Part 8: Think of You
(Kazuhara Ryuto focus)
"Mungkinkah aku jatuh cinta?"
Pertanyaan itu masih terus menghantui pikiranku. Berhari-hari setelah itu rasanya selalu terbayang saja tentang orang itu di otakku. Hampir setiap malam menjelang tidur aku jadi memandangi dulu foto-foto kami berempat. Aku, Asuka, Taishi dan dia saat pergi ke kebun binatang di waktu itu. Secara refleks senyuman tersungging di bibirku kala melihat setiap ekspresi yang dia tunjukkan. Bagaimana yaa.. seperti ada kedamaian dalam hatiku. Tanpa sadar semakin hari rasanya semakin nyaman. Namun, sangkalan masih terus kulakukan. Karena memang sesuatu tabu itu belum benar-benar bisa aku pahami.
**
"Pancake~ pancake~ hari ini bikin pancake~~ lalala~ lalala~ " sambil bersiap mencetak si bulat manis kesukaanku itu aku bersenandung mengarang bebas sepenggal lirik lagu untuk menghidupkan suasana. Aku sendirian. Taishi belum kembali dari luar setelah beberapa jam lalu. Asuka sedang 'mager' di rumahnya, dan Angel, sejak dua hari lalu dia menemani sang pujaan hatinya, Mr. Gorila-san menuju kampung halaman. Hmm sepertinya mereka akan memberi kabar positif saat kembali lagi ke Tokyo. Aku turut berdoa yang terbaik untuk mereka. Lalu Katayose-kun, si jerapah imut itu baru saja selesai bertelepon denganku. Dia tak hentinya menagih bayaran dariku atas 'misi cinta' beberapa waktu lalu meskipun kini dia sedang berada di negara tirai bambu. Baiklah, setelah menimbang-nimbang dengan matang, sudah kuputuskan akan membayarnya pada empat hari lagi. Dan dia pun setuju. Lalu siapa lagi yaa.. aku tak punya banyak teman sih disini. Yuta-kun pun aku tak berani untuk menyapanya. Meski hubungan kami sudah baik, namun rasanya tak wajar jika harus memanggil dia kesini. Aduduhhh.. Kemudian tanpa ada aba-aba, melintaslah dengan bebas orang itu dalam pikiranku. Akan terasa menyenangkan jika seandainya saja kami bisa masak bersama. Ahhh stop! Jangan kamu teruskan Midori! Lupakan itu! Jangan aneh-aneh! Cepat buatlah saja makananmu!
ting tong ting tong~
ting tong ting tong~
ting tong ting tong~
Bel apartemen terus berbunyi dengan cepat hingga berulang tiga kali seakan tak sabar untuk menerobos masuk. Aku yang baru saja menuang adonan pancake ke teplon cetakan tergesa-gesa menuju pintu.
"Hai! Hai!" teriakku sambil lari.
"Duhh ini si Taishi berisik banget! Kebiasaan dah suka lupa bawa kunci!" gerutuku yang mengira bahwa orang di balik pintu itu adalah adikku. Saat pintu terbuka, si penekan bel langsung menyelonong ke dalam apartemen.
"Ehhh anda siapa?" tanyaku kaget karena ternyata orang itu bukanlah Taishi. Dengan memakai topi dan masker, membuatku tak mengenalinya.
"Gomennasai! Ini aku.. Kazuhara desu!" jawabnya yang kemudian melepas masker dan mengangkat topi. Lalu langsung duduk menghela nafas.
"E.. eehh? Nan..de..?" tanyaku lagi dengan terbata dan makin kaget.
"Kenapa? Kenapa apanya?" tanyanya balik.
"Ano.. mak..sudku.. Kenapa Kazuhara-san seperti itu? Masker itu.. Topi itu.. Kau pun terburu-buru menekan bel." jawabku.
"Aahh itu.. Midori-san tahu? Aku melihat wartawan di depan, dan sepertinya dia pun melihatku juga dengan curiga. Makanya aku teburu-buru, aku khawatir dia akan mengikutiku hahaha" jawabnya sambil tertawa.
"Apa kau sedang menyamar?" tanyaku lagi.
"Tidak.. Aku kebetulan saja berpenampilan seperti ini." sanggahnya.
"Hmm kebetulan.. Begitukah.. Mirip seperti penyamaran para artis saat mengunjungi tempat tinggal kekasihnya, ya?" ucapku ceplas-ceplos.
"Apa kau berpikiran bahwa aku sama seperti itu? Berarti bisa dibilang aku ini..." balasnya sambil berpikir.
"Iie! Iie!! Jangan berpikir yang aneh! Ini mengejutkan saja. Karena biasanya penampilanmu tak aneh-aneh saat datang ke sini. Tapi sekarang.." potongku. "Oh iya! Ada perlu apa Kazuhara-san ke sini? Taishi sedang tidak ada." lanjutku.
"Tidak ada yaaa.." balasnya mengulang kalimat terakhirku.
Kemudian tercium bau hangus di sekitar.
"Midori-san sedang memasak kah?" tanyanya mengendus-endus.
"YABAAIII!!!" aku berlari menuju dapur teringat pancake yang sedang kubuat. Dengan cepat kumatikan kompor lalu tubuhku ambruk. Untunglah tak terjadi hal fatal di dapur. Hanya asap yang lumayan mengepul seisinya.
Kazuhara-san yang mengikutiku langsung membantuku untuk duduk di kursi meja makan. Lalu membuka penuh semua jendela di sana agar asap segera keluar.
"Daijoubu?" tanyanya.
"Pancake ku.. gosong :( " lirihku.
"Malah kau jawab itu! Bagaimana dengan keadaanmu?" herannya. Aku hanya memberi isyarat tanda 'ok' saja padanya.
"Yokatta.. Ya sudah biar kubuatkan lagi. Tenangkan dulu saja dirimu." ucapnya mengelus punggungku.
Alhasil aku hanya diam duduk saja melihat Kazuhara-san bermain-main dengan perlengkapan dapurku untuk yang kedua kalinya. Dia begitu tenang sementara aku dalam keadaan panik. Bukan lagi karena peristiwa sebelumnya, namun panik karena dia. Rasanya hatiku jadi tak tenang saat berada di sekitar dia. Detak jantungku tampak seperti orang yang baru saja selesai lomba lari. Plis, atur napas. Aku harus santai.
"Yosh selesai! Kau suka pakai toping apa?" tanyanya sambil meletakkan tumpukan kepingan pancake yang telah jadi di tengah meja. Lalu memberiku sebuah piring plus alat makannya.
"Aku suka krim coklat dan potongan stroberi." jawabku mencoba santai. Sekuat hati aku terus berusaha menahan perasaan ini.
"Hmm dan di sini pun memang hanya ada ini saja sih.. Tak ada pilihan lain haha" balasnya tertawa.
"Hai.." kujawab dengan singkat.
"Kalo gitu ngapain nanya sih? Tinggal makan aja.. Jangan ajak gue ngomong terus!" suara hatiku.
Kami makan bersama. Di satu meja. Suasana sepi. Hanya berdua. Saling berhadapan. Salahkah jika aku berpikir ini bagaikan...
"Huwaa! Umaaiiii!! Enak sekali! Manisnya pas, dan ini begitu lembut!" pujinya bersemangat.
"Ehh? Hontou ni?" tiba-tiba aku ikut bersemangat juga menanggapinya.
"Hai! Ini adalah pancake yang sempurna bagiku!" ucapnya dengan kesungguhan.
"Arigatou!!" balasku tersenyum. Fakta menyebutkan, sebenarnya aku tak pernah gagal dalam membuat pancake. Orangtuaku sangat menyukainya. Dan Taishi serta Asuka pun mengakui keahlianku. Jadi aku percaya diri bahwa makanan buatanku itu pasti enak. Tapi entah mengapa saat mendengar ucapan itu dari seorang Kazuhara-san, aku tak bisa membendung kebahagiaan. Pujian darinya membuatku melayang bagaikan berada di langit terindah.
"Benar-benar enak! Midori-san sungguh berbakat." ia memujiku lagi sambil menopang wajahnya dengan kedua tangan. Memandangku lalu melempar senyuman lebar membuat matanya semakin menyipit. Menerima tatapan seperti itu, perasaan tak karuanku kembali. Aku diam dan hanya sanggup melihat ke bawah. Mode wajahku jadi berubah-ubah dengan cepat. Diam, lalu tertawa, lalu gelisah lagi. Sungguh membingungkan. Di saat yang bersamaan aku ingin terus dengannya sekaligus aku pun ingin menghindar darinya. Ya Tuhan.. aku jadi salah tingkah.
"Ini benar-benar enak! Aku menghabiskan lebih banyak darimu. Gomen ne hehe" ucapnya sambil terus makan.
"Tidak apa-apa.. Kazuhara-san benar-benar suka atau kelaparan?" dalam keadaan seperti ini mulutku masih saja mengibaskan pedangnya.
"Aku sungguh menyukainya! Percayalah!" jawabnya.
"Syukurlah.." balasku.
"Dan.. bolehkah.. jika aku.. menyukai pembuatnya juga?" tanyanya lagi.
"Apa?!" aku kaget.
"Tidak! Bukan apa-apa. Aku bercanda.. hehehe.. hehe" dia malah tertawa cengengesan setelah berkata demikian.
"Peristiwa tadi.. mengejutkan sekali Midori-san! Kau harus lebih berhati-hati lagi apalagi jika sedang sendirian." sambungnya.
"Hai.. Aku akan lebih berhati-hati." jawabku. Dalam hati aku ingin berkata bahwa ini salahnya juga karena tiba-tiba datang ke tempatku. Namun yang keluar dari mulut malah demikian. Aku mulai berpikir harus menjaga kata-kataku di hadapannya. Aku merasa tak ingin menjadi buruk di depannya. Jangan sampai membuatnya kesal.
"Api itu sungguh berbahaya. Jangan sekali-kali bermain dengannya. Jika sudah menyambar, terbakar, semuanya akan hancur. Takkan bisa kembali seperti semula. Benar kan?" ucapnya serius.
"Serius sekali.. Kau sedang membicarakan api yang seperti apa?" tanyaku jadi penasaran.
"Segala macam. Api dalam arti sebenarnya dan dalam tanda kutip" balasnya.
"Tapi pernahkah kau bermain dengan itu?" aku makin penasaran.
"Aku sedang melakukannya." jawabnya.
"Heh??" bingungku.
Cekrek~ Pintu masuk terbuka. Pasti itu Taishi.
"Tadaima.." ucap adikku langsung menuju dapur. Tampaknya dia haus.
"Okaeri.." jawabku berbarengan dengan Kazuhara-san saat mendapati dia berada di ruangan yang sama dengan kami.
"Ah gomen! aku tak melihat! Aku akan pergi ke kamar!" saat melihat kami berdua dia seketika menutup wajah dan memutar kembali badannya langsung menuju kamar.
"Apa-apaan sih anak itu?!" sinisku.
"Sepertinya dia mengira kita sedang berkencan, haha." ucapnya asal.
"Ee? Bakayaro itu!! Seenaknya saja si Taishi!" keluhku.
"Ya sudah aku bereskan saja ini sekarang ya Midori-san." ucap Kazuhara-san.
"Jangan! Biar aku saja. Aku terlalu banyak merepotkanmu. Biar aku saja yang bereskan." cegahku.
"Baiklah.."
"Apa tak sebaiknya kau susul saja Taishi.. Kazuhara-san ke sini mencarinya kan?"
"Hai.. aku temui Mori-kun saja ke kamarnya."
"Hai.. douzo.."
Aku rasa ini lebih baik. Menyuruhnya pergi dari hadapanku untuk saat ini. Karena aku berani bersumpah, bahwa aku tak sanggup lagi untuk berlama-lama ada di hadapannya.
**
Esok harinya aku sudah janjian dengan Asuka untuk menginap di rumahnya. Sudah lama juga sih aku tak bermain ke sana. Kesibukan kami seakan tak habis dan mengharuskan hanya bisa berjumpa di luar saja itupun tak lama. Belum lagi hal lain juga kerap menghalangi. Lalu bagaimana awal dari persahabatan kami ini bisa terjalin? Sungguh tak disangka kami dipertemukan oleh grup musik idolanya yang beranggotakan tujuh orang itu. Singkat cerita, pada saat itu aku sedang berjalan di salah satu persimpangan toko-toko elektronik. Lalu selembar kertas berbentuk persegi panjang entah mengapa bisa terbawa di sepatuku. Aku menyadarinya saat permen yang akan kumakan terjatuh. Setelah kulihat-lihat, ternyata itu adalah sebuah tiket konser bertuliskan "GENERATIONS LIVE TOUR 2016 SPEEDSTER" dengan tanggal yang tertera menuliskan angka dua hari kemudian. Berarti tiket ini masih berlaku. Aku bingung ini milik siapa maka kuputuskan untuk meminta bantuan menuju pos polisi sekitar. Di sana tampak seorang perempuan sedang duduk sambil terisak. Aku dipersilahkan duduk di sebelahnya.
"Ada yang bisa kami bantu?" tanya Pak Polisi padaku.
"Sumimasen.. aku menemukan ini. Aku tak tahu harus bagaimana.." ucapku sambil menyerahkan kertas itu.
"Apa ini?" Pak Polisi bertanya lagi.
"Sepertinya tiket konser. Aku tak tahu ini milik siapa. Aku menemukannya menempel di sepatuku." jawabku. Tiba-tiba saja perempuan di sebelahku langsung merebut tiket itu.
"YOKATTAAAA!! INI PUNYAKU!! INI PUNYAKU!! KYAAAA!!" orang itu yang tadinya sendu lalu berubah menjadi ceria. Sejak saat itu kami berkenalan. Bertukar nomor telepon dan line. Semakin lama obrolan di antara kami pun saling menyambung. Asuka sering mengajakku berkeliling Tokyo karena dia memang berasal dari ibukota. Meskipun sifat hebohnya sering membuatku kewalahan, tapi aku tetap nyaman bersahabat dengannya. Yaa seperti itulah kira-kira, gambaran persahabatan kami sampai saat ini.
Di rumah dia sekarang, seperti biasa aku dipersilahkan oleh ibunya untuk langsung masuk ke kamar Asuka. Ibunya Asuka ini sangat mencintai keindahan. Beliau tak mengijinkan benda-benda aneh menempel di dinding rumah ataupun lemari segala macam. Termasuk untuk kamarnya Asuka. Hanya foto keluarga, lukisan dan jam dinding saja yang boleh terpampang. Maka dari itu, meskipun Asuka adalah seorang fangirl tingkat dewi, namun itu tak tampak pada kamarnya. Di sana hanya ada satu foto idolanya itu dalam bentuk bingkai kecil saja yang tak menarik perhatianku. Makanya, setiap kali aku menginap di sini, aku sama sekali tak pernah benar-benar melihat idolanya, si GENERATIONS itu apalagi setiap membernya. Aku tak tahu bahwa sesungguhnya ada orang-orang yang aku kenali di sana. Jika aku tahu, mungkin sang author fan fiction ini akan menciptakan jalan cerita yang berbeda dari awal. LOL.
"Yo!" sapaku.
"Yoo Mi-chan.. Bentar yaa gue lagi asyik baca majalah fashion ini nih.. Lo leyeh-leyeh aja di kasur," balasnya.
Aku tergerak untuk mendekati bingkai foto kecil idolanya tersebut dahulu. Kemudian kuambil.
"Ne Asuka.." tanyaku pelan lalu merebahkan tubuh di tempat tidurnya.
"Mmm.." jawabnya tanpa melihatku.
"Lo.. suka mikirin Alan-san kah?" pertanyaan itu seketika langsung terlontar saat aku sedang memandangi foto tersebut. Namun mata ini malah tertuju pada seorang yang berada di sebelah kiri dari nama yang kusebut itu.
"Heh? Gimana gimana?" balasnya sambil tetap melihat majalah.
"Lo fansunya dia kan? Berarti selalu mikirin dia dong?" jelasku.
"Hmm bisa dibilang gitu juga sih." jawabnya santai.
"Apa tandanya lo mencintai dia?" tanyaku lagi tanpa pikir panjang.
"Sebagai penggemar, gue pasti mencintai dia lah. Pertanyaan macam ini Mi-chan.." balasnya mulai aneh.
"Mencintai.. kayak lo ingin memiliki dia?" aku terus-menerus bertanya.
"Hah?? Gak gitu juga Mi-channn!! Gue tetep mandang Alan-san sebagai idola. Memikirkan dia, mencintai dia, mendukung dia, sama kayak yang dilakukan penggemar untuk idolanya. Gak ada kepikiran buat menghubungkan dia di 'dunia nyata'. Gila aja sihhh gue juga masih punya batas normal!" jelasnya yang langsung menghentikan aktivitas dia.
"Souka.." singkatku.
"Hmmm ada angin apa lo nanyain tentang ini? Mungkinkah.. Ryota-san?? Apa terjadi sesuatu sama kalian? Ehhh.." godanya heboh mendekatiku.
"Gak ada apa-apa!! Gue cuman nanya aja. Gue cuman basa-basi aja!!" sangkalku.
Saat ini aku belum bisa jujur pada Asuka. Dia selalu berpikiran jika aku memiliki hubungan khusus dengan Katayose-kun karena kami begitu dekat. Tapi kenyataannya, aku dan Katayose-kun memang bersahabat saja. Tak ada hal lain selain itu. Jika aku tiba-tiba menyebut nama lain, pasti dia akan terkejut. Tapi kini di pikiranku memang hanya ada orang itu. Terus saja berputar tentangnya di otakku. Pikiranku ini sulit terlepas darinya. Apa aku telah sadar, jika kali ini aku memang telah jatuh cinta padanya. Orang itu.. Kazuhara Ryuto..
-bersambung-
(Kazuhara Ryuto focus)
"Mungkinkah aku jatuh cinta?"
Pertanyaan itu masih terus menghantui pikiranku. Berhari-hari setelah itu rasanya selalu terbayang saja tentang orang itu di otakku. Hampir setiap malam menjelang tidur aku jadi memandangi dulu foto-foto kami berempat. Aku, Asuka, Taishi dan dia saat pergi ke kebun binatang di waktu itu. Secara refleks senyuman tersungging di bibirku kala melihat setiap ekspresi yang dia tunjukkan. Bagaimana yaa.. seperti ada kedamaian dalam hatiku. Tanpa sadar semakin hari rasanya semakin nyaman. Namun, sangkalan masih terus kulakukan. Karena memang sesuatu tabu itu belum benar-benar bisa aku pahami.
**
"Pancake~ pancake~ hari ini bikin pancake~~ lalala~ lalala~ " sambil bersiap mencetak si bulat manis kesukaanku itu aku bersenandung mengarang bebas sepenggal lirik lagu untuk menghidupkan suasana. Aku sendirian. Taishi belum kembali dari luar setelah beberapa jam lalu. Asuka sedang 'mager' di rumahnya, dan Angel, sejak dua hari lalu dia menemani sang pujaan hatinya, Mr. Gorila-san menuju kampung halaman. Hmm sepertinya mereka akan memberi kabar positif saat kembali lagi ke Tokyo. Aku turut berdoa yang terbaik untuk mereka. Lalu Katayose-kun, si jerapah imut itu baru saja selesai bertelepon denganku. Dia tak hentinya menagih bayaran dariku atas 'misi cinta' beberapa waktu lalu meskipun kini dia sedang berada di negara tirai bambu. Baiklah, setelah menimbang-nimbang dengan matang, sudah kuputuskan akan membayarnya pada empat hari lagi. Dan dia pun setuju. Lalu siapa lagi yaa.. aku tak punya banyak teman sih disini. Yuta-kun pun aku tak berani untuk menyapanya. Meski hubungan kami sudah baik, namun rasanya tak wajar jika harus memanggil dia kesini. Aduduhhh.. Kemudian tanpa ada aba-aba, melintaslah dengan bebas orang itu dalam pikiranku. Akan terasa menyenangkan jika seandainya saja kami bisa masak bersama. Ahhh stop! Jangan kamu teruskan Midori! Lupakan itu! Jangan aneh-aneh! Cepat buatlah saja makananmu!
ting tong ting tong~
ting tong ting tong~
ting tong ting tong~
Bel apartemen terus berbunyi dengan cepat hingga berulang tiga kali seakan tak sabar untuk menerobos masuk. Aku yang baru saja menuang adonan pancake ke teplon cetakan tergesa-gesa menuju pintu.
"Hai! Hai!" teriakku sambil lari.
"Duhh ini si Taishi berisik banget! Kebiasaan dah suka lupa bawa kunci!" gerutuku yang mengira bahwa orang di balik pintu itu adalah adikku. Saat pintu terbuka, si penekan bel langsung menyelonong ke dalam apartemen.
"Ehhh anda siapa?" tanyaku kaget karena ternyata orang itu bukanlah Taishi. Dengan memakai topi dan masker, membuatku tak mengenalinya.
"Gomennasai! Ini aku.. Kazuhara desu!" jawabnya yang kemudian melepas masker dan mengangkat topi. Lalu langsung duduk menghela nafas.
"E.. eehh? Nan..de..?" tanyaku lagi dengan terbata dan makin kaget.
"Kenapa? Kenapa apanya?" tanyanya balik.
"Ano.. mak..sudku.. Kenapa Kazuhara-san seperti itu? Masker itu.. Topi itu.. Kau pun terburu-buru menekan bel." jawabku.
"Aahh itu.. Midori-san tahu? Aku melihat wartawan di depan, dan sepertinya dia pun melihatku juga dengan curiga. Makanya aku teburu-buru, aku khawatir dia akan mengikutiku hahaha" jawabnya sambil tertawa.
"Apa kau sedang menyamar?" tanyaku lagi.
"Tidak.. Aku kebetulan saja berpenampilan seperti ini." sanggahnya.
"Hmm kebetulan.. Begitukah.. Mirip seperti penyamaran para artis saat mengunjungi tempat tinggal kekasihnya, ya?" ucapku ceplas-ceplos.
"Apa kau berpikiran bahwa aku sama seperti itu? Berarti bisa dibilang aku ini..." balasnya sambil berpikir.
"Iie! Iie!! Jangan berpikir yang aneh! Ini mengejutkan saja. Karena biasanya penampilanmu tak aneh-aneh saat datang ke sini. Tapi sekarang.." potongku. "Oh iya! Ada perlu apa Kazuhara-san ke sini? Taishi sedang tidak ada." lanjutku.
"Tidak ada yaaa.." balasnya mengulang kalimat terakhirku.
Kemudian tercium bau hangus di sekitar.
"Midori-san sedang memasak kah?" tanyanya mengendus-endus.
"YABAAIII!!!" aku berlari menuju dapur teringat pancake yang sedang kubuat. Dengan cepat kumatikan kompor lalu tubuhku ambruk. Untunglah tak terjadi hal fatal di dapur. Hanya asap yang lumayan mengepul seisinya.
Kazuhara-san yang mengikutiku langsung membantuku untuk duduk di kursi meja makan. Lalu membuka penuh semua jendela di sana agar asap segera keluar.
"Daijoubu?" tanyanya.
"Pancake ku.. gosong :( " lirihku.
"Malah kau jawab itu! Bagaimana dengan keadaanmu?" herannya. Aku hanya memberi isyarat tanda 'ok' saja padanya.
"Yokatta.. Ya sudah biar kubuatkan lagi. Tenangkan dulu saja dirimu." ucapnya mengelus punggungku.
Alhasil aku hanya diam duduk saja melihat Kazuhara-san bermain-main dengan perlengkapan dapurku untuk yang kedua kalinya. Dia begitu tenang sementara aku dalam keadaan panik. Bukan lagi karena peristiwa sebelumnya, namun panik karena dia. Rasanya hatiku jadi tak tenang saat berada di sekitar dia. Detak jantungku tampak seperti orang yang baru saja selesai lomba lari. Plis, atur napas. Aku harus santai.
"Yosh selesai! Kau suka pakai toping apa?" tanyanya sambil meletakkan tumpukan kepingan pancake yang telah jadi di tengah meja. Lalu memberiku sebuah piring plus alat makannya.
"Aku suka krim coklat dan potongan stroberi." jawabku mencoba santai. Sekuat hati aku terus berusaha menahan perasaan ini.
"Hmm dan di sini pun memang hanya ada ini saja sih.. Tak ada pilihan lain haha" balasnya tertawa.
"Hai.." kujawab dengan singkat.
"Kalo gitu ngapain nanya sih? Tinggal makan aja.. Jangan ajak gue ngomong terus!" suara hatiku.
Kami makan bersama. Di satu meja. Suasana sepi. Hanya berdua. Saling berhadapan. Salahkah jika aku berpikir ini bagaikan...
"Huwaa! Umaaiiii!! Enak sekali! Manisnya pas, dan ini begitu lembut!" pujinya bersemangat.
"Ehh? Hontou ni?" tiba-tiba aku ikut bersemangat juga menanggapinya.
"Hai! Ini adalah pancake yang sempurna bagiku!" ucapnya dengan kesungguhan.
"Arigatou!!" balasku tersenyum. Fakta menyebutkan, sebenarnya aku tak pernah gagal dalam membuat pancake. Orangtuaku sangat menyukainya. Dan Taishi serta Asuka pun mengakui keahlianku. Jadi aku percaya diri bahwa makanan buatanku itu pasti enak. Tapi entah mengapa saat mendengar ucapan itu dari seorang Kazuhara-san, aku tak bisa membendung kebahagiaan. Pujian darinya membuatku melayang bagaikan berada di langit terindah.
"Benar-benar enak! Midori-san sungguh berbakat." ia memujiku lagi sambil menopang wajahnya dengan kedua tangan. Memandangku lalu melempar senyuman lebar membuat matanya semakin menyipit. Menerima tatapan seperti itu, perasaan tak karuanku kembali. Aku diam dan hanya sanggup melihat ke bawah. Mode wajahku jadi berubah-ubah dengan cepat. Diam, lalu tertawa, lalu gelisah lagi. Sungguh membingungkan. Di saat yang bersamaan aku ingin terus dengannya sekaligus aku pun ingin menghindar darinya. Ya Tuhan.. aku jadi salah tingkah.
"Ini benar-benar enak! Aku menghabiskan lebih banyak darimu. Gomen ne hehe" ucapnya sambil terus makan.
"Tidak apa-apa.. Kazuhara-san benar-benar suka atau kelaparan?" dalam keadaan seperti ini mulutku masih saja mengibaskan pedangnya.
"Aku sungguh menyukainya! Percayalah!" jawabnya.
"Syukurlah.." balasku.
"Dan.. bolehkah.. jika aku.. menyukai pembuatnya juga?" tanyanya lagi.
"Apa?!" aku kaget.
"Tidak! Bukan apa-apa. Aku bercanda.. hehehe.. hehe" dia malah tertawa cengengesan setelah berkata demikian.
"Peristiwa tadi.. mengejutkan sekali Midori-san! Kau harus lebih berhati-hati lagi apalagi jika sedang sendirian." sambungnya.
"Hai.. Aku akan lebih berhati-hati." jawabku. Dalam hati aku ingin berkata bahwa ini salahnya juga karena tiba-tiba datang ke tempatku. Namun yang keluar dari mulut malah demikian. Aku mulai berpikir harus menjaga kata-kataku di hadapannya. Aku merasa tak ingin menjadi buruk di depannya. Jangan sampai membuatnya kesal.
"Api itu sungguh berbahaya. Jangan sekali-kali bermain dengannya. Jika sudah menyambar, terbakar, semuanya akan hancur. Takkan bisa kembali seperti semula. Benar kan?" ucapnya serius.
"Serius sekali.. Kau sedang membicarakan api yang seperti apa?" tanyaku jadi penasaran.
"Segala macam. Api dalam arti sebenarnya dan dalam tanda kutip" balasnya.
"Tapi pernahkah kau bermain dengan itu?" aku makin penasaran.
"Aku sedang melakukannya." jawabnya.
"Heh??" bingungku.
Cekrek~ Pintu masuk terbuka. Pasti itu Taishi.
"Tadaima.." ucap adikku langsung menuju dapur. Tampaknya dia haus.
"Okaeri.." jawabku berbarengan dengan Kazuhara-san saat mendapati dia berada di ruangan yang sama dengan kami.
"Ah gomen! aku tak melihat! Aku akan pergi ke kamar!" saat melihat kami berdua dia seketika menutup wajah dan memutar kembali badannya langsung menuju kamar.
"Apa-apaan sih anak itu?!" sinisku.
"Sepertinya dia mengira kita sedang berkencan, haha." ucapnya asal.
"Ee? Bakayaro itu!! Seenaknya saja si Taishi!" keluhku.
"Ya sudah aku bereskan saja ini sekarang ya Midori-san." ucap Kazuhara-san.
"Jangan! Biar aku saja. Aku terlalu banyak merepotkanmu. Biar aku saja yang bereskan." cegahku.
"Baiklah.."
"Apa tak sebaiknya kau susul saja Taishi.. Kazuhara-san ke sini mencarinya kan?"
"Hai.. aku temui Mori-kun saja ke kamarnya."
"Hai.. douzo.."
Aku rasa ini lebih baik. Menyuruhnya pergi dari hadapanku untuk saat ini. Karena aku berani bersumpah, bahwa aku tak sanggup lagi untuk berlama-lama ada di hadapannya.
**
Esok harinya aku sudah janjian dengan Asuka untuk menginap di rumahnya. Sudah lama juga sih aku tak bermain ke sana. Kesibukan kami seakan tak habis dan mengharuskan hanya bisa berjumpa di luar saja itupun tak lama. Belum lagi hal lain juga kerap menghalangi. Lalu bagaimana awal dari persahabatan kami ini bisa terjalin? Sungguh tak disangka kami dipertemukan oleh grup musik idolanya yang beranggotakan tujuh orang itu. Singkat cerita, pada saat itu aku sedang berjalan di salah satu persimpangan toko-toko elektronik. Lalu selembar kertas berbentuk persegi panjang entah mengapa bisa terbawa di sepatuku. Aku menyadarinya saat permen yang akan kumakan terjatuh. Setelah kulihat-lihat, ternyata itu adalah sebuah tiket konser bertuliskan "GENERATIONS LIVE TOUR 2016 SPEEDSTER" dengan tanggal yang tertera menuliskan angka dua hari kemudian. Berarti tiket ini masih berlaku. Aku bingung ini milik siapa maka kuputuskan untuk meminta bantuan menuju pos polisi sekitar. Di sana tampak seorang perempuan sedang duduk sambil terisak. Aku dipersilahkan duduk di sebelahnya.
"Ada yang bisa kami bantu?" tanya Pak Polisi padaku.
"Sumimasen.. aku menemukan ini. Aku tak tahu harus bagaimana.." ucapku sambil menyerahkan kertas itu.
"Apa ini?" Pak Polisi bertanya lagi.
"Sepertinya tiket konser. Aku tak tahu ini milik siapa. Aku menemukannya menempel di sepatuku." jawabku. Tiba-tiba saja perempuan di sebelahku langsung merebut tiket itu.
"YOKATTAAAA!! INI PUNYAKU!! INI PUNYAKU!! KYAAAA!!" orang itu yang tadinya sendu lalu berubah menjadi ceria. Sejak saat itu kami berkenalan. Bertukar nomor telepon dan line. Semakin lama obrolan di antara kami pun saling menyambung. Asuka sering mengajakku berkeliling Tokyo karena dia memang berasal dari ibukota. Meskipun sifat hebohnya sering membuatku kewalahan, tapi aku tetap nyaman bersahabat dengannya. Yaa seperti itulah kira-kira, gambaran persahabatan kami sampai saat ini.
Di rumah dia sekarang, seperti biasa aku dipersilahkan oleh ibunya untuk langsung masuk ke kamar Asuka. Ibunya Asuka ini sangat mencintai keindahan. Beliau tak mengijinkan benda-benda aneh menempel di dinding rumah ataupun lemari segala macam. Termasuk untuk kamarnya Asuka. Hanya foto keluarga, lukisan dan jam dinding saja yang boleh terpampang. Maka dari itu, meskipun Asuka adalah seorang fangirl tingkat dewi, namun itu tak tampak pada kamarnya. Di sana hanya ada satu foto idolanya itu dalam bentuk bingkai kecil saja yang tak menarik perhatianku. Makanya, setiap kali aku menginap di sini, aku sama sekali tak pernah benar-benar melihat idolanya, si GENERATIONS itu apalagi setiap membernya. Aku tak tahu bahwa sesungguhnya ada orang-orang yang aku kenali di sana. Jika aku tahu, mungkin sang author fan fiction ini akan menciptakan jalan cerita yang berbeda dari awal. LOL.
"Yo!" sapaku.
"Yoo Mi-chan.. Bentar yaa gue lagi asyik baca majalah fashion ini nih.. Lo leyeh-leyeh aja di kasur," balasnya.
Aku tergerak untuk mendekati bingkai foto kecil idolanya tersebut dahulu. Kemudian kuambil.
"Ne Asuka.." tanyaku pelan lalu merebahkan tubuh di tempat tidurnya.
"Mmm.." jawabnya tanpa melihatku.
"Lo.. suka mikirin Alan-san kah?" pertanyaan itu seketika langsung terlontar saat aku sedang memandangi foto tersebut. Namun mata ini malah tertuju pada seorang yang berada di sebelah kiri dari nama yang kusebut itu.
"Heh? Gimana gimana?" balasnya sambil tetap melihat majalah.
"Lo fansunya dia kan? Berarti selalu mikirin dia dong?" jelasku.
"Hmm bisa dibilang gitu juga sih." jawabnya santai.
"Apa tandanya lo mencintai dia?" tanyaku lagi tanpa pikir panjang.
"Sebagai penggemar, gue pasti mencintai dia lah. Pertanyaan macam ini Mi-chan.." balasnya mulai aneh.
"Mencintai.. kayak lo ingin memiliki dia?" aku terus-menerus bertanya.
"Hah?? Gak gitu juga Mi-channn!! Gue tetep mandang Alan-san sebagai idola. Memikirkan dia, mencintai dia, mendukung dia, sama kayak yang dilakukan penggemar untuk idolanya. Gak ada kepikiran buat menghubungkan dia di 'dunia nyata'. Gila aja sihhh gue juga masih punya batas normal!" jelasnya yang langsung menghentikan aktivitas dia.
"Souka.." singkatku.
"Hmmm ada angin apa lo nanyain tentang ini? Mungkinkah.. Ryota-san?? Apa terjadi sesuatu sama kalian? Ehhh.." godanya heboh mendekatiku.
"Gak ada apa-apa!! Gue cuman nanya aja. Gue cuman basa-basi aja!!" sangkalku.
Saat ini aku belum bisa jujur pada Asuka. Dia selalu berpikiran jika aku memiliki hubungan khusus dengan Katayose-kun karena kami begitu dekat. Tapi kenyataannya, aku dan Katayose-kun memang bersahabat saja. Tak ada hal lain selain itu. Jika aku tiba-tiba menyebut nama lain, pasti dia akan terkejut. Tapi kini di pikiranku memang hanya ada orang itu. Terus saja berputar tentangnya di otakku. Pikiranku ini sulit terlepas darinya. Apa aku telah sadar, jika kali ini aku memang telah jatuh cinta padanya. Orang itu.. Kazuhara Ryuto..
-bersambung-
No comments:
Post a Comment