Part 7: Never Let You Go
(Katayose Ryota, Sano Reo, Kazuhara Ryuto)
Aaahhh segaarrr... kunikmati dinginnya es krim ini sambil rebahan manja di sofa. Teringat lagi tentang sepasang (mantan) kekasih yang tadi kutemui.
"Kok gue malah mau bantuin bocah songong itu sih.. Padahal gue juga gak tau harus gimana. Lahh. Tapi kasian Yumi-chan, dia emang harus gue bantu sih.." pikirku.
Asuka.. Angel.. apa aku harus melibatkan mereka? Tapi rasanya kurang pas karena hanya aku yang memahami situasinya. Merepotkan sekali jika harus bercerita dari awal dengan panjang lebar pada dua sahabatku ini. Jalan satu-satunya yaitu aku harus mencari orang yang mengetahui tentang hubungan Yumi-chan dan Sano-kun, siapa lagi kalau bukan teman-teman dari grupnya. Mustahil jika ini tidak diketahui oleh mereka. Dan aku langsung tertuju pada satu orang terdekatku yang ada disana.
"Katayose-kun sedang sibuk kah?" tulisku dalam sebuah chat singkat line untuknya.
10 menit kemudian
**********************************************************
"Gak terlalu sih, ada apa Mi-chan?"
"Aku butuh bantuanmu.."
"Bantuan apa?"
"Hmmm kita ketemu aja yuk!"
"Ano.. hari ini gak bisa. Gomen ne Mi-chan.. 😦 "
"Ahh gapapa Katayose-kun! Ini bukan sesuatu yang harus buru-buru kok."
"Baiklah.. Lusa aku akan ke tempatmu. Bagaimana?"
"Apa gak merepotkan? Kita ketemu di luar aja."
"Enggak lah, masa datang ke tempat orang yang kusayangi merepotkan sih? 🙈 "
"Mulai nih.. Lama-lama perutku bisa kecepirit kalo Katayose-kun terus kayak gini hahaha"
"Reaksimu itu mirip sama Ryuto-kun. Dia gak seneng tuh kalo aku berkata-kata manis gitu."
"Hahahaha kayaknya dia cuman bercanda lah."
"Hmm ohh ya, apa Ryuto-kun masih suka menginap di tempatmu?"
"Hai.. Taishi sering ngajak dia kesini."
"Menurutmu dia bagaimana?"
"Kazuhara-san.. Awalnya aku kira dia orang yang menyeramkan, tapi itu salah besar. Dia konyol banget hahaha. Dia juga baik.."
"Katayose-kun? Halloooooo" Balasku lagi saat chat yang sebelumnya kukirim telah dibaca oleh dia namun tak ada balasan
"Aku masih disini! Hmmm kamu makin deket aja sama dia."
"Gak juga. Aku rasa biasa.."
Lalu dia hanya membalas dengan sebuah stiker ber-emoji cemberut. Kubalas lagi dengan stiker kebingungan dan sekarang kami malah terus-terusan saling balas chat hanya dengan stiker.
*********************************************************
Lusa tiba, Katayose-kun kupinta ke apartemen pada malam hari sepulangku kerja dan dia tak keberatan. Mulai kuceritakanlah segalanya tentang hubungan temanku dan temannya itu. Sampai awal mula menyebalkan saat aku mengenal Sano-kun.
"Hahahahaha sudah kubilang apa? Reo bukan anak kecil yang biasa! Pertama kali bertemu pun dia malah sudah membuatmu kesal. Mana sekarang dia jadi stalker lagi! Duhh bocaahh" tawanya terbahak-bahak mendengar ceritaku.
"Memanglaahh.. Aku baru tau ada anak seperti dia di dunia ini!" balasku.
"Tapi dia selalu bekerja terus-menerus buat mendapatkan apa yang dia mau. Yosh! Kita jodohkan Reo dengan Yumi-san lagi! Aku gak mau melihat Reo latihan tanpa semangat. Belakangan ini dia sering salah dalam koreografi. Banyak melamun juga.." jelasnya.
"Kan? Gak baik juga buat grupmu! Makanya kita harus melakukan ini." ucapku seakan bertekad.
"Lalu apa idemu?" tanyanya.
"Itu dia! Aku meminta bantuanmu karena aku tak punya ide. Hehehe." balasku.
"Heehh?? Hmmm.. Bagaimana yaa.. Aku rasa kita gak perlu buat rencana yang aneh-aneh. Kalo mereka memang ditakdirkan bersama, pasti akan kembali lagi kok." ucapnya. Lalu dia berbisik padaku mengungkapkan rencana yang dia pikirkan.
"Cho.. chotto... Katayose-kun yakin?" ucapku kaget.
"Ini jalan satu-satunya agar bisa meyakinkan Yumi-san. Mi-chan harus mau lah.." jawabnya.
"Mmmm hai.. Akan ku lakukan, demi Yumi-chan!" balasku.
"Tapi.. ideku ini gak gratis. Kamu harus membayarnya." ucap Katayose-kun lagi.
"Eee maji de?" balasku. Tatapan matanya mencurigakan. Senyumnya menyeringai membuat aku was-was.
**
Teteteteww.. Datanglah hari dimana aku dan Katayose-kun menjalankan misi. Sebelumnya kami sudah berkoordinasi dulu dengan Sano-kun. Mereka akan datang berdua, sedangkan aku menunggu Yumi-chan disini, di tempat yang akan menjadi saksi. Dengan danau sebagai pusat wisata tempat ini. Dipercaya bahwa pasangan yang menaiki perahu di atasnya maka hubungan mereka akan abadi. Kemudian dikelilingi rumput hijau yang lembut dan bunga-bunga indah pula membuat tempat ini begitu nyaman dikunjungi. Bagaimana cara aku mengajak Yumi-chan ke sini? Padahal aku sama sekali belum pernah keluar berdua dengannya. Aku memanfaatkan jurusan kuliahnya yang di bidang bisnis. Aku mengatakan bahwa tertarik untuk belajar bisnis dan meminjam buku-buku tentang itu miliknya serta meminta saran darinya. Norak sekali sih, aku rasa. Tapi untunglah, Yumi-chan dengan senang hati mau menerima ajakanku. Dia pun datang. Kami membahas yang jadi tujuan. Walau ini hanya kebohongan saja bagiku, tapi asyik juga bahasannya.
"Ano Yumi-chan, aku mengundang temanku juga kesini. Gapapa kan?" tanyaku mulai beraksi.
"Ohh gapapa kok. Kita belajar sama-sama aja Moriyama-san." balasnya.
Tak lama datanglah dua orang yang kutunggu dari tadi.
"Mi-chan!" terdengar suara dari belakang. Kami menoleh dan aku melambaikan tangan pada mereka.
"Maaf yaa lama." ucap Katayose-kun. Sedangkan Sano-kun hanya diam saja.
"Ryota-san.. Reo? Bagaimana bisa..? Moriyama-san?" Yumi-chan kebingungan.
"Yumi-chan.. Gomen.. Aku telah mencampuri urusanmu, tapi aku rasa kamu dan Sano-kun harus menyelesaikannya, kalian tak seharusnya seperti ini.." jelasku membongkar tujuan sebenarnya.
"Aku.. kecewa pada Moriyama-san!" ucapnya. Dia dengan cepat membereskan buku-buku dan pergi dari sini. Secepatnya pula Sano-kun mengejar. Menghalangi jalan Yumi-chan agar dia tak bisa kemana-mana.
"Yumi, Yumi.. Tunggu dulu! Dengarkan aku dulu!" ucap Sano-kun.
"Lepaskan aku Reo! Biarkan aku pergi dari sini!" bentaknya.
Sano-kun menegaskan, "Tidak! Aku tidak akan pernah membiarkanmu pergi! Aku menyayangimu!"
"Sudah kubilang kita gak cocok! Kamu harus mengerti itu!" Balasnya juga tak kalah tegas.
"Tidak cocok? Masih alasan yang sama saat kamu memutuskan hubungan kita? Lihatlah! Moriyama-san dan Ryota-kun, mereka ada di dunia yang 'berbeda' tapi mereka bisa menghadapi itu! Kita juga harus bisa Yumi!" Sano-kun terus menjelaskan pada pujaan hatinya itu.
"Ehh? Maksudmu, mereka.. berpacaran?" kaget Yumi-chan. Sano-kun mengangguk. Lalu mereka melihat ke arahku dan Katayose-kun.
"Mi-chan, ini saatnya!" ucap Katayose-kun. Kami berdua menghampiri mereka.
"Kalian berdua? Sejak kapan?" tanya Yumi-chan. Aku dan Katayose-kun hanya tersenyum saja menanggapinya. Rangkulan dia di pundakku sudah cukup untuk memberikan bukti.
"Yumi-chan harus tau, seperti yang sudah kubilang, kita semua itu sama. Status sosial bukan hal penting pada hubungan seseorang. Selama kalian masih menyayangi, jangan pikirkan tentang apapun. Percayalah pada dirimu sendiri!" ucapku memotivasinya.
"Hai! Yaa harus kubilang juga, selama kalian berpisah, si Reo gak pernah fokus latihan! Ini buruk buat kelangsungan GENERATIONS kedepannya. Yumi-san pun harus ikut bertanggungjawab!" Katayose-kun coba menakut-nakuti.
"Aku mohon.. Yumi..." begitu serius Sano-kun pada ucapannya.
"Aku memang terlalu takut.. Tapi aku juga tak bisa bohong kalau aku masih memikirkanmu.." gadis itu pun tak bisa menahan tangis menyesali keegoisannya. Dia kira, ini akan baik untuknya dan Sano-kun, tapi malah sebaliknya. Lalu apa yang terjadi kemudian? Sano-kun memeluk dengan lembut tubuh (mantan) kekasihnya itu di hadapan kami. Mantan? Atau kekasih? Yang jelas aku yakin kali ini mereka mampu memperbaiki keadaannya. Bicara dengan tenang dari hati ke hati. Tanpa melihat aku dan Katayose-kun pun, mereka harus bisa menguatkan sendiri hubungannya.
Kami berempat terpisah. Membiarkan mereka berdua menemukan kebahagiaannya diatas perahu danau ini. Semoga saja jadi kenyataan, cinta mereka akan abadi. Lalu aku dan Katayose-kun jalan-jalan di sekitar. Kami menuju kerumunan orang yang sedang melihat aksi sulap. Seru sekali menontonnya. Membuat kami semua takjub. Setelah itu, dia mengajakku untuk naik perahu bersama ke danau juga, sama seperti yang dilakukan 'pasangan' sebelumnya. Aku mengiyakan saja.
"Coba kalo kita pacaran beneran Mi-chan, rasanya pasti bakal beda pas di perahu nanti.." ucap Katayose-kun.
"Kamu.. kok malah baper sih? Bukannya ide ini juga berasal dari Katayose-kun?" ucapku tertawa.
"Apa kita jadikan ini kenyataan aja?" tanyanya lagi.
Kemudian suara ponselnya berdering memotong percakapan di antara kami.
"Hai moshi-moshi.. Apa? Sekarang? Baiklah.." ucapnya saat bertelepon.
"Mi-chan.. aku ada pekerjaan mendadak, gimana yaa?" tanyanya padaku.
"Pergilah! Pekerjaanmu itu lebih penting. Kamu harus mempertanggungjawabkannya." balasku.
"Lalu Mi-chan?" tanyanya lagi.
"Aku baik-baik saja. Aku bukan anak kecil lagi, sendirian pun gak masalah." jawabku.
"Aku gak bisa meninggalkanmu.."
"Cepat pergilah! Aku yang menyuruhmu. Dan kamu harus menurutinya.." jawabku sambil tersenyum.
"Katayose-kun sedang sibuk kah?" tulisku dalam sebuah chat singkat line untuknya.
10 menit kemudian
**********************************************************
"Gak terlalu sih, ada apa Mi-chan?"
"Aku butuh bantuanmu.."
"Bantuan apa?"
"Hmmm kita ketemu aja yuk!"
"Ano.. hari ini gak bisa. Gomen ne Mi-chan.. 😦 "
"Ahh gapapa Katayose-kun! Ini bukan sesuatu yang harus buru-buru kok."
"Baiklah.. Lusa aku akan ke tempatmu. Bagaimana?"
"Apa gak merepotkan? Kita ketemu di luar aja."
"Enggak lah, masa datang ke tempat orang yang kusayangi merepotkan sih? 🙈 "
"Mulai nih.. Lama-lama perutku bisa kecepirit kalo Katayose-kun terus kayak gini hahaha"
"Reaksimu itu mirip sama Ryuto-kun. Dia gak seneng tuh kalo aku berkata-kata manis gitu."
"Hahahaha kayaknya dia cuman bercanda lah."
"Hmm ohh ya, apa Ryuto-kun masih suka menginap di tempatmu?"
"Hai.. Taishi sering ngajak dia kesini."
"Menurutmu dia bagaimana?"
"Kazuhara-san.. Awalnya aku kira dia orang yang menyeramkan, tapi itu salah besar. Dia konyol banget hahaha. Dia juga baik.."
"Katayose-kun? Halloooooo" Balasku lagi saat chat yang sebelumnya kukirim telah dibaca oleh dia namun tak ada balasan
"Aku masih disini! Hmmm kamu makin deket aja sama dia."
"Gak juga. Aku rasa biasa.."
Lalu dia hanya membalas dengan sebuah stiker ber-emoji cemberut. Kubalas lagi dengan stiker kebingungan dan sekarang kami malah terus-terusan saling balas chat hanya dengan stiker.
*********************************************************
Lusa tiba, Katayose-kun kupinta ke apartemen pada malam hari sepulangku kerja dan dia tak keberatan. Mulai kuceritakanlah segalanya tentang hubungan temanku dan temannya itu. Sampai awal mula menyebalkan saat aku mengenal Sano-kun.
"Hahahahaha sudah kubilang apa? Reo bukan anak kecil yang biasa! Pertama kali bertemu pun dia malah sudah membuatmu kesal. Mana sekarang dia jadi stalker lagi! Duhh bocaahh" tawanya terbahak-bahak mendengar ceritaku.
"Memanglaahh.. Aku baru tau ada anak seperti dia di dunia ini!" balasku.
"Tapi dia selalu bekerja terus-menerus buat mendapatkan apa yang dia mau. Yosh! Kita jodohkan Reo dengan Yumi-san lagi! Aku gak mau melihat Reo latihan tanpa semangat. Belakangan ini dia sering salah dalam koreografi. Banyak melamun juga.." jelasnya.
"Kan? Gak baik juga buat grupmu! Makanya kita harus melakukan ini." ucapku seakan bertekad.
"Lalu apa idemu?" tanyanya.
"Itu dia! Aku meminta bantuanmu karena aku tak punya ide. Hehehe." balasku.
"Heehh?? Hmmm.. Bagaimana yaa.. Aku rasa kita gak perlu buat rencana yang aneh-aneh. Kalo mereka memang ditakdirkan bersama, pasti akan kembali lagi kok." ucapnya. Lalu dia berbisik padaku mengungkapkan rencana yang dia pikirkan.
"Cho.. chotto... Katayose-kun yakin?" ucapku kaget.
"Ini jalan satu-satunya agar bisa meyakinkan Yumi-san. Mi-chan harus mau lah.." jawabnya.
"Mmmm hai.. Akan ku lakukan, demi Yumi-chan!" balasku.
"Tapi.. ideku ini gak gratis. Kamu harus membayarnya." ucap Katayose-kun lagi.
"Eee maji de?" balasku. Tatapan matanya mencurigakan. Senyumnya menyeringai membuat aku was-was.
**
Teteteteww.. Datanglah hari dimana aku dan Katayose-kun menjalankan misi. Sebelumnya kami sudah berkoordinasi dulu dengan Sano-kun. Mereka akan datang berdua, sedangkan aku menunggu Yumi-chan disini, di tempat yang akan menjadi saksi. Dengan danau sebagai pusat wisata tempat ini. Dipercaya bahwa pasangan yang menaiki perahu di atasnya maka hubungan mereka akan abadi. Kemudian dikelilingi rumput hijau yang lembut dan bunga-bunga indah pula membuat tempat ini begitu nyaman dikunjungi. Bagaimana cara aku mengajak Yumi-chan ke sini? Padahal aku sama sekali belum pernah keluar berdua dengannya. Aku memanfaatkan jurusan kuliahnya yang di bidang bisnis. Aku mengatakan bahwa tertarik untuk belajar bisnis dan meminjam buku-buku tentang itu miliknya serta meminta saran darinya. Norak sekali sih, aku rasa. Tapi untunglah, Yumi-chan dengan senang hati mau menerima ajakanku. Dia pun datang. Kami membahas yang jadi tujuan. Walau ini hanya kebohongan saja bagiku, tapi asyik juga bahasannya.
"Ano Yumi-chan, aku mengundang temanku juga kesini. Gapapa kan?" tanyaku mulai beraksi.
"Ohh gapapa kok. Kita belajar sama-sama aja Moriyama-san." balasnya.
Tak lama datanglah dua orang yang kutunggu dari tadi.
"Mi-chan!" terdengar suara dari belakang. Kami menoleh dan aku melambaikan tangan pada mereka.
"Maaf yaa lama." ucap Katayose-kun. Sedangkan Sano-kun hanya diam saja.
"Ryota-san.. Reo? Bagaimana bisa..? Moriyama-san?" Yumi-chan kebingungan.
"Yumi-chan.. Gomen.. Aku telah mencampuri urusanmu, tapi aku rasa kamu dan Sano-kun harus menyelesaikannya, kalian tak seharusnya seperti ini.." jelasku membongkar tujuan sebenarnya.
"Aku.. kecewa pada Moriyama-san!" ucapnya. Dia dengan cepat membereskan buku-buku dan pergi dari sini. Secepatnya pula Sano-kun mengejar. Menghalangi jalan Yumi-chan agar dia tak bisa kemana-mana.
"Yumi, Yumi.. Tunggu dulu! Dengarkan aku dulu!" ucap Sano-kun.
"Lepaskan aku Reo! Biarkan aku pergi dari sini!" bentaknya.
Sano-kun menegaskan, "Tidak! Aku tidak akan pernah membiarkanmu pergi! Aku menyayangimu!"
"Sudah kubilang kita gak cocok! Kamu harus mengerti itu!" Balasnya juga tak kalah tegas.
"Tidak cocok? Masih alasan yang sama saat kamu memutuskan hubungan kita? Lihatlah! Moriyama-san dan Ryota-kun, mereka ada di dunia yang 'berbeda' tapi mereka bisa menghadapi itu! Kita juga harus bisa Yumi!" Sano-kun terus menjelaskan pada pujaan hatinya itu.
"Ehh? Maksudmu, mereka.. berpacaran?" kaget Yumi-chan. Sano-kun mengangguk. Lalu mereka melihat ke arahku dan Katayose-kun.
"Mi-chan, ini saatnya!" ucap Katayose-kun. Kami berdua menghampiri mereka.
"Kalian berdua? Sejak kapan?" tanya Yumi-chan. Aku dan Katayose-kun hanya tersenyum saja menanggapinya. Rangkulan dia di pundakku sudah cukup untuk memberikan bukti.
"Yumi-chan harus tau, seperti yang sudah kubilang, kita semua itu sama. Status sosial bukan hal penting pada hubungan seseorang. Selama kalian masih menyayangi, jangan pikirkan tentang apapun. Percayalah pada dirimu sendiri!" ucapku memotivasinya.
"Hai! Yaa harus kubilang juga, selama kalian berpisah, si Reo gak pernah fokus latihan! Ini buruk buat kelangsungan GENERATIONS kedepannya. Yumi-san pun harus ikut bertanggungjawab!" Katayose-kun coba menakut-nakuti.
"Aku mohon.. Yumi..." begitu serius Sano-kun pada ucapannya.
"Aku memang terlalu takut.. Tapi aku juga tak bisa bohong kalau aku masih memikirkanmu.." gadis itu pun tak bisa menahan tangis menyesali keegoisannya. Dia kira, ini akan baik untuknya dan Sano-kun, tapi malah sebaliknya. Lalu apa yang terjadi kemudian? Sano-kun memeluk dengan lembut tubuh (mantan) kekasihnya itu di hadapan kami. Mantan? Atau kekasih? Yang jelas aku yakin kali ini mereka mampu memperbaiki keadaannya. Bicara dengan tenang dari hati ke hati. Tanpa melihat aku dan Katayose-kun pun, mereka harus bisa menguatkan sendiri hubungannya.
Kami berempat terpisah. Membiarkan mereka berdua menemukan kebahagiaannya diatas perahu danau ini. Semoga saja jadi kenyataan, cinta mereka akan abadi. Lalu aku dan Katayose-kun jalan-jalan di sekitar. Kami menuju kerumunan orang yang sedang melihat aksi sulap. Seru sekali menontonnya. Membuat kami semua takjub. Setelah itu, dia mengajakku untuk naik perahu bersama ke danau juga, sama seperti yang dilakukan 'pasangan' sebelumnya. Aku mengiyakan saja.
"Coba kalo kita pacaran beneran Mi-chan, rasanya pasti bakal beda pas di perahu nanti.." ucap Katayose-kun.
"Kamu.. kok malah baper sih? Bukannya ide ini juga berasal dari Katayose-kun?" ucapku tertawa.
"Apa kita jadikan ini kenyataan aja?" tanyanya lagi.
Kemudian suara ponselnya berdering memotong percakapan di antara kami.
"Hai moshi-moshi.. Apa? Sekarang? Baiklah.." ucapnya saat bertelepon.
"Mi-chan.. aku ada pekerjaan mendadak, gimana yaa?" tanyanya padaku.
"Pergilah! Pekerjaanmu itu lebih penting. Kamu harus mempertanggungjawabkannya." balasku.
"Lalu Mi-chan?" tanyanya lagi.
"Aku baik-baik saja. Aku bukan anak kecil lagi, sendirian pun gak masalah." jawabku.
"Aku gak bisa meninggalkanmu.."
"Cepat pergilah! Aku yang menyuruhmu. Dan kamu harus menurutinya.." jawabku sambil tersenyum.
"Hmm baiklah.. Mi-chan boleh menyuruhku pergi sekarang, tapi jangan pernah menyuruhku untuk pergi dari kehidupanmu, apapun yang terjadi.." ucapnya tiba-tiba.
"Apa yang kamu katakan? Mana mungkin aku membiarkan orang yang berarti dalam hidupku untuk pergi? Aku akan menyesal kalo hal itu terjadi." jawabku yang tetap tersenyum.
"Hai.. aku berangkat. Mi-chan, jangan sampai lupa bayaranmu yang waktu itu. Kamu harus menepatinya!" dia pun berpamitan padaku. Melambaikan tangan dan terus berjalan. Langkahnya semakin jauh hingga tak dapat kulihat lagi.
Aku akhirnya hanya menaiki perahu mengitari danau ini sendiri. Begitu indah pemandangan yang aku lihat dari sini. Akan semakin indah jika itu dilihat bersama dengan pasangan. Saling bermesraan. Bersenang-senang. Berbahagia. Ah! membuatku iri saja yang pada kenyataannya masih memiliki pandangan kabur tentang hal itu. Selepasnya, aku juga bertemu sekumpulan anak-anak TK yang sedang belajar sambil bermain didampingi oleh guru-guru mereka. Anak-anak ini nyatanya sedang melakukan kegiatan 'ekstra' sekolahnya yang diadakan satu bulan sekali pada akhir pekan. Aku coba menawarkan diri untuk membantu para pengajar disana dan mereka menerimaku dengan senang hati. Berinteraksi dengan anak-anak yang menggemaskan ini membuat rasa kesendirianku benar-benar hilang. Kebahagiaan dapat kurasakan saat melihat senyuman dan mendengar suara manis dari mereka.
'Tugasku' selesai saat kegiatan itu berakhir. Kami berpisah di senja ini meninggalkan kenangan manis yang tak akan terlupa. Begitu lelahnya.. Laparnya.. Aku berjalan sekitar 100 meter dan menemukan sebuah tempat makan yang menarik perhatianku. Lalu masuk dan di sana ramai sekali ternyata. Tak kulihat ada satu meja pun yang kosong. Ku memastikan dulu bertanya pada kasir, dan saat di tempat itu aku malah bertemu.... Kazuhara-san!
"Ee Midori-san? Kau mau makan di sini?" tanyanya yang secara kebetulan sedang berada di sekitaran tempat kasir.
"Hai.. Kazuhara-san juga? Aku tak menyangka bisa bertemu di sini.." jawabku.
"Ini tempat langgananku. Dekat juga dari rumahku." jawabnya.
"Benarkah? Aku lupa kalau rumahmu di sekitar sini.." balasku lagi.
"Gitu yaa.. Itu memang tak penting kan bagimu.." lirihnya.
"Apa?" tanyaku yang tak jelas mendengar kata-katanya.
"Etto.. di sini selalu ramai. Kau duduk di mejaku saja. Bagaimana?" tawarnya. Aku mengiyakan ajakannya itu dan menuju ke mejanya.
"Midori-san sedang apa di sekitar sini sendirian?" ia kembali bertanya.
"Banyak yang kulakukan hari ini, yang jelas aku merasa bahagia." jawabku sembari melemparkan senyum.
"Hmm tampak sekali dari wajahmu kalau kau memang sedang bahagia. Aku turut merasakannya." balas Kazuhara-san.
Kami terus bercakap seakan tak habis-habisnya topik pembicaraan ini. Kebanyakan dia yang selalu membahas tentang otot, otot dan otot. Aku tak mengerti, sih. Tapi caranya berbicara membuatku nyaman saja. Selain itu jika bertemu dengan dia pun aku pasti tak lepas dari tawa yang akan membuat pipiku menjadi pegal.
Tak terasa kami di sini sudah hampir dua jam. Dia menawarkan diri untuk mengantarkan aku pulang setelah tahu bahwa aku menggunakan taksi dari apartemen. Baiklah aku terima tawarannya itu. Keluar dari sana kulangkahkan kaki duluan di depannya. Lalu terhenti saat kurasakan ada yang menarik tanganku dari belakang. Aku pun berbalik. Nyatanya tangan Kazuhara-san lah yang sedang menahan sebelah tanganku itu.
"Tunggu dulu!"
"Ada apa?"
Sekarang giliran dia yang melangkah mendekatiku. Dengan posisi kami yang saling berhadapan lalu wajahnya menunduk memandangku. Maju dengan perlahan, perlahan dan..
"Ssstt.. Apa kau dengar suara teriakan?" ucapnya membisiki telingaku.
Suasana memang mulai sepi di jalanan ini. Aku coba mempertajam pendengaranku.
"Eee hai! Apa itu? Suaranya dari arah belakang Kazuhara-san." jawabku gugup dengan mata kami yang saling berpandangan dengan dekat.
"Ayo kita lihat ke sana." ajaknya.
Kami menuju ke arah suara itu masih dengan tangannya yang menggandengku.
"Ya Tuhan.. Apa yang aku pikirkan barusan? Kukira.... Aahh kenapa perasaanku gak karuan gini.." batinku di tengah-tengah langkah ini.
Sumber teriakan semakin dekat kami dengar. Hingga sampai di sana kami melihat dua orang wanita dan satu pria sedang beradu mulut. Kazuhara-san membawaku bersembunyi di balik tembok bangunan untuk mengintip mereka.
"Apa yang mereka lakukan?" tanyaku yang membelakanginya.
"Aku tak tahu.. Tapi sepertinya mereka pasangan yang sedang bertengkar." jawabnya.
"Ahh souka.. Kita pulang saja lah Kazuhara-san, untuk apa mengintip mereka, ini bukan urusan kita. Mana sudah terdengar suara petir. Mungkin bakal hujan." ajakku.
"Sebentar, aku penasaran.. Kayaknya pria itu kepergok selingkuh. Seru nih.." ucapnya yang memang suara keras salah satu wanita di sana mengarah ke 'aroma' itu.
"Apa Kazuhara-san senang melihat situasi yang seperti ini?" anehku.
"Aku ingin tahu bagaimana cara menghadapinya jika seorang pria ketahuan selingkuh oleh pacarnya." ucap dia lagi.
"Heh? Apa kau menduakan pacarmu?" tanyaku sedikit kaget.
"Apa Midori-san mau untuk diduakan?" ia malah bertanya balik padaku.
"Gila! Mana ada wanita yang mau seperti itu!" jawabku sewot.
"Baiklah, aku tidak akan pernah menduakanmu.." balasnya. Kami terdiam sejenak sampai aku menyadari apa yang dia katakan.
"Mak..sud..mu?" tanyaku pelan.
"Etto.. Ahh kita pulang saja. Sudah terlalu malam." jawabnya mengalihkan pertanyaanku dan pergi duluan dari sana sambil menggaruk rambutnya.
Hatiku masih tak mengerti apa maksud ucapan dia tadi. Mungkinkah dia.....? Tapi tetap saja mulutku sulit untuk menanyakan itu secara langsung. Aku hanya mengikutinya saja dari belakang sambil terus menahan diriku jangan sampai terlalu kepedean.
"Kau aneh! Tadi kuajak pulang tak mau, tapi sekarang malah kau yang pergi." lontarku. Dia hanya diam dan terus berjalan sambil memasukkan kedua tangannya di saku jaket.
"Ayok pulang.." ucapnya yang menuntunku ke sebuah sepeda yang terparkir di samping tempat makan kami tadi.
"Kazuhara-san mau mengantarku dengan sepeda? Mana mungkin.." aku tak percaya.
"Kau malu?" tanyanya.
"Bukan itu.. Jarak dari sini ke tempat tinggalku kan cukup jauh, apa kau sanggup membawaku hanya dengan menggunakan sepeda?" jelasku.
"Hahaha yaa enggak lah! Kita ke rumahku dulu menyimpan sepeda, lalu kuantar Midori-san dengan si hitam roda dua bermesin kesayanganku. Bagaimana?" tawanya.
"Ohh souka.. souka.. Makanya kalau bicara yang jelas, biar ku paham." balasku yang sebenarnya mengarahkan kata-kata itu ke ucapannya tadi di persembunyian. Tapi dia tetap tidak peka.
Kami pergi ke tempat Kazuhara-san dengan aku yang diboncengnya di belakang sambil berdiri. Tak ada pilihan lain, di sepedanya itu tak ada jok duduk di belakang. Jika ingin duduk maka aku harus berada di depan. Ini sungguh tak mungkin. Aku rasa tidak baik untuk ketahanan jantungku mengingat peristiwa sebelumnya yang telah aku alami.
Di pertengahan, terlihat titik air jatuh ke aspal. Terasa rintikan hujan di udara. Semakin lama malah semakin bergerombol datangnya.
"Aaahh hujan! Kazuhara-san cepat!!" suruhku.
Dia mengayuh sepedanya dengan kuat agar cepat sampai ke rumahnya. Tapi terlambat, ketika sampai pakaian kami sudah basah kuyup.
"Midori-san, keringkanlah badanmu. Kau pakai bajuku dulu agar tak kedinginan." ucapnya saat kami telah berada di dalam rumahnya. Aku dipersilahkan duluan untuk memakai kamar mandinya. Setelah itu bergantian. Di ruang tamunya aku terus menggosok-gosok rambutku yang basah terkena hantaman hujan tadi dengan handuk. Teringat kembali tentang peristiwaku dan Yuta-kun pada malam itu tepat di sini. Sudahlah lupakan! Aku telah bangkit sekarang! Lalu kulihat ke jendela hujan masih deras. Bagaimana aku bisa pulang jika terus seperti ini?
Kazuhara-san yang sudah selesai menghampiriku dengan membawa sebuah hair dryer. Untuk apa lagi kalau bukan untuk rambutku yang tak kunjung kering dari tadi.
"Keringkan rambutmu pakai ini.." ucapnya.
"Sini.." jawabku sambil menyodorkan telapak tangan.
"Biar aku yang melakukannya.." paksanya. Aku tak bisa berkutik lagi selain mengikuti kata-katanya itu. Dia mulai menyalakan hair dryer dan mengibas-ngibaskannya ke rambutku yang panjangnya sebahu. Kadang menjahiliku dengan mendekatkan mesin itu ke telinga. Lalu memain-mainkan rambutku juga.
"Kazuhara-san yang benar dong!" kesalku.
"Haha gomen aku bercanda." balasnya.
"Apa ini tak merepotkanmu? Aku juga bisa melakukannya sendiri." ucapku lagi.
"Tidak sama sekali. Aku suka melakukan hal ini." jawabnya.
"Apa mungkin kau pernah bekerja di salon?" tebakku.
"Bukan itu.. Hmm <@#$%^&*(')_+" jawabnya memelan.
"Hah? Apa? Aku tak bisa dengar." balasku agak keras karena suaranya yang tak jelas bersamaan dengan suara hair dryer yang bak kapal terbang
"Bukan apa-apa! Sudahlah lupakan.." balasnya lagi yang terus melakukan 'pekerjaannya' hingga selesai.
Hujan akhirnya reda dan aku memintanya mengantarkanku pulang sekarang juga karena khawatir jika hujan akan turun lagi.
"Kau benar-benar akan pulang?" tanyanya memelas.
"Pastilah. Ini bukan rumahku. Kazuhara-san bagaimana sih.." balasku.
"Aku.. tak ingin kau pergi dari sini. Menginap saja ya?" ajaknya penuh harap. Ah gawat! Mengapa jantungku malah berdegup saat mendengar ucapan itu.
"Eeee? Gak mau! Apa yang kau pikirkan? Kalau aku berubah jadi Taishi baru aku mau menginap di sini. Ayo cepaaatt nanti keburu hujan lagi!" bentakku yang secara spontan menarik tangannya saat dia tengah berleha-leha di sofa
"Hai hai hai.. Ayok!" jawabnya sedikit menggerutu.
Kini dia telah siap di atas sepeda motornya. Menyuruhku untuk pegangan di pinggangnya agar tak jatuh. Dia tak akan 'jalan' jika aku menentangnya. Dan lagi-lagi aku mau saja menuruti keinginannya itu. Selama di perjalanan aku malah lebih mendekatkan badanku ke punggungnya bahkan kini tanganku erat memeluknya. Bukan apa-apa, tapi udara begitu dingin. Jaket yang kupakai pun tak mempan menahannya.
"Midori-san daijoubu?" tanyanya.
"Dingin sekali.." jawabku.
"Maaf aku hanya bisa mengantarmu dengan ini. Sebentar lagi kita sampai kok." balasnya.
"Apa benar kau tak punya mobil? Masa penghasilanmu sebagai artis belum cukup untuk membeli sebuah mobil?" si mulut berbahayaku mulai beraksi.
"Jahatnyaa.. Ucapan sadismu muncul lagi.. Aku hanya lebih nyaman saja menggunakan motor daripada mobil." jawabnya. "Tapi kalau pakai ini lebih romantis, kan?" lanjutnya sedikit mengeluarkan tawa.
"Kau akan diputuskan pacarmu jika membawanya dalam suasana seperti ini." balasku coba mengerjainya.
"Benarkah? Bukannya dia akan senang bisa dengan bebas memelukku? Seperti yang kau lakukan sekarang? Bahkan kukira akan sulit untuk melepaskan pelukannya hahaha" candanya.
"Aaahh mou yamete! Jangan banyak bicara, aku ingin cepat sampai rumah!" geramku. Dia hanya terus tertawa.
"Gue yang mau ngerjain kenapa malah gue yang ngerasa dikerjain sih!" batinku.
Sampai juga di apartemen. Dia mengantarku hingga ke depan pintu. Sampai aku masuk, baru dia akan pulang. Perpisahan kami saat ini diakhiri dengan lemparan senyum tulusnya yang langsung kubalas tanpa pikir panjang dan secepat kilat malah mampu melekat di ingatanku.
Di dalam, aku melihat Taishi sedang menonton pertandingan sepakbola di tengah malam ini.
"Ahh okaeri Nee-chan! Kemana aja sih baru pulang?" tanyanya.
"Tadaima.. Oyasuminasai Taishi.." balasku dengan lembut namun tak nyambung dengan pertanyaannya. Sontak itu membuat Taishi melihatku dengan terheran-heran karena tak biasanya aku seperti ini.
"Nee-chan sehat?" tanyanya. Aku hanya membalas dengan senyuman lalu masuk ke kamar.
Aku tak mengerti. Sungguh. Bayang-bayang pria berkulit gelap itu terus saja ada di kepalaku saat ini. Suara tawanya terngiang di telingaku. Mereka tak mau pergi dari pikiranku hingga menjelang aku terlelap pun.
"Mungkinkah aku jatuh cinta?" pikirku.
-bersambung-
Part 8: Think of You
"Gila! Mana ada wanita yang mau seperti itu!" jawabku sewot.
"Baiklah, aku tidak akan pernah menduakanmu.." balasnya. Kami terdiam sejenak sampai aku menyadari apa yang dia katakan.
"Mak..sud..mu?" tanyaku pelan.
"Etto.. Ahh kita pulang saja. Sudah terlalu malam." jawabnya mengalihkan pertanyaanku dan pergi duluan dari sana sambil menggaruk rambutnya.
Hatiku masih tak mengerti apa maksud ucapan dia tadi. Mungkinkah dia.....? Tapi tetap saja mulutku sulit untuk menanyakan itu secara langsung. Aku hanya mengikutinya saja dari belakang sambil terus menahan diriku jangan sampai terlalu kepedean.
"Kau aneh! Tadi kuajak pulang tak mau, tapi sekarang malah kau yang pergi." lontarku. Dia hanya diam dan terus berjalan sambil memasukkan kedua tangannya di saku jaket.
"Ayok pulang.." ucapnya yang menuntunku ke sebuah sepeda yang terparkir di samping tempat makan kami tadi.
"Kazuhara-san mau mengantarku dengan sepeda? Mana mungkin.." aku tak percaya.
"Kau malu?" tanyanya.
"Bukan itu.. Jarak dari sini ke tempat tinggalku kan cukup jauh, apa kau sanggup membawaku hanya dengan menggunakan sepeda?" jelasku.
"Hahaha yaa enggak lah! Kita ke rumahku dulu menyimpan sepeda, lalu kuantar Midori-san dengan si hitam roda dua bermesin kesayanganku. Bagaimana?" tawanya.
"Ohh souka.. souka.. Makanya kalau bicara yang jelas, biar ku paham." balasku yang sebenarnya mengarahkan kata-kata itu ke ucapannya tadi di persembunyian. Tapi dia tetap tidak peka.
Kami pergi ke tempat Kazuhara-san dengan aku yang diboncengnya di belakang sambil berdiri. Tak ada pilihan lain, di sepedanya itu tak ada jok duduk di belakang. Jika ingin duduk maka aku harus berada di depan. Ini sungguh tak mungkin. Aku rasa tidak baik untuk ketahanan jantungku mengingat peristiwa sebelumnya yang telah aku alami.
Di pertengahan, terlihat titik air jatuh ke aspal. Terasa rintikan hujan di udara. Semakin lama malah semakin bergerombol datangnya.
"Aaahh hujan! Kazuhara-san cepat!!" suruhku.
Dia mengayuh sepedanya dengan kuat agar cepat sampai ke rumahnya. Tapi terlambat, ketika sampai pakaian kami sudah basah kuyup.
"Midori-san, keringkanlah badanmu. Kau pakai bajuku dulu agar tak kedinginan." ucapnya saat kami telah berada di dalam rumahnya. Aku dipersilahkan duluan untuk memakai kamar mandinya. Setelah itu bergantian. Di ruang tamunya aku terus menggosok-gosok rambutku yang basah terkena hantaman hujan tadi dengan handuk. Teringat kembali tentang peristiwaku dan Yuta-kun pada malam itu tepat di sini. Sudahlah lupakan! Aku telah bangkit sekarang! Lalu kulihat ke jendela hujan masih deras. Bagaimana aku bisa pulang jika terus seperti ini?
Kazuhara-san yang sudah selesai menghampiriku dengan membawa sebuah hair dryer. Untuk apa lagi kalau bukan untuk rambutku yang tak kunjung kering dari tadi.
"Keringkan rambutmu pakai ini.." ucapnya.
"Sini.." jawabku sambil menyodorkan telapak tangan.
"Biar aku yang melakukannya.." paksanya. Aku tak bisa berkutik lagi selain mengikuti kata-katanya itu. Dia mulai menyalakan hair dryer dan mengibas-ngibaskannya ke rambutku yang panjangnya sebahu. Kadang menjahiliku dengan mendekatkan mesin itu ke telinga. Lalu memain-mainkan rambutku juga.
"Kazuhara-san yang benar dong!" kesalku.
"Haha gomen aku bercanda." balasnya.
"Apa ini tak merepotkanmu? Aku juga bisa melakukannya sendiri." ucapku lagi.
"Tidak sama sekali. Aku suka melakukan hal ini." jawabnya.
"Apa mungkin kau pernah bekerja di salon?" tebakku.
"Bukan itu.. Hmm <@#$%^&*(')_+" jawabnya memelan.
"Hah? Apa? Aku tak bisa dengar." balasku agak keras karena suaranya yang tak jelas bersamaan dengan suara hair dryer yang bak kapal terbang
"Bukan apa-apa! Sudahlah lupakan.." balasnya lagi yang terus melakukan 'pekerjaannya' hingga selesai.
Hujan akhirnya reda dan aku memintanya mengantarkanku pulang sekarang juga karena khawatir jika hujan akan turun lagi.
"Kau benar-benar akan pulang?" tanyanya memelas.
"Pastilah. Ini bukan rumahku. Kazuhara-san bagaimana sih.." balasku.
"Aku.. tak ingin kau pergi dari sini. Menginap saja ya?" ajaknya penuh harap. Ah gawat! Mengapa jantungku malah berdegup saat mendengar ucapan itu.
"Eeee? Gak mau! Apa yang kau pikirkan? Kalau aku berubah jadi Taishi baru aku mau menginap di sini. Ayo cepaaatt nanti keburu hujan lagi!" bentakku yang secara spontan menarik tangannya saat dia tengah berleha-leha di sofa
"Hai hai hai.. Ayok!" jawabnya sedikit menggerutu.
Kini dia telah siap di atas sepeda motornya. Menyuruhku untuk pegangan di pinggangnya agar tak jatuh. Dia tak akan 'jalan' jika aku menentangnya. Dan lagi-lagi aku mau saja menuruti keinginannya itu. Selama di perjalanan aku malah lebih mendekatkan badanku ke punggungnya bahkan kini tanganku erat memeluknya. Bukan apa-apa, tapi udara begitu dingin. Jaket yang kupakai pun tak mempan menahannya.
"Midori-san daijoubu?" tanyanya.
"Dingin sekali.." jawabku.
"Maaf aku hanya bisa mengantarmu dengan ini. Sebentar lagi kita sampai kok." balasnya.
"Apa benar kau tak punya mobil? Masa penghasilanmu sebagai artis belum cukup untuk membeli sebuah mobil?" si mulut berbahayaku mulai beraksi.
"Jahatnyaa.. Ucapan sadismu muncul lagi.. Aku hanya lebih nyaman saja menggunakan motor daripada mobil." jawabnya. "Tapi kalau pakai ini lebih romantis, kan?" lanjutnya sedikit mengeluarkan tawa.
"Kau akan diputuskan pacarmu jika membawanya dalam suasana seperti ini." balasku coba mengerjainya.
"Benarkah? Bukannya dia akan senang bisa dengan bebas memelukku? Seperti yang kau lakukan sekarang? Bahkan kukira akan sulit untuk melepaskan pelukannya hahaha" candanya.
"Aaahh mou yamete! Jangan banyak bicara, aku ingin cepat sampai rumah!" geramku. Dia hanya terus tertawa.
"Gue yang mau ngerjain kenapa malah gue yang ngerasa dikerjain sih!" batinku.
Sampai juga di apartemen. Dia mengantarku hingga ke depan pintu. Sampai aku masuk, baru dia akan pulang. Perpisahan kami saat ini diakhiri dengan lemparan senyum tulusnya yang langsung kubalas tanpa pikir panjang dan secepat kilat malah mampu melekat di ingatanku.
Di dalam, aku melihat Taishi sedang menonton pertandingan sepakbola di tengah malam ini.
"Ahh okaeri Nee-chan! Kemana aja sih baru pulang?" tanyanya.
"Tadaima.. Oyasuminasai Taishi.." balasku dengan lembut namun tak nyambung dengan pertanyaannya. Sontak itu membuat Taishi melihatku dengan terheran-heran karena tak biasanya aku seperti ini.
"Nee-chan sehat?" tanyanya. Aku hanya membalas dengan senyuman lalu masuk ke kamar.
Aku tak mengerti. Sungguh. Bayang-bayang pria berkulit gelap itu terus saja ada di kepalaku saat ini. Suara tawanya terngiang di telingaku. Mereka tak mau pergi dari pikiranku hingga menjelang aku terlelap pun.
"Mungkinkah aku jatuh cinta?" pikirku.
-bersambung-
Part 8: Think of You