Part 17: Pray
(Katayose Ryota, Kazuhara Ryuto, Shirahama Alan)
"Menyenangkan sekaliiii, malam ini!" Ryota membuka percakapan kami berdua yang saat ini sudah berada di dalam mobilnya. Setelah permainan Truth or Dare yang menjadikan aku 'korban' terakhir, kami semua mengakhiri acara (kencan) makan malam ini. Kami putuskan untuk bubar karena jam sudah menunjuk pukul 11 malam. Oh ya, jangan tanya secara detail apa yang terjadi setelah aku mengatakan inisial itu. Satu yang pasti, aku sangat tak nyaman! Untungnya Alan-san segera mengambil lagi komando dan mengingatkan semuanya bahwa waktu sudah hampir tengah malam. Intinya, aku bisa bernapas lega setelahnya.
Lalu mengapa sekarang aku ada bersama Ryota di dalam mobilnya? Aku yang tadi pergi menggunakan taksi berdua dengan Asuka harusnya pulang bersamanya juga dengan mengendarai kendaraan yang sama. Tapi saat kami tengah berjalan menuju pintu keluar, kami berpapasan dengan dua wanita yang katanya teman kuliah dia. Mereka belum berjumpa satu sama lain dalam waktu yang lama dan memutuskan untuk melakukan temu kangen dadakan saat itu juga di tempat yang sama, yang katanya beroperasi sampai pukul 01.00 am, jadi otomatis Asuka ikut dengan mereka dan membiarkanku pulang duluan. Ryota pun mengetahui hal ini, alhasil dia menawarkan diri untuk mengantar aku pulang. Ngomong-ngomong, apakah ada yang berharap kalau Asuka ini bisa dekat dengan Alan-san? Atau ternyata secara tiba-tiba dia pulang diantar olehnya? Aku pun inginnya demikian. Tapi boro-boro, ini lain ceritanya. Pria keturunan Filipina itu nyatanya pulang dengan ikut nebeng di motor Kazuhara-san. Ia tak bawa kendaraan dan malas dijemput pula, katanya. Sachin-san yang di awal menjadi penumpang di motor itu kini sudah pasti pulang bersama Komori-san. Meski arah pulang wanita itu tetap sama dengan arah keberangkatannya, dia tetap ingin berlama-lama dulu bersama sang kekasih. Sisanya, sudah tahulah bagaimana~
"Gimana Mi-chan, kamu senang kan?" Ryota membuyarkan lamunan kilatku.
Lalu mengapa sekarang aku ada bersama Ryota di dalam mobilnya? Aku yang tadi pergi menggunakan taksi berdua dengan Asuka harusnya pulang bersamanya juga dengan mengendarai kendaraan yang sama. Tapi saat kami tengah berjalan menuju pintu keluar, kami berpapasan dengan dua wanita yang katanya teman kuliah dia. Mereka belum berjumpa satu sama lain dalam waktu yang lama dan memutuskan untuk melakukan temu kangen dadakan saat itu juga di tempat yang sama, yang katanya beroperasi sampai pukul 01.00 am, jadi otomatis Asuka ikut dengan mereka dan membiarkanku pulang duluan. Ryota pun mengetahui hal ini, alhasil dia menawarkan diri untuk mengantar aku pulang. Ngomong-ngomong, apakah ada yang berharap kalau Asuka ini bisa dekat dengan Alan-san? Atau ternyata secara tiba-tiba dia pulang diantar olehnya? Aku pun inginnya demikian. Tapi boro-boro, ini lain ceritanya. Pria keturunan Filipina itu nyatanya pulang dengan ikut nebeng di motor Kazuhara-san. Ia tak bawa kendaraan dan malas dijemput pula, katanya. Sachin-san yang di awal menjadi penumpang di motor itu kini sudah pasti pulang bersama Komori-san. Meski arah pulang wanita itu tetap sama dengan arah keberangkatannya, dia tetap ingin berlama-lama dulu bersama sang kekasih. Sisanya, sudah tahulah bagaimana~
"Gimana Mi-chan, kamu senang kan?" Ryota membuyarkan lamunan kilatku.
"Ya! Sangat menyenangkan!" balasku.
Mobilnya berhenti saat rambu lalu lintas tengah merah. Dari luar tepat di sebelah kiriku, motor Kazuhara-san ikut berhenti juga. Seakan ada sesuatu yang menahan kepalaku untuk terus menengok ke arahnya.
"Seandainya saja.. aku bisa duduk lagi di posisinya Alan-san. Seperti waktu itu," lagi-lagi aku larut dalam lamunan.
Ryota menyadari hal ini.
"Seandainya saja.. aku bisa duduk lagi di posisinya Alan-san. Seperti waktu itu," lagi-lagi aku larut dalam lamunan.
Ryota menyadari hal ini.
"Ehem,, KR, yaa.. orangnya," pengemudi di sampingku itu menyebutkan sebuah inisial hingga membuatku sadar kembali.
"Maksudmu?" aku tahu, tapi pura-pura tak mengerti berharap Ryota tak lanjut membahas itu.
"Kamu gak bisa menyembunyikan apapun dariku, Mi-chan.." ujarnya. "KR yang sebenarnya adalah orang yang ada di sebelah kirimu, kan?"
Lampu telah hijau. Tanpa menjawab dulu tanyanya, aku menyuruh dia untuk cepat jalan lagi. Jalur mobilnya dan motor Kazuhara-san kini telah berbeda. Dia yang membonceng Alan-san lambat laun hilang dari pandanganku. "Siapa? Di sebelah kiriku gak ada siapa-siapa? Jalanan udah sepi kali," aku tetap mengeles dan coba mengalihkan pembicaraan.
"Aku gak mau bahas obrolan lain, aku ingin membahas tentang Ryuto-kun," dia kembali pada niat awalnya.
"Untuk apa membahasnya, gak penting!" mulutku sungguh munafik. Dari mana tak pentingnya? Sedangkan aku baru saja terus memperhatikan orang itu.
"Apa kalian lagi ada masalah?" Ryota tak hentinya menggali informasi. "Ayolah Mi-chan.. cerita padaku! Aku akan baik-baik saja meskipun sekarang kamu menceritakan tentang pria lain di depanku," lanjutnya yang sambil terus mengemudi dengan kecepatan pelan. Jalanan sudah hampir sepi, jadi tak ada salahnya jika mengendarai dengan santai. Itu takkan menghambat laju kendaraan lain.
Aku kalah. Aku tak bisa menghindari pertanyaannya lagi. Aku akan jujur pada Ryota. Mengatakan segala yang kini tengah aku rasa, terkhusus untuk teman duetnya itu. Pertama kalinya aku bercerita hal ini. Bahkan Asuka pun tak pernah tahu. Bukan aku tak percaya padanya, tapi aku masih berpikir bahwa hal ini cukup untuk kusimpan sendiri saja. Tak perlu melibatkan pihak lain di dalamnya.
"Sachin-san.." dengan lemas aku langsung menyebut nama wanita yang menurutku menjadi awal mula kesalahpahaman antara aku dan Kazuhara-san.
Ryota membalas, "Sachin? Kenapa dia?"
Aku siap bercerita, sembari membayangkan peristiwa 'itu', "Aku melihat Sachin-san ada di rumah Kazuhara-san. Mereka sangat dekat. Tangan wanita itu terus menggandengnya, apalagi kepalanya yang bersender di bahu dia. Sachin-san juga bilang kalo dia adalah salah satu orang terdekatnya. Dan si pria otot itu pun tenang-tenang saja saat bersamanya. Mereka menunjukkan kemesraannya di depanku. Menyebalkan sekali!!" kecepatan bicaraku melaju kencang tanpa tanda titik atau pun koma.
Ryota terkesiap, "Apa kamu lagi bicara tanpa bernapas?" ia seolah mengejekku.
"Aku sedang gak bercanda Ryota! Huh!" rengekku.
"Habisnya ceritamu panjang banget sepanjang kereta api! Kukira gak akan ada ujungnya, haha" dia malah tertawa.
"Apa aku terlalu banyak bicara ya? Gomen.. Aku memang wanita yang buruk.." aku langsung murung menundukkan kepala.
"Gak gitu juga kaliii.. Nangis nih nangis, Mi-chan kan cengeng," dia lagi-lagi mengejekku.
"Ryotaaa!!!" bibirku mengkerut.
Dia kembali tertawa, "Hahaha gomen, gomen.. Hmmm Mi-chan cemburu padanya, kan?" dia mulai mengajak bicara serius.
"Ryotaaa!!!" bibirku mengkerut.
Dia kembali tertawa, "Hahaha gomen, gomen.. Hmmm Mi-chan cemburu padanya, kan?" dia mulai mengajak bicara serius.
"Gak tahu!" kini aku menjutekinya.
"Hih, ngambek! Jangan khawatir, hubungan Ryuto-kun dan Sachin bukan seperti yang kamu pikirkan." papar Ryota.
Aku mulai penasaran. Kekepoanku seketika kumat, "Lalu, bagaimana sebenarnya hubungan mereka? Apa orang terdekat yang dimaksud itu adalah saudara? Mereka bersaudara?" penjelasan dari Ryota sangat aku tunggu.
"Bukan saudara!"
"Ehhh?"
"Sama seperti kita, mereka teman masa kecil."
Teman masa kecil..
Lagi-lagi, teman masa kecil..
Teman masa kecil..
Lagi-lagi, teman masa kecil..
"Be- benarkah? Apa saja yang kamu tahu? Ceritakan semuanya padaku!" kalimat-kalimat yang akan segera keluar dari mulut Ryota begitu antusias untuk kusimak.
Dia mulai merangkai kata-katanya, "Tahun 2013, pertama kalinya Ryuto-kun memperkenalkan Sachin pada kami (GENERATIONS) saat dia datang ke backstage bersama Ibu dan adiknya Ryuto-kun. Intinya sih.. mereka bertetangga saat di Amagasaki, dan Sachin sering bermain bersama adiknya Ryuto-kun, lalu lama-lama dia sering mengajaknya main juga, sampai sekarang. Ryuto-kun itu seperti sosok seorang kakak buat dia, karena dia adalah anak tunggal. Harusnya kamu bisa langsung mengerti bagaimana sifat dari anak tunggal, apalagi wanita," Ryota membeberkan semua yang dia ketahui. Panjang juga, seperti kereta api.
Aku sedikit-sedikit mencerna perkataannya, baru satu kata yang bisa terlontar untuk menanggapi, "Souka.."
"Hmmm," balasnya.
"Kamu tahu banget ceritanya,"
"Sachin sendiri yang menceritakan itu pada kami. Mi-chan juga merasakan, kan, kalo Sachin itu mudah untuk akrab dengan orang baru. Dengan mudahnya dia pun mengatakan itu di depan semua memba GENE,"
"Tapi.. ada kemungkinan juga kalau mereka bisa saling jatuh cinta, kan? Gak ada yang tahu isi hati dari seseorang," aku tetap belum yakin akan penjelasannya.
"Kamu ini, amnesia atau lagi ngigau, sih? Sachin itu pacarnya Hayato! Kamu sendiri lihat kan kalau mereka lengket banget gak bisa pisah. Hubungan mereka udah sekitar 5 tahun, itu dimulai gak lama setelah pertemuan pertama kami. Mana mungkin bakal ada orang ketiga! -___-" Ryota malah memarahiku.
Aku berpikir kembali. Iya juga. Benar. Dua orang itu menunjukkan kedekatannya dengan sangat jelas. Seolah memamerkan hubungan mereka di depanku, di depan kami semua. Duri yang mengiringi perjalanan kisahnya tak pernah berhasil jua meruntuhkan kebersamaan mereka. Keduanya tetap akan kembali lagi seperti saat dulu. Aku percaya pada Komori-san yang dengan sungguh-sungguh telah mengatakan hal itu di hadapanku.
Ryota kembali menegur, "Jadi, bagaimana menurutmu kesimpulannya?"
"Aku, yang salah," kepala ini tertunduk dengan lesu.
"Memang benar, Mi-chan yang salah," kena juga diriku oleh mulut sadisnya. Aku makin tenggelam dalam keresahan. Penyesalan adalah satu-satunya yang menguasai diriku. Masih dalam keadaan ini, mobil yang kami kendarai kemudian berhenti. Sepertinya sudah sampai. Ia memintaku untuk diam dulu lalu turun dan mengatakan bahwa akan membuka pagar.
Pagar?
Se-- sebentar! Sejak kapan gedung apartemen tempatku tinggal ada pagarnya? Ini pagar mana yang dia maksud? Segera kutegakkan kepala dan meluruskan pandangan menembus kaca depan. Sebuah rumah asing yang baru pertama kali kulihat menjadi tempat pemberhentian kami. Ryota yang sudah membuka penuh pagar rumah tersebut, kembali masuk ke dalam mobil.
"Di mana ini?" aku kebingungan.
Dia yang menyalakan lagi mesin dan mulai memarkirkan mobil ke dalam menjawab dengan tenang, "Rumahku."
Rumah dia?? Kenapa Ryota membawaku ke rumahnya? Bukan mengantarku pulang ke apartemen. "Kok ke sini sih? Aku ingin pulang,"
"Sudah berapa kali Mi-chan ke rumahnya Ryuto-kun?" dia membuat pertanyaan baru di atas pertanyaanku. Sekarang mobilnya telah terparkir dan benar-benar berhenti. Namun kami masih berada di dalamnya.
Aku coba mengingat kembali. Pertama saat mengantar titipan Taishi ke sana. Lalu sehabis misi cinta Sano-kun aku tak sengaja bertemu dengannya di sebuah kedai kemudian dia membawaku ke rumahnya. Ketiga kali, peristiwa bersama Sachin-san itu. "Tiga!" jawabku singkat.
"Kamu udah tiga kali ke sana tapi belum sekalipun ke rumahku. Sahabat macam apa itu?" kini nada ucapannya agak sinis diikuti dahinya yang menampakkan kerutan.
"Hmmm," balasnya.
"Kamu tahu banget ceritanya,"
"Sachin sendiri yang menceritakan itu pada kami. Mi-chan juga merasakan, kan, kalo Sachin itu mudah untuk akrab dengan orang baru. Dengan mudahnya dia pun mengatakan itu di depan semua memba GENE,"
"Tapi.. ada kemungkinan juga kalau mereka bisa saling jatuh cinta, kan? Gak ada yang tahu isi hati dari seseorang," aku tetap belum yakin akan penjelasannya.
"Kamu ini, amnesia atau lagi ngigau, sih? Sachin itu pacarnya Hayato! Kamu sendiri lihat kan kalau mereka lengket banget gak bisa pisah. Hubungan mereka udah sekitar 5 tahun, itu dimulai gak lama setelah pertemuan pertama kami. Mana mungkin bakal ada orang ketiga! -___-" Ryota malah memarahiku.
Aku berpikir kembali. Iya juga. Benar. Dua orang itu menunjukkan kedekatannya dengan sangat jelas. Seolah memamerkan hubungan mereka di depanku, di depan kami semua. Duri yang mengiringi perjalanan kisahnya tak pernah berhasil jua meruntuhkan kebersamaan mereka. Keduanya tetap akan kembali lagi seperti saat dulu. Aku percaya pada Komori-san yang dengan sungguh-sungguh telah mengatakan hal itu di hadapanku.
Ryota kembali menegur, "Jadi, bagaimana menurutmu kesimpulannya?"
"Aku, yang salah," kepala ini tertunduk dengan lesu.
"Memang benar, Mi-chan yang salah," kena juga diriku oleh mulut sadisnya. Aku makin tenggelam dalam keresahan. Penyesalan adalah satu-satunya yang menguasai diriku. Masih dalam keadaan ini, mobil yang kami kendarai kemudian berhenti. Sepertinya sudah sampai. Ia memintaku untuk diam dulu lalu turun dan mengatakan bahwa akan membuka pagar.
Pagar?
Se-- sebentar! Sejak kapan gedung apartemen tempatku tinggal ada pagarnya? Ini pagar mana yang dia maksud? Segera kutegakkan kepala dan meluruskan pandangan menembus kaca depan. Sebuah rumah asing yang baru pertama kali kulihat menjadi tempat pemberhentian kami. Ryota yang sudah membuka penuh pagar rumah tersebut, kembali masuk ke dalam mobil.
"Di mana ini?" aku kebingungan.
Dia yang menyalakan lagi mesin dan mulai memarkirkan mobil ke dalam menjawab dengan tenang, "Rumahku."
Rumah dia?? Kenapa Ryota membawaku ke rumahnya? Bukan mengantarku pulang ke apartemen. "Kok ke sini sih? Aku ingin pulang,"
"Sudah berapa kali Mi-chan ke rumahnya Ryuto-kun?" dia membuat pertanyaan baru di atas pertanyaanku. Sekarang mobilnya telah terparkir dan benar-benar berhenti. Namun kami masih berada di dalamnya.
Aku coba mengingat kembali. Pertama saat mengantar titipan Taishi ke sana. Lalu sehabis misi cinta Sano-kun aku tak sengaja bertemu dengannya di sebuah kedai kemudian dia membawaku ke rumahnya. Ketiga kali, peristiwa bersama Sachin-san itu. "Tiga!" jawabku singkat.
"Kamu udah tiga kali ke sana tapi belum sekalipun ke rumahku. Sahabat macam apa itu?" kini nada ucapannya agak sinis diikuti dahinya yang menampakkan kerutan.
"Bukan seperti itu.. Aku pasti akan berkunjung ke rumahmu, tapi bukan sekarang juga. Ini udah larut malam, Ryota. Terus kapan aku pulangnya?" aku coba menjelaskan padanya.
Seketika satu kata langsung keluar dari mulutnya, "Besok!"
"Haaahh?? Aku harus menginap di sini??? Gila! Gila sekali!!" respon terkejutku atas satu kata darinya itu. Dia tetap merayuku untuk mau masuk ke dalam rumahnya. Sudah jelas lah, aku pasti menolak. Tak peduli apa status kami, tapi bagiku menginap di rumah seorang 'pria' hanya berdua dengannya adalah hal yang menyimpang. Kecuali dalam keadaan darurat. Sangat darurat. Tapi aku berharap bahwa aku takkan pernah mengalaminya.
"Kalo kamu tetep gak mau mengantarku pulang, baiklah! Aku akan tidur di dalam mobil saja. Kamu sendiri aja yang masuk ke rumahmu," aku berniat mengancamnya agar dia bisa luluh dan menuruti kemauanku untuk segera pulang.
"Dasar keras kepala! Oke, aku mengalah. Aku bakalan jujur padamu! Jangan khawatir, di dalam ada bibi ART juga, jadi kita gak cuman berdua ada di dalam rumah," jelasnya memasang raut wajah bete. Tatapanku padanya kini penuh dengan kecurigaan. Sorotan mata yang terus terarah padanya memaksa dia untuk bertanggungjawab akan ucapannya. Setahuku, Ryota tinggal sendiri dan ia mengatakan jika ART yang dimaksud itu bekerja dengan pulang pergi tanpa menginap. Lalu mengapa dia mengatakan bahwa orang itu masih ada di dalam rumahnya padahal waktu sudah selarut ini?
"Mi-chan gak percaya? Bibi ART itu akan menginap di sini setiap hari Sabtu dan Minggu. Jadi, ayolah.. bukan saat yang tepat juga untukku membohongimu. Sekarang, mari turun. Dan kamu pasti bakal bertemu bibi di dalam." Dia kembali meyakinkan.
Aku akan buktikan perkataannya. Ikut dengan dia masuk ke dalam rumahnya. Dan benar saja, di sana ternyata telah ada seorang wanita paruh baya berusia sekitar 40 tahun menyambut kedatangan kami. Katayose-san, begitu cara beliau memanggil nama tuannya. Dan aku pun memperkenalkan diri dengan nama Moriyama dan mengijinkannya untuk memanggilku Moriyama-san. Huh! Lega. Jadi ini bukan sekedar modus yang si pria dengan tinggi sekitar 183 cm itu rencanakan. Bukan untuk mengambil kesempatan dalam kesempitan. Dia masih memiliki kewarasan juga rupanya. Ah, rasanya pede sekali diriku karena memikirkan hal aneh sampai sejauh itu. Namun ini juga termasuk perlindungan terhadap diri sendiri. Siapa lagi coba yang akan melindungiku secara maksimal kecuali aku sendiri? Pria manapun harus tetap diwaspadai termasuk Ryota. Isi otak mereka takkan pernah bisa ditebak dengan akurat. Hehehe.
Bibi ART mempersilahkan aku duduk di sofa ruang tamu, tapi Ryota mencegahnya. Dia malah mengambil sebuah kursi dan meletakkannya di sampingku menyuruhku untuk duduk di situ, "Mi-chan, coba duduklah di sini!"
"Rasakanlah 'surga' di rumahku!" lanjutnya.
Oooo.. aku ingat! Ternyata ini dia kursi favoritnya yang selalu dia bilang sebagai surga. Tapi aku tak merasakan perbedaan apapun saat duduk di atasnya. Sama saja seperti kursi lainnya. Ketika bersandar pun, memang ada rasa nyaman sekelebat, namun masih normal saja untuk selebihnya. Atau karena aku belum terbiasa? Atau aku yang norak? Tak bisa menyesuaikan diri dengan barang-barang milik seorang artis? Heeeee.
Ryota pun mengajakku menuju ke ruangan favoritnya. Di mana di sana ada sebuah permadani berwarna abu membentang lebar menutupi seluruh lantainya. Dengan dinding berwarna hampir senada menghiasi sekeliling. Begitu damai. Teramat tenang rasanya berada di ruangan ini. Cocok sekali sebagai tempat menyepi. Membuatku tak kuasa untuk merebahkan tubuh di atas kelembutan permadani ini. Menikmati suasananya dengan memejamkan mata. Terus terpejam hingga aku terlelap menuju alam khayal.
Hoaammm.. Uapan pertama mengawali hari Minggu pagiku. Aku baru sadar, semalam aku ketiduran di ruangan ini. Karena saking nyamannya dan disertai rasa kantuk juga, sih. Kutemukan sebuah selimut menutupi sebagian tubuhku. Masih dengan posisiku yang tiduran terlentang, aku menerka bahwa yang meletakkannya adalah Ryota. Terimakasih, Pangeran! Haha. Mungkin sekarang dia masih tidur di kamarnya. Biarkan dulu saja lah. Dari posisi asal, aku kembali menggeliat dan mengubah posisi menyamping ke kanan. Nyatanya, sosok yang kusebut tadi telah nampak di depan mata. Berjarak sekitar 3 meter, pokoknya dari ujung ke ujung, Ryota tengah terbaring masih dalam keadaan tak sadarnya menyamping menghadapku. Ngapain coba malah tidur di sini, apa dia khawatir kalau aku akan kabur dari rumahnya pada saat dinihari? Makanya dia terus mengawasiku. Lolll.
Menatap keadaan tidurnya membuatku terus menerus menahan tawa. Benar-benar diluar dugaan!
Seriusan?
Apa aku gak salah lihat karena baru saja bangun tidur?
Sang Pangeran yang berada di depanku, tertidur sangat pulas hingga matanya setengah terbuka diikuti mulut yang menganga!
Wajah itu... sangat lucu!! Sungguh sulit untukku tak menertawainya. Meskipun aku tak tahu juga bagaimana wajahku saat tertidur, tapi bodo amat! Aku mah bukan siapa-siapa jadi mana ada yang peduli. Aku tetap terfokus pada si oujisama-nya GENERATIONS ini. Dia bisa mengontrol setiap tingkah lakunya tapi tak bisa mengendalikan dirinya ketika sedang tertidur. Mungkin jika penggemarnya tahu, mereka pun akan bereaksi sama seperti diriku sembari berkata, "Kawaii.. Kawaii!! Kawaii Oujiii.." Ahaha.
Lama-lama suara tertawaku yang tertahan keluar juga. Cekikikan pelan ini membangunkannya.
"Apa yang kamu tertawakan?" tanyanya yang setengah sadar sambil menguap dengan lebar.
"Gak ada," aku kembali terlentang dan berusaha mengulum bibir menyembunyikan tawa.
Dari seberang sana, Ryota berguling memotong jaraknya denganku hingga kami berdekatan. Aku segera menghentikan sambil terus bergeser ke kiri hingga mentok bersentuhan dengan dinding. Dia malah cengengesan.
"Stop!! Jangan modus ya! Mundur sana!" perintahku dengan tegas pada Ryota.
"Aku bercanda kok, bercandaaa" dia kembali berguling satu kali menjauh dariku. "Ohayou Mi-chan.." lanjutnya. Aku membalas sama.
Bel di rumah ini berbunyi. Nampaknya ada tamu. Suara bibi ART terdengar menyahutnya dan segera keluar membukakan pagar.
"Ada tamu sepagi ini?" heranku saat melihat jam dinding masih menunjukkan pukul 7 pagi lewat 10 menit.
"Kayaknya sih.." nada malas keluar dari mulutnya.
"Hari Minggu pun tetap ada kesibukan, jadi artis memang luar biasa!" pujiku sambil menyamping lagi menghadapnya.
"Ah, aku ingat! Kayaknya itu Ryuto-kun. Hari ini kami memang ada janji buat membahas tentang lagu baru," Ryota pun mengubah posisinya menghadap ke arahku.
"Kazu-- hara-san?" menyebut namanya membuat lidahku kelu seketika.
"Permisi, Katayose-san. Ada Kazuhara-san datang ke sini," bibi ART menghampiri tuannya yang sedang bersamaku ke ruangan ini. Tak tanggung, beliau pun menggiring Kazuhara-san untuk ikut bersamanya. Otomatis, orang itu menyaksikan dengan jelas keberadaanku di sini. Mana kini posisi aku dan Ryota kemungkinan besar bisa menimbulkan kekeliruan baginya. Yabai!!
Aku buru-buru bangun dan berbalik ke arah tembok. Memalingkan wajah dari Ryota sekaligus Kazuhara-san. Bagaimana ini.. Apa yang akan dia pikirkan tentangku kemudian. Sial sekali! Makin parah lah aku di matanya. Makin runyam urusan ini.
"Yappari, Ryuto-kun.. Pagi bener lo datengnya, lagi gabut?" tanya Ryota yang masih santai tiduran sambil mengucek-ngucek mata.
"Kayaknya gue ganggu, gue ke sini lagi nanti sore aja lah," jawabnya.
"Sekarang aja lah! Dah kagok juga kan lo ada di sini. Tunggu bentar, gue cuci muka dulu," Ryota bangkit dan bergegas ke kamar mandi. Sebelumnya dia menyuruh bibi menyiapkan sarapan untuk kami bertiga. Beliau melanjutkan kegiatan di dapur dan Kazuhara-san pun menghilang dari ruangan ini. Ia pergi dari hadapanku. Sepertinya menuju ke ruang tamu dan menunggu di sana.
Setelah Ryota selesai, aku pun bergantian menggunakan kamar mandinya. Bibi telah menyiapkan sikat gigi serta handuk kecil yang baru untukku. 20 menit berjalan sampai aku menyelesaikan 'aktivitas rutin pagi hari' ini. Kami bertiga lalu kumpul di meja makan untuk sarapan.
"Makan yang banyak Mi-chan, biar gak kurus terus.." Ryota menambahkan porsi sarapanku.
"Kurus kok teriak kurus! Pikirkan dirimu dulu," ujarku sedikit bete.
Kazuhara-san menimpal, "Kalian berdua makanlah yang banyak. Naikkan berat badan!"
"Tuh dengerin, Mi-chan! Kazuhara-sensei si guru ahli gizi sedang menasehati." tutur Ryota. Aku cukup mengangguk sambil menjawab Ya saja menurutinya.
"Apa kalian berdua sudah akur?" celetukan Ryota di tengah ia melahap makanannya membuatku menghentikan suapan yang sedikit lagi akan masuk ke mulutku. "Apa maksudmu?"
"Omongan lo gak jelas!" tambah Kazuhara-san.
"Hee udah lah.. Ribet kalo dilanjutin. Yok makan lagi aja.." Ryota menyudahi pertanyaannya sendiri. Kami lanjut sarapan dengan didominasi oleh keheningan.
Selepasnya, aku pamit pada Ryota untuk kembali ke apartemen di jam yang sudah menunjukkan pukul 9 pagi. Tak ada gunanya juga aku berada di sini, kan? Dua vokalis dari salah satu grup musik turunan EXILE ini akan sibuk dengan pekerjaannya. Dan aku tak boleh mengganggu aktivitas mereka. Awalnya, Ryota menawarkan diri untuk mengantarku pulang, tapi aku menolak dan dia sudah tahu tabiatku yang tak bisa dipaksa. Sesekali dia melirik pada Kazuhara-san seolah menyuruhnya untuk menggantikan 'peran' dia. Namun pria pemilik tatto bergambar speaker musik di lengannya itu tak beraksi jua. Terus diam malah terkesan cuek padaku. Sudahlah, memang hanya kerumitan saja yang akan nampak diantara kami. Abaikan balik, abaikan balik. Aku segera pergi dari hadapannya dan menunggu pesanan taksi hingga menaikinya di depan rumah ini dengan ditemani si pemilik.
**
16 Desember 2018.
Bersolek di depan cermin ukuran cukup besar yang terpasang di kamarku. Mengenakan gaun yang berwarna senada dengan namaku. Satu jam lebih waktu yang dihabiskan untuk menyempurnakan penampilanku. Datang ke acara penting lagi sakral, aku tak boleh membuat kecewa si pengundang.
Masih sedikit-sedikit merapikan riasan, ada yang menggedor pintu kamarku. Tak salah lagi kalau itu pasti Taishi,
"Nee-chan.. ada Katayose-san!" teriaknya keras.
"Ah, Ryota udah datang!" batinku. "Sebentar lagi! Suruh Ryota duduk dulu aja," aku berseru pada Taishi dan mempercepat menyelesaikan riasan.
Sempurna! Dari atas sampai bawah, aku sudah percaya diri dengan penampilan ini. Segera ku keluar untuk menemui Ryota.
"Huh! Bikkurishita!" rasa kaget mengaliri jantung ketika ku membuka pintu dan mendapati Ryota sedang berdiri di depannya. "Apa yang kamu lakukan di sini? Bukannya duduk aja di ruang tamu," tegurku.
Balasnya tertawa, "Aku gak sabar ingin melihat Mi-chan. Cantik sekali wanita di depanku.." lanjutnya, "Sudah siap kan, Princess?" ia sedikit menekuk lengannya memberi isyarat agarku mengaitkan tangan ini di sana. Kuturuti saja kemauannya. Kami pun siap berangkat. Melewati Taishi yang tengah menonton acara televisi, lalu dia memfokuskan penglihatannya pada kami,
"Kalian berdua akan kencan??!" dia langsung berdiri dan bertanya dengan volume tinggi. Melihat aku yang sudah mengenakan gaun dan Ryota yang memakai jas dengan rapi serta kaitan tanganku di lengannya, pikiran dia langsung tertuju pada hal itu.
"Ssttt.. ini urusan orang dewasa. Taishi-kun belum waktunya untuk tahu. Hehe" balas Ryota. Adikku hanya terus menatap kami dengan heran.
Sesuai permintaan sang pengantin wanita, aku akan datang ke pernikahannya bersama dengan Ryota. Dijemput olehnya ke tempatku dan pergi ke sana menggunakan mobilnya. Tak ketinggalan, Ouji-sama ini kumat lagi akan 'status' yang selalu disandangnya. Perlakuannya padaku sungguh "Ryota banget" seperti di mata kebanyakan orang.
Menuju sebuah villa yang menjadi tempat acara resepsi, kami berdua telah berjanji dengan Alan-san untuk bertemu di sana. Dia akan memenuhi permintaan yang bulan lalu sang mempelai wanita ungkapkan sekaligus membuktikan perkataannya juga padaku bahwa dia memang akan hadir ke acara tersebut.
"Kayaknya gue bakal jadi obat nyamuk," sindirnya melihat padaku dan Ryota.
"Siapa suruh ngajak bareng? Elu kan yang minta ditemenin, kagak mau sendiri, hilih.." perkataan Ryota lebih pedas melebihi cabai.
Alan-san hanya memajukan bibirnya saja. Tampaknya dia sudah kalah jika harus berhadapan dengan 'senjata'nya Ryota, haha. Kami bersama-sama melewati pintu masuk, namun sejenak terhenti saat Alan-san merasa ada sesuatu yang mengganjal kakinya.
"Anting-anting? Punya siapa?" dia kebingungan bertanya padaku dan Ryota. Melihat ke sekitar dan dari arah depan dua orang wanita menghampiri.
"Permisi, Tuan. Apakah yang ada di tangan anda adalah sebuah anting-anting?" tanya salah satu wanita bergaun warna pastel dengan sangat sopan. Alan-san mengangguk.
"Yokatta, itu milik saya." wajahnya yang cemas berubah menjadi tenang kembali. Alan-san lalu mengembalikan benda itu disertai senyumannya juga. Kedua wanita ini yang juga merupakan tamu undangan berpamitan untuk kembali pada kepentingannya.
Tempat ini membawa kami pada suasana bak seperti di dalam akuarium. Dekorasi yang memadukan berbagai jenis warna biru memenuhi setiap bagian isi villa. Bunga-bunga segar yang senada menghiasi pula keseluruhan sudut ruangan. Semakin menambah kesejukan untuk tempat ini.
Aku bisa melihat sepasang pengantin tersebut, Nagisa-sensei dan pria yang kini telah menjadi suaminya sedang berdampingan berdiri di atas altar sambil menyambut tamu undangan yang datang untuk memberikan ucapan selamat pada mereka dengan senyum bahagia yang amat terpancar dari wajah keduanya. Aku melihat orangtua mereka pun ikut menyalami tamu.
"Apa kita ke sana sekarang?" ajakku pada Ryota dan Alan-san.
"Alan-kun, gimana?" sekarang Ryota yang menimpalkan pertanyaanku padanya.
"Gue udah mempersiapkan diri. Tenang aja," bibirnya tersungging. Aku bisa merasakan ketulusan dari ucapan Alan-san ini. Nampaknya dia sudah bisa menerima keadaan. Kami berjalan mendekati altar tempat mereka berada.
"Nagisa-sensei, omedetooou!" aku memeluknya menyelamati pernikahan yang baru saja ia langsungkan. Disusul oleh Ryota dan terakhir, Alan-san.
"Omedetou, Hana. Berbahagialah," jabatan tangan yang kini sedang terjadi diantara mereka aku rasa telah menandakan berakhirnya pula 'perang dingin' antara keduanya selama ini.
"Arigatou Alan-kun. Kau pun harus bahagia juga," balas Nagisa-sensei tersenyum.
Kami bertiga menyalami sang pengantin pria juga. Alan-san membisikkan sesuatu padanya, tak tahu apa itu namun pastinya bukan sesuatu yang negatif karena mereka malah sama-sama tertawa setelahnya. Kemudian.. ayah dari Nagisa-sensei, yang berdiri di samping sang pria, segera menghampiri Alan-san. Langsung meraih punggungnya memberi pelukan layaknya seorang ayah pada anak laki-laki. Mata keduanya berkaca-kaca menularkan keharuan pada kami yang berada di sekitarnya. Banyak kata yang diucapkan oleh beliau pada Alan-san, yang paling kuingat adalah, beliau berdoa untuk kebahagiaan mantan kekasih anaknya itu. Memanjatkan doa juga bahwa di waktu yang tepat nanti, takdir yang tepat pun akan menyertainya. Doa baik harus ditanggapi dengan baik pula. Perkataan orangtua bisa saja akan segera terwujud, ya kan? Maka teruslah berusaha untuk menatap ke masa depan.
Kedua mempelai ini pun mempersilahkan kami untuk menikmati semua hidangan yang tersedia. Kami bertiga menuju ke sebuah meja yang menghidangkan beberapa kudapan.
"Lega ya, Alan-kun? Mana dapet doa juga dari mantan calon mertua, haha," tanya Ryota mengolok. Aku langsung mencubit pinggangnya agar dia diam.
"Kusso!! Diem lo!" Alan-san lalu mengambil sekeping macaron dan memakannya dalam sekali suap. Ryota ini.. padahal moodnya Alan-san sudah bagus tadi, tapi malah dia patahkan seenaknya. Ini lah, teman yang senang melihat teman lainnya menderita dahulu sebelum membuatnya senang. Hmmm..
Di meja ini, asalnya hanya ada kami bertiga, kemudian datang seorang wanita yang terlihat akan menyantap kudapan juga,
"Wanita ini, yang tadi di depan kan?" ucap Alan-san pelan yang terdengar olehku. Lalu dia pindah ke seberang mendekati wanita itu. Aku memperhatikannya terus sambil mencolek Ryota agar ikut memperhatikannya juga.
Menuju sebuah villa yang menjadi tempat acara resepsi, kami berdua telah berjanji dengan Alan-san untuk bertemu di sana. Dia akan memenuhi permintaan yang bulan lalu sang mempelai wanita ungkapkan sekaligus membuktikan perkataannya juga padaku bahwa dia memang akan hadir ke acara tersebut.
"Kayaknya gue bakal jadi obat nyamuk," sindirnya melihat padaku dan Ryota.
"Siapa suruh ngajak bareng? Elu kan yang minta ditemenin, kagak mau sendiri, hilih.." perkataan Ryota lebih pedas melebihi cabai.
Alan-san hanya memajukan bibirnya saja. Tampaknya dia sudah kalah jika harus berhadapan dengan 'senjata'nya Ryota, haha. Kami bersama-sama melewati pintu masuk, namun sejenak terhenti saat Alan-san merasa ada sesuatu yang mengganjal kakinya.
"Anting-anting? Punya siapa?" dia kebingungan bertanya padaku dan Ryota. Melihat ke sekitar dan dari arah depan dua orang wanita menghampiri.
"Permisi, Tuan. Apakah yang ada di tangan anda adalah sebuah anting-anting?" tanya salah satu wanita bergaun warna pastel dengan sangat sopan. Alan-san mengangguk.
"Yokatta, itu milik saya." wajahnya yang cemas berubah menjadi tenang kembali. Alan-san lalu mengembalikan benda itu disertai senyumannya juga. Kedua wanita ini yang juga merupakan tamu undangan berpamitan untuk kembali pada kepentingannya.
Tempat ini membawa kami pada suasana bak seperti di dalam akuarium. Dekorasi yang memadukan berbagai jenis warna biru memenuhi setiap bagian isi villa. Bunga-bunga segar yang senada menghiasi pula keseluruhan sudut ruangan. Semakin menambah kesejukan untuk tempat ini.
Aku bisa melihat sepasang pengantin tersebut, Nagisa-sensei dan pria yang kini telah menjadi suaminya sedang berdampingan berdiri di atas altar sambil menyambut tamu undangan yang datang untuk memberikan ucapan selamat pada mereka dengan senyum bahagia yang amat terpancar dari wajah keduanya. Aku melihat orangtua mereka pun ikut menyalami tamu.
"Apa kita ke sana sekarang?" ajakku pada Ryota dan Alan-san.
"Alan-kun, gimana?" sekarang Ryota yang menimpalkan pertanyaanku padanya.
"Gue udah mempersiapkan diri. Tenang aja," bibirnya tersungging. Aku bisa merasakan ketulusan dari ucapan Alan-san ini. Nampaknya dia sudah bisa menerima keadaan. Kami berjalan mendekati altar tempat mereka berada.
"Nagisa-sensei, omedetooou!" aku memeluknya menyelamati pernikahan yang baru saja ia langsungkan. Disusul oleh Ryota dan terakhir, Alan-san.
"Omedetou, Hana. Berbahagialah," jabatan tangan yang kini sedang terjadi diantara mereka aku rasa telah menandakan berakhirnya pula 'perang dingin' antara keduanya selama ini.
"Arigatou Alan-kun. Kau pun harus bahagia juga," balas Nagisa-sensei tersenyum.
Kami bertiga menyalami sang pengantin pria juga. Alan-san membisikkan sesuatu padanya, tak tahu apa itu namun pastinya bukan sesuatu yang negatif karena mereka malah sama-sama tertawa setelahnya. Kemudian.. ayah dari Nagisa-sensei, yang berdiri di samping sang pria, segera menghampiri Alan-san. Langsung meraih punggungnya memberi pelukan layaknya seorang ayah pada anak laki-laki. Mata keduanya berkaca-kaca menularkan keharuan pada kami yang berada di sekitarnya. Banyak kata yang diucapkan oleh beliau pada Alan-san, yang paling kuingat adalah, beliau berdoa untuk kebahagiaan mantan kekasih anaknya itu. Memanjatkan doa juga bahwa di waktu yang tepat nanti, takdir yang tepat pun akan menyertainya. Doa baik harus ditanggapi dengan baik pula. Perkataan orangtua bisa saja akan segera terwujud, ya kan? Maka teruslah berusaha untuk menatap ke masa depan.
Kedua mempelai ini pun mempersilahkan kami untuk menikmati semua hidangan yang tersedia. Kami bertiga menuju ke sebuah meja yang menghidangkan beberapa kudapan.
"Lega ya, Alan-kun? Mana dapet doa juga dari mantan calon mertua, haha," tanya Ryota mengolok. Aku langsung mencubit pinggangnya agar dia diam.
"Kusso!! Diem lo!" Alan-san lalu mengambil sekeping macaron dan memakannya dalam sekali suap. Ryota ini.. padahal moodnya Alan-san sudah bagus tadi, tapi malah dia patahkan seenaknya. Ini lah, teman yang senang melihat teman lainnya menderita dahulu sebelum membuatnya senang. Hmmm..
Di meja ini, asalnya hanya ada kami bertiga, kemudian datang seorang wanita yang terlihat akan menyantap kudapan juga,
"Wanita ini, yang tadi di depan kan?" ucap Alan-san pelan yang terdengar olehku. Lalu dia pindah ke seberang mendekati wanita itu. Aku memperhatikannya terus sambil mencolek Ryota agar ikut memperhatikannya juga.
"Konnichiwa.. Anda yang tadi kan? Mengapa sendiri?" Alan-san mulai bertanya.
Jawabnya, "Konnichiwa.. Benar, anda pun yang tadi juga ya. Teman saya sedang pergi ke toilet,"
"Souka.. Hmmm apa kita bisa berkenalan?" sepertinya si pria mancung ini tertarik padanya.
"Boleh.." ia membalas dengan lembut.
Alan-san mulai menanyai namanya, "Anata no namae wa dare desu ka?"
"Watashi wa.. Shirahama Ayumi desu," tuturnya masih dengan nada suara yang lembut.
"Eee? Shira-- Shirahama? Boku no namae wa Shirahama Alan desu. Nama keluarga kita, mengapa bisa kebetulan sama?" Alan-san malah menggaruk kepalanya sembari masih senyum-senyum dengan merekah.
"Benarkah? Nama anda Shirahama? Aahh.. Mengapa yaa bisa kebetulan.." dia ikut bertanya-tanya juga atas pertanyaan pria yang baru dua menitan dikenalinya ini.
"Mungkin.. ini takdir?" sepertinya Alan-san telah siap untuk menembakkan pelatuk pertamanya hingga membuat wanita itu tersipu malu akan ucapannya. Ryota segera membawaku menjauh dari keduanya. Membiarkan mereka mengobrol bebas sekaligus melakukan pendekatan. Mudah-mudahan saja wanita itu masih single, siapa tahu jadi jodohnya Alan-san, kan? Jawaban dari doa ayahnya Nagisa-sensei pun bisa terkabul dengan segera.
"Alan-kun itu.. Bisa nemu gebetan baru di pernikahan mantan kekasihnya. Sasuga riida!" tutur Ryota yang masih memperhatikan mereka dari jarak jauh.
"Sasuga.." responku.
Dia kemudian menengok padaku, "Mi-chan juga,"
"Hah?" aku rada bingung.
Ryota memutar tubuhnya ke arahku. Meletakkan kedua tangan dia di pundakku. Membungkukkan badan agar sejajar denganku. Ucapnya, "Takdir itu memang kuasa Tuhan, kan. Kamu belum tahu siapa yang Tuhan putuskan untuk bersamamu kelak. Mendampingimu di altar untuk mengucap janji sehidup semati,"
Lanjutnya, "Bisa saja itu aku. Tak menutup kemungkinan juga meskipun sekarang kita hanya sebatas 'ini'. Masa depan adalah misteri."
"Ya! Bisa saja. Aku pun takkan menolak jika itu memang telah menjadi ketetapan-Nya." balasku menatap balik sorot matanya.
"Tapi tak akan ada perubahan untuk masa depanmu jika kamu masih belum menuntaskan perasaanmu!" perkataan Ryota membawaku untuk bisa terhubung kembali dengan orang itu. Aku sudah bisa menebak tujuannya.
"Apa yang bisa kulakukan? Hubunganku dengannya tetaplah gelap. Hitam pekat. Belum dimulai saja sudah banyak terjadi kesalahpahaman," aku tertunduk.
Dia terus mendorongku untuk maju, "Ini karena kalian belum saling mengutarakan satu sama lain! Belum mencoba untuk bicara secara tenang. Tanpa ada emosi, tanpa ada kekesalan, kalian pasti bisa menemukan titik terang!"
Jawabnya, "Konnichiwa.. Benar, anda pun yang tadi juga ya. Teman saya sedang pergi ke toilet,"
"Souka.. Hmmm apa kita bisa berkenalan?" sepertinya si pria mancung ini tertarik padanya.
"Boleh.." ia membalas dengan lembut.
Alan-san mulai menanyai namanya, "Anata no namae wa dare desu ka?"
"Watashi wa.. Shirahama Ayumi desu," tuturnya masih dengan nada suara yang lembut.
"Eee? Shira-- Shirahama? Boku no namae wa Shirahama Alan desu. Nama keluarga kita, mengapa bisa kebetulan sama?" Alan-san malah menggaruk kepalanya sembari masih senyum-senyum dengan merekah.
"Benarkah? Nama anda Shirahama? Aahh.. Mengapa yaa bisa kebetulan.." dia ikut bertanya-tanya juga atas pertanyaan pria yang baru dua menitan dikenalinya ini.
"Mungkin.. ini takdir?" sepertinya Alan-san telah siap untuk menembakkan pelatuk pertamanya hingga membuat wanita itu tersipu malu akan ucapannya. Ryota segera membawaku menjauh dari keduanya. Membiarkan mereka mengobrol bebas sekaligus melakukan pendekatan. Mudah-mudahan saja wanita itu masih single, siapa tahu jadi jodohnya Alan-san, kan? Jawaban dari doa ayahnya Nagisa-sensei pun bisa terkabul dengan segera.
"Alan-kun itu.. Bisa nemu gebetan baru di pernikahan mantan kekasihnya. Sasuga riida!" tutur Ryota yang masih memperhatikan mereka dari jarak jauh.
"Sasuga.." responku.
Dia kemudian menengok padaku, "Mi-chan juga,"
"Hah?" aku rada bingung.
Ryota memutar tubuhnya ke arahku. Meletakkan kedua tangan dia di pundakku. Membungkukkan badan agar sejajar denganku. Ucapnya, "Takdir itu memang kuasa Tuhan, kan. Kamu belum tahu siapa yang Tuhan putuskan untuk bersamamu kelak. Mendampingimu di altar untuk mengucap janji sehidup semati,"
Lanjutnya, "Bisa saja itu aku. Tak menutup kemungkinan juga meskipun sekarang kita hanya sebatas 'ini'. Masa depan adalah misteri."
"Ya! Bisa saja. Aku pun takkan menolak jika itu memang telah menjadi ketetapan-Nya." balasku menatap balik sorot matanya.
"Tapi tak akan ada perubahan untuk masa depanmu jika kamu masih belum menuntaskan perasaanmu!" perkataan Ryota membawaku untuk bisa terhubung kembali dengan orang itu. Aku sudah bisa menebak tujuannya.
"Apa yang bisa kulakukan? Hubunganku dengannya tetaplah gelap. Hitam pekat. Belum dimulai saja sudah banyak terjadi kesalahpahaman," aku tertunduk.
Dia terus mendorongku untuk maju, "Ini karena kalian belum saling mengutarakan satu sama lain! Belum mencoba untuk bicara secara tenang. Tanpa ada emosi, tanpa ada kekesalan, kalian pasti bisa menemukan titik terang!"
Aku mencermati setiap kata-kata yang diucapkan oleh Ryota. Perlahan bisa kupahami dan akan kuterima. Memunculkan secercah harapan agar ku bisa menghadapinya.
Ryota kemudian berdiri tegak. Melepaskan tangannya yang tadi bersangga di pundakku dan mengubahnya jadi bersilang di antara perut dan dadanya.
"Apa Mi-chan sadar? Bukankah tahun ini adalah tahunnya kita si pemilik Shio Anjing?" tanyanya mengingatkanku.
"Benar juga.."
Ia melanjutkan, "Memang gak segalanya bisa berjalan mulus meskipun katanya ini mendatangkan keberuntungan untuk kita. Tapi masih ada kesempatan! Tahun ini belum berakhir. Di penghujung ini, mungkin adalah keberuntungan untuk kisah cintamu! Aku akan selalu berdoa untuk itu.. Untukmu." dengan penuh semangat Ryota coba membuka jalan keberanian untukku.
Aku mengerti! Ini adalah tahunku! Kesempatan itu harus kuambil segera. Aku akan meluruskan semua kekeliruan ini. Aku harus menurunkan ego. Aku harus mengakui kesalahan yang memang bermula dariku. Api yang kupantik harus kupadamkan sendiri juga. Aku akan memberanikan diri untuk menemuinya. Dan.. perasaanku ini, meski belum sepenuhnya terpikirkan akan seperti apa nanti, namun aku yakin bahwa itu akan berjalan dengan sendirinya seiring kembali baiknya lagi hubungan diantara aku dan orang itu, Kazuhara Ryuto.
-bersambung-
********************
YEAY SATU PART LAGI!!
Akan ada kejutan untuk bagian terakhir ini (meski saya gak yakin apakah ini bisa membuat terkejut atau tidak hahaha). Sebelumnya terimakasih teman-teman yang sudah mau berkunjung untuk membaca fan fiction ini, saya terharu huhu. Silahkan nantikan bagian terakhirnya yaaak ^^
Btw, adakah team MidoRyuto? Atau MidoRyota? Atau team Midori kembali dengan mantan? Atau malah team yang membiarkan Midori menjomblo aja? Hahaha haduh~
Bagian Pengantar Part 18: Brave it Out
********************
YEAY SATU PART LAGI!!
Akan ada kejutan untuk bagian terakhir ini (meski saya gak yakin apakah ini bisa membuat terkejut atau tidak hahaha). Sebelumnya terimakasih teman-teman yang sudah mau berkunjung untuk membaca fan fiction ini, saya terharu huhu. Silahkan nantikan bagian terakhirnya yaaak ^^
Btw, adakah team MidoRyuto? Atau MidoRyota? Atau team Midori kembali dengan mantan? Atau malah team yang membiarkan Midori menjomblo aja? Hahaha haduh~
Bagian Pengantar Part 18: Brave it Out
Yahhhhh tinggal satu part lagi yaaaa.....padahalll kupikir bakalan panjang....oke minggu depan final story ya....
ReplyDeleteMatteruu.....
Hmmm aku dukung yang berjodoh nanti....
Dan btw shirahama ayumi....beneran dimasukinπππππππ
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteAlannya cepet move on wkwkwj.... but iam happy...
ReplyDeleteUwahh satu part lagiii~
Berharap midori ama babeh~
uwaaa udah mau selesai aja...
ReplyDeleteBabang Alan mah bisa aja pdkt sama cewek di nikahan mantan wkwk
Aku tetap bertahan di kapal MidoRyota apapun yang terjadi. Mau karam, mau berlayar, pokoknya MidoRyota wkwk
Alan: "Orang ganteng mah bebasss."
DeleteAaaaaakkkk hahahaha