya bocor!" akhirnya ia mengetahui apa yang menimpa dirinya saat ini. Menatap ke arah yang jadi sumber dari mana air itu turun. Tanpa berpikir panjang, si pria berhidung mancung ini bergegas mengambil benda apa saja di sekitar yang sekiranya dapat dijadikan sebagai tempat untuk menampung air yang merembes ke langit-langit kamar dan jatuh di atas kasurnya. Sisi lain dari tempat istirahat itu pun tak luput dari serangan.

Tak cukup di sana, setelah ia mengecek ke seluruh bagian ruangan kamar, ada lagi titik yang bernasib sama. Bagian sudut di mana lemari pakaian miliknya terletak menjadi korban juga. Karena peristiwa tak terduga ini, mengharuskan dia untuk memeriksa ke seluruh ruangan yang ada di rumahnya. Meski ini hanya rumah sewaan sederhana yang di dalamnya cukup terdapat ruang tamu menyatu dengan ruang tengah, lalu dapur berdampingan dengan kamar mandi, dan tentunya satu ruang kamar baginya, namun ia tak boleh mengabaikan. Jangan acuh karena rumah ini adalah satu-satunya tempat yang ia punya untuk berlindung dari hujan, seperti yang terjadi saat ini dan dari terik matahari, jika siang datang apalagi di musim panas.

Tak ada kebocoran lain yang ia temukan. Sedikit perasaan lega karena dampaknya tidak terlalu parah. Namun tetap, ia harus segera memperbaikinya. Esok! Semoga saja bisa. Walau hujan yang Alan saksikan dari balik jendela ruang tamu tampak begitu deras dan awet, tapi harapannya mudah-mudahan saja terwujud.

Terpaksa, sekarang pria ini harus tidur di luar kamar. Mustahil ia bisa nyaman berada di atas tempat tidur yang sudah kepalang basah. Berbaring di kursi ruang tamu, ia coba untuk memejamkan mata kembali meski berisiknya suara hujan terus mengusik dirinya. Dunia luar masih gelap. Dan kantuknya pun tak bisa ia tahan. Alan membawa dirinya untuk masuk ke alam bawah sadar sesi kedua.

Tak ada hal spesifik yang membuatnya terbangun dari tidur. Matanya perlahan terbuka diikuti geliatan dari keduanya tangannya. Memalingkan pandangan pada jam dinding di sana.

"Masih jam 8 pagi. Hoaamm," tuturnya sembari menguap. Menandakan bahwa ia butuh untuk menambah jam tidur. Sebelumnya ia bisa terlelap, namun tak nyenyak karena banyak gangguan eksternal yang datang. Dan kini pun, mustahil baginya untuk tidur kembali karena harus menjalankan niat dadakan di malam tadi.

"Huh! Harusnya hari ini aku bisa tidur sepanjang waktu! Hari libur harusnya diisi dengan memanjakan diri!" ia mengeluh akibat kesialan yang menimpanya.

Mengintip keadaan luar dari balik jendela lagi, nyatanya hujan telah reda. Dan bisa diperkirakan bahwa matahari akan segera menyinari memberikan kecerahannya di hari ini.

Dengan malas si pria bermarga Shirahama ini menuju ke kamar mandi. Berjalan melewati kamar dan mengecek keadaannya sebentar. Air yang ditampung akibat hujan semalaman itu hampir memenuhi si wadah. Dan langit-langitnya pun masih terlihat basah. Ia membawa wadah-wadah itu ke dapur untuk dibuang airnya.

Setelah mencuci muka dan gosok gigi, ya, belum ada niatan untuknya mandi, cukup membersihkan area wajah saja. Kemudian Alan memasak makanan untuk mengisi perut yang sudah keroncongan, sekaligus mempersiapkan tenaga agar lancar dalam melakukan 'pekerjaan' nya.

Di pukul 10 pagi, kesibukannya akan segera dimulai. Ia keluar rumah memastikan cuaca sekarang.

"Bagus! Cuacanya mendukung." mood Alan semakin membaik ketika mengetahui bahwa matahari enggan bersembunyi di saat ini. Sang raja itu tak malu-malu untuk memancarkan sinar serta memberi kecerahan pada dunia.

Kembali masuk rumah ia segera menggotong si kasur yang kebanjiran itu untuk dijemur di halamannya yang pas sekali terkena sorot panas matahari. Sepreinya ia lepas dan ikut dijemur membentang pada tali panjang yang suka dipakai untuk tempat menjemur pakaian.

"Lumayan melelahkan.." ungkap Alan sambil menyeka sedikit keringat yang sudah keluar di dahinya. Tapi ini belum selesai, hal inti yang menjadi masalah utama masih belum teratasi.

Kebocoran yang terjadi di kamarnya mengharuskan Alan untuk naik ke atap. Memeriksa sekaligus memperbaiki apa yang salah dari tempat itu. Satu kemungkinan besar penyebab itu terjadi telah berputar-putar di pikiran. Dan ia akan membuktikan kebenarannya.

Meminjam tangga milik tetangga sebelah rumah agar ia bisa mencapai atas, Alan dibantu oleh seorang lelaki muda yang merupakan si pemilik. Setelah menemukan titik yang diperkirakan merupakan atap yang terhubung dengan kamarnya, ia lalu menaiki satu persatu penyangga kaki itu dengan perlahan. Di bawah, si lelaki memegangi kedua sisi tangga dengan kuat. Hingga tiba di atas, kecurigaannya terjawab.

"Benarkan! Gentengnya banyak yang bergeser. Pantas saja kamarku jadi bocor!" gerutunya. Di atap ini, sekitar jarak dua meter di hadapnya, terlihat lumayan banyak genteng yang berpindah dari posisi semestinya. Jelas saja, jika hujan turun, maka air akan mudah masuk ke sela-sela yang harusnya tertutupi dan alhasil akan merembes masuk ke dalam plafon rumah.

Kini Alan telah berada di atas atap tersebut. Membetulkannya dengan sangat hati-hati, karena ia bukan ahlinya. Namun ia juga merasa mampu untuk mengerjakannya sendiri. Mengembalikan si para tanah liat beku itu ke tempat semula. Mengabsen satu-persatu khawatir jika ada yang terlewat. Di bagian lain yang masih terjangkau olehnya pun tak luput dari pengawasan. Oh ya, lelaki muda yang membantunya ini meninggalkan sementara dirinya karena pasti Alan akan lama berada di atas sana.

"Dasar kocheng! Aku yakin pasti si kawanan itu yang jadi biang kerok! Mentang-mentang aku tak pernah mengusirnya saat mereka ketahuan ada di atap. Beraninya binatang itu mengerjaiku!" di tengah pekerjaannya, Alan terus mengomel menyalahkan satu penyebab pasti yang ia yakini sebagai sumber masalah dari semua masalah yang ia alami semalam. Kesal namun tak tahu harus dilimpahkan ke mana dan siapa. Jadi ia hanya bisa mengoceh dan terus mengoceh tiada ujung.

Waktu berlalu semakin siang. Terik matahari sangat terasa oleh tubuh Alan. Membuat keringatnya bercucuran dan baru bisa diusap oleh lengan bajunya berkali-kali. Ia tak membawa handuk.

"Hari ini benar-benar cerah! Bahkan panas. Aku yakin kasurku akan cepat kering, dan air yang menggenang di genteng-genteng ini pun akan segera menguap." senyum Alan menyertai kala ia yakin pada ucapannya. Secara tak langsung, kecerahan di hari ini telah meringankan pekerjaan dadakannya.

Baiklah, semuanya telah beres. Ia memeriksa ulang dan tak ada yang kurang. Besar harapannya jika nanti terjadi hujan maka tak akan ada kebocoran lagi di kamarnya. Bahkan di semua ruangan rumah.

Saat Alan akan turun, ternyata lelaki itu belum kembali. Ia takkan buru-buru berteriak memanggilnya. Biarkan saja sejenak. Di atap ini, ia duduk dengan santai. Tepat di tengah-tengah garis 'puncak segitiga' itu. Mengedarkan pandangan ke sekitar. Dari atas tempatnya berada sekarang, ia bisa melihat 'dunia' yang lebih luas. Berteman cahaya matahari yang ikut memperjelas penglihatan itu, Alan seperti menemukan hal berharga. Meski silaunya membuat telapak tangan dia harus melindungi sepasang matanya, namun ia bisa mengerti bahwa hujan dan cerah itu selalu beriringan.

"Hujan yang turun dari langit menyebabkanku harus menyita waktu libur. Namun cerah yang datang setelahnya bisa menyelamatkanku juga. Karena aku bisa secepatnya mengatasi masalah itu." ungkapnya tersenyum.

Memang, tidak ada hujan yang tidak akan berhenti. Dan tidak akan ada cerah jika tak terjadi hujan dulu. Cerah datang setelah hujan. Menghapus kesulitan dan memberi jalan keluarnya.

Teriakan datang dari arah bawah. Lelaki muda itu memanggil Alan bertanya apakah ia sudah selesai atau belum. Sahutan diterima dan Alan segera turun. Berterimakasih atas pertolongan yang telah dia beri.

"Bau sekali badanku! Aku akan langsung mandi!" Alan pun bergegas pergi karena sudah tercium aroma tak sedap dari sekujur tubuhnya.

-TAMAT-

No comments:

Post a Comment