Sayang…
telah lama kita dipertemukan oleh Tuhan, hingga dipercaya oleh-Nya untuk
menjalin hubungan dalam status pacaran. Memang dalam ajaran agama kita tak ada
istilah pacaran. Namun gejolak jiwa muda yang menggebu tak menghiraukan hal
itu. Asalkan kita tak berbuat sesuatu diluar batas kewajaran. Sayang…
bertahun-tahun kita beriringan. Semua rasa bahagia dan kesedihan kita lalui
bersama. Masa-masa sekolah yang orangtua kita katakan sebagai masa terindah
saat remaja mulai merasakan jatuh cinta memanglah benar. Walau kita berada di
sekolah berbeda, tapi itu tak membuatku iri melihat teman yang memiliki
pasangan di satu sekolah, apalagi di kelas yang sama. Pertemuan kita sepulang
sekolah menjadikan lelahku karena memakan ratusan kata dan rumus-rumus selama
beberapa jam serta mengeluarkannya kembali lewat selembar kertas berisi tarian
indah dari sang pena yang jadi penentu hidup matiku di sekolah, semuanya hilang
dalam sekejap. Dengan memandangmu saja wajahku kembali berseri. Badanku kembali
bugar dan senyum selalu tersungging dari bibirku. Begitupun sama dengan apa
yang kau rasakan. Aku ingat satu kekonyolan kita. Bermain saat pulang sekolah
tanpa meminta izin dahulu kepada orangtua. Dengan memakai seragam sekolah,
betapa polosnya kita berkeliling di mall. Melihat kesana kemari tanpa
membelinya karenaaa ah sudahlah, kita hanya anak SMA yang mampu jajan di kantin
sekolah saja. Lalu kita pulang lewat senja dan saat sampai dirumahku, ternyata
Ibumu yang juga sudah mengenal aku dan keluargaku ada disana sedang duduk cemas
bersama Ibuku. Double omelan saling menyaut berlomba-lomba masuk ke gendang
telinga kita hingga terasa pengang. Jeweran tak dapat dihindari. Kau dan aku
hanya bisa menahan sakit meminta ampun hingga air mataku secara bergerombol
keluar dari sarangnya. Tapi tak lama, Ibu memaafkan kesalahan kita dan dengan
tampang wajah tanpa dosa kita kembali bercanda seakan tak terjadi apapun. Huh!
Sungguh pelajaran berharga kita terima saat itu. Sepertinya tak akan terlupakan
sepanjang hidup, ya kan?
Masa
sekolah berakhir. Kita pun masuk ke perguruan tinggi yang sama. Hubungan kita
tetap terjaga walau ada beberapa bumbu pedas di perjalanannya. Saat teman bertanya,
“kapan kalian menikah?” dengan gampangnya kita menjawab belum waktunya.
Selesaikan kuliah dulu kemudian bekerja. Barulah memikirkan hal itu. Waktu
terus bergulir. Gelar Sarjana pun tersandang setelah nama belakang kita. Dengan
iseng aku bertanya, “kapan kau mau melamarku?” Dan jawabnya, “aku akan kerja
dulu. Ada waktunya nanti kita pasti akan menikah. Aku berjanji. Jadi kamu
jangan khawatir dan jangan tanyakan itu lagi”. Baiklah sayang, aku mengerti.
Sekarang waktunya untuk menghadapi kenyataan dunia. Pekerjaan didapat, dan kita
fokus pada karir masing-masing tanpa mengesampingkan jalinan asmara. Tetap ada
waktu luang untuk kebersamaan kita.
Dan
kini, sayang… dua tahun berlalu dari saat pertanyaan dariku terlontar. Aku rasa
sudah cukup waktu untuk kita dapat melanjutkan ke tahap yang serius. Ke dalam
ikatan yang didambakan oleh semua orang, juga dianjurkan oleh agama.
Bertahun-tahun aku menanti satu kalimat itu darimu. Namun sampai saat ini
keinginanku belum terpenuhi. Ingin sekali pertanyaan yang dulu kuungkapkan.
Tapi sudah terlanjur janjiku untuk tidak mempertanyakannya. Setiap hari aku
hanya bisa sabar menunggu dan entah sampai kapan. Mungkin orang-orang
berpendapat bahwa kau memiliki wanita lain? jelas tidak! sikapmu tak ada yang
berubah dari sejak kita pertama menjalin cinta. Jadi aku percaya bahwa kau tak
mungkin berkhianat. Tapi kenapa? apa kau belum siap? kau sudah dewasa dan penghasilanmu
sudah cukup untuk menghidupi kita berdua. Kau pernah bilang hubungan kita itu
seperti Chelsea Olivia dan Glenn Alinskie. Dapat bertahan lama tanpa ada kabar
miring sedikitpun. Tapi tahukah kau? sekarang mereka telah menikah bahkan
memiliki anak. Kita? kapan akan sampai di tahap itu? Tunggu dulu! sepertinya
aku harus meralat kata ‘KITA’. Aku dan kau hanya sekedar pacaran dengan rentan
waktu yang amat lama. Namun selama apapun tak ada kekuatan hukum apa-apa
didalamnya. Jika ingin mengakhiri tinggal katakan putus dan berakhirlah. Kita yang
selalu aku sebut dalam status aku dan kau sekarang adalah sebuah kepalsuan. Kau
harus tahu, aku tak puas mendapat kasih sayang darimu hanya dalam status
pacaran. Aku yakin kau sangat tulus mencintaiku. Dan aku pun demikian. Tapi,
sebagai wanita aku butuh kepastian. Jangan terus menggantungkanku seperti ini! Jadi
cukup sayang. Sudah terlalu lama bagi diriku. Kapan kau akan menghalalkanku?