find me on:

Saturday, January 9, 2021

Fan Fiction: Dua Bocah

Title: Dua Bocah
Author: Harucin
Cast: Reo Sano (GENERATIONS from EXILE TRIBE)
Genre: Fan Fiction
Length: One Shot


"Tes- tes- 1 2 3,"

"Ho~ Oooo~"

Seorang pria dewasa namun berwajah baby face dengan postur tubuh yang pendek sekitar 169 cm tampak sedang mengetuk-ngetuk jarinya ke bagian atas dari sebuah benda yang akan membuat suaranya menggelegar ke seisi ruangan tempatnya berada pada pukul 10 pagi hari ini. Sekitar lima menitan mengecek kondisi benda tersebut, pria itu yang merupakan pemilik rumah ini kini telah bersiap untuk melakukan sesuatu. Satu hal yang sudah terbayang olehnya dari semalam.

"Okay, it's show time!"

Benda itu memiliki pegangan. Gagangnya telah melekat di genggaman tangan. Sedangkan bagian atasnya telah didekatkan ke depan mulut si pemilik.

~Oh!!! Rusty Nail!!!~
~Dore dake namida wo nagaseba~
~Anata wo wasurerareru daro~
~Just tell me my life~
~Doko made aruite mite mo~
~Namida de ashita ga mienai~
~Kurushikute kokoro wo kazata.. ima mo~
~Anata wo wasurerarenakute~
~IYAAAAWWWW!!!~

Nada tinggi yang melengking seketika merambat ke seluruh isi ruangan. Suaranya amat memekikkan telinga. Nyanyian yang keluar dari mulut pria itu sukses untuk memompa kecepatan detak jantung. Dengan musik rock yang mengiringinya mampu untuk mendukung suasana menjadi lebih panas. Diikuti gerakan kedua tangannya yang seolah-olah tengah memetik gitar layaknya gitaris handal lalu mengangguk-anggukkan kepala seperti rocker, membuat pria ini sungguh larut dalam kenikmatan duniawinya. //hayohh lagi bayangin Reo pas jadi ToshiO yak XD//

Baru menyanyikan satu lagu saja, napasnya sudah terengah-engah. Music player yang berputar itu dihentikan dulu sementara. Tenggorokannya yang kering harus segera dialiri air. Sekalian mengatur ulang irama napasnya.

~Oh!!! Rusty Nail!!!~
~Dore dake namida wo nagaseba~

"Eh? Musiknya sudah berhenti kan, tapi kenapa suaranya masih ada?" tiba-tiba saja lagu yang sama terdengar kembali saat dia sedang minum meski sekarang keadaan player sedang tidak aktif. Jadi suara itu berasal dari mana?

Kebingungan sesaat akhirnya ia sadar bahwa suara itu datang dari ponselnya yang sama-sama memakai nada dering lagu band legendaris Jepang, X JAPAN berjudul Rusty Nail.

"Ah, ini dia ternyata. Ada telepon!" sambil duduk berselonjor ia mengangkat panggilan tersebut.

"Moshi-moshi, ada apa Manager-san?" tanyanya pada orang dibalik layar.

"Reo-san sedang di mana?" tanpa menjawab, manager pribadi dari pria baby face ini malah bertanya balik.

"Aku di rumah,"

"Aku ada di depan pagar rumahmu. Tolong bukakan."

Ia pun segera menuju ke tempat managernya berada. Membukakan pagar rumah yang masih digembok karena si pemiliknya ini belum menapakkan kaki ke luar.

"Aku sudah memencet bel berkali-kali, lalu memanggilmu, dan terus menelepon. Tapi tak ada sahutan ataupun jawaban." ungkap manager saat mereka masih berada di dekat pagar si pemilik rumah atas nama Sano Reo ini.

"Oh, begitukah? Aku tak mendengarnya," balas Reo polos tanpa merasa bersalah karena telah mengabaikan salahsatu orang yang berpengaruh dalam hidupnya ini.

"Sepertinya karena tadi aku sedang karaokean makanya aku tidak sadar pada sekitar." akunya membatin.

"Yasudahlah lupakan saja, yang penting kami sudah bertemu denganmu sekarang." pungkas manager.

Tak datang sendiri, manager Reo ini ditemani oleh seorang anak laki-laki berusia 6 tahun. Yang sejak tadi tak lepas dari gandengan tangan beliau. Mata Reo langsung tertuju padanya.

"Hey, boy!" sapanya tersenyum lebar mengajak anak itu untuk saling tos.

Tangan Reo pun disambut dengan semangatnya, "Oji-san!"

"Onii-san! Bukan Oji-san." Reo segera membenarkan panggilan untuknya pada anak itu. Meski memang sudah pantas dipanggil om juga karena usianya yang kini telah menginjak seperempat abad, tapi Reo masih keukeuh untuk memudakan dirinya dengan panggilan kakak. Hmm tak bisa disangkal sih, wajah baby face, tinggi badan serta tingkah laku usil Reo memang lebih dominan seperti anak-anak, jadi terserah dia saja lah mau seperti apa.

Setelah sapaan singkat ini, mereka bertiga sama-sama masuk ke dalam rumah. Secara refleks Reo membawa dua orang ini ke ruang tamunya yang masih tampak dalam keadaan 'konser' dadakan. Hatinya agak panik, tapi biarlah, manager pasti akan sangat memaklumi karena tahu betul kebiasaan dari artisnya ini.

"Aku akhirnya tahu penyebab Reo-san tak bisa mendengar suaraku tadi," beliau menyindir halus.

Reo hanya cengengesan sembari lirik-lirik anak kecil itu yang juga malah ikutan tertawa tanpa sebab.

Belum duduk, manager ini sudah langsung mengutarakan tujuan kedatangannya ke rumah Reo di jam yang menunjukkan pukul 10.30 pagi ini.

"Reo-san sumimasen, aku tidak bisa lama-lama di sini. Aku ingin meminta bantuanmu. Tolong jaga anakku sampai nanti sore ya." ucapnya to the point sambil kepalanya menengok sekilas ke arah anak di sebelahnya.

"Maksudnya, Manager-san mau menitipkan Rio-kun padaku?" Reo memastikan lagi dengan ikut melihat ke arah anak itu. Sudah beberapa kali mereka bertemu, namun baru kali ini keduanya bisa berinteraksi lebih intens. Anggukan pun ia terima.

"Tak masalah! Aku pun sedang tidak sibuk."

Lanjutnya membungkuk sembari mengacak-acak pelan rambut anak bernama Rio itu dengan telapak tangannya, "Kamu mau main bersama Onii-san kan?"

"Mauuuu." anak itu bersemangat.

"Tapi aku ingin meminta maaf duluan jika Rio merepotkanmu, ya?" ujar manager.

"Tenang saja! Itu adalah hal yang wajar, aku bisa mengerti." Reo membalas dengan santai.

Ayah Rio yang juga merupakan manager pribadi dari Reo ini pun berpamitan setelah menjelaskan alasan beliau tak bisa membawa pergi anaknya untuk beberapa jam ke depan. Kini Reo tak sendirian berada di dalam rumah. Belum tahu apa yang akan mereka lakukan selanjutnya, yang jelas sekarang Reo sedang memikul tanggung jawab. Bisa kah dia mengatasi satu anak bocah ini? Sedangkan dia pun masih seperti bocah. Etts, jangan anggap remeh! Karena dua-duanya adalah bocah, sepertinya mereka akan memiliki ikatan batin yang kuat hingga bisa saling mengerti satu sama lain, ahahaha.

Anak itu berlari ke arah peralatan karaoke Reo yang masih tergeletak tak beraturan. Ia menemukan sebuah mikrofon yang tadi digunakan Reo untuk bernyanyi. Lalu mengecek-ngecek suaranya di atas sana.

"Kamu ingin bernyanyi?" tanya Reo.

"Aku mau bernyanyiiii!" Rio menjawab dengan semangat menggunakan mic itu sehingga suaranya yang sudah nyaring semakin terdengar kencang.

Reo sedikit tersentak akibatnya. Refleks menutup kuping. "Bikkurishita.. Dasar bocah!" omelnya pelan.

"Oke, kita mainkan lagu yang ceria tapi mudah diikuti!" ajak Reo. Ia coba mencari lagu yang gampang dinyanyikan saja agar Rio bisa mengikutinya juga.

Anak itu menurut saja dengan polosnya. Ia malah lebih excited karena akan bernyanyi, entah apapun lagunya. Yang penting bisa bersenang-senang!

Musik berputar. Satu mic lagi disambungkan untuk Reo pakai. Dari mulai intro, Reo sudah menggoyang-goyangkan badan mengikuti irama lagu. Dan anak itu segera naik ke atas sofa lalu loncat-loncat tak karuan. Tak apalah, Reo membiarkannya karena itu memang hal yang wajar terjadi. Reo menyanyikan lirik dengan lumayan baik sedangkan Rio hanya mengikuti dengan kata-kata ~nanananana~ saja yang nadanya ke sana ke mari karena dia tak hapal lagunya.

Sampai di chorus, barulah Reo mengajak bocah itu untuk mengikutinya.

~Y. M. C. A~

"Ayok Rio-kun ikuti!"

~Y. M. C. A~

Anak itu coba mengulangi kata tersebut. Hingga ia lancar meski hanya paham di bagian ini saja. Reo pun mengajak dia untuk mengikuti gerakan tangan yang menjadi ciri khas dari lagu yang dibawakan oleh grupnya sendiri ini. Sampai menjelang akhir, Reo sepertinya kebablasan. Ia bak terasuki oleh jiwa rockstar dari lagu yang sebelumnya menjadi pembuka di acara karaoke pribadinya ini.

~Y. M. C. A!!~
~Y. M. C. A!!~

Nada tinggi itu kembali menggelegar diikuti gerakan andalannya. Rio yang melihat ini sembari terus ikut bernyanyi malah terbahak-bahak pada kelakuan 'luar biasa' Reo. Dia pun tak mau kalah, ikut mengcopy gaya urakan Reo. Kini dua suara yang nyaring bin melengking seakan berlomba-lomba keluar dari pita suara mereka. Bising dan rusuh menyatu seketika di ruangan ini akibat tingkah laku dua orang yang satunya bocah dan satu lagi masih seperti bocah.

Lagu selesai. Tenggorokan keduanya begitu kering gara-gara teriakan maksimal itu. Duduk menyender bersebelahan di sofa. Ngos-ngosan seperti habis lomba lari saja.

"Oji-san, aku haus,"

"Oji-san lagi.. Terserah lah," gerutu Reo di tengah kelelahan. "Kamu mau minum apa?" tawar Reo padanya.

"Milkshake!" jawabnya cepat. Ia langsung terpikirkan minuman kesukaannya.

"Ehh? Tidak ada milkshake di sini. Hmm.. sirup saja, bagaimana?" jelaslah, mana ada minuman itu tersedia di rumah Reo, karena ini bukan tempat penjual minuman XD.

Tapi, anak itu tetap ngeyel pada keinginannya agar bisa dipenuhi. Ia terus meminta minuman itu pada Reo dengan paksaan.

"Oji-san aku mau milkshakeeeee!!" ia bangkit dari duduk lalu meraih mic di meja dan berteriak. Dua kali, Reo dibuat kaget olehnya.

"Hai hai haiiiii!!" balas Reo dengan teriakan juga sambil tangannya yang masih menutup telinga.

"Harusnya tadi aku langsung ambilkan minum saja, tanpa harus bertanya dulu maunya apa. Sekarang, aku sendiri yang susah!" batin Reo yang menyesal tapi dia harus tahan karena yang dihadapi ini adalah anak kecil. Akhirnya dia mengalah. Memesan online minuman tersebut dan akan segera tiba di rumahnya 30 menit kemudian.

"Kamu tidak mau minum dulu?" Reo kembali bertanya. Anak itu menggeleng.

Yasudahlah, kalau ingin minum nanti juga dia bilang sendiri. Mana bisa haus ditahan-tahan, kan? Begitu pikir Reo. Dia ke dapur sebentar membuat sirup untuk dirinya sendiri sementara anak itu disuruh diam untuk tetap menunggunya di sofa.

Saat Reo kembali dari dapur, sayangnya, dia tak menemukan keberadaan si bocah di tempat semula.

"Kemana dia?" Reo kebingungan. Memanggilnya dua kali. Dan sahutan ia terima dari sebuah ruangan di sebelah kanan ruang tamunya.

"Sedang apa kamu di sini?" anak itu masuk ke ruang tempat penyimpanan semua koleksi pakaian serta aksesoris milik Reo. Di sana pun terdapat banyak boneka dari ukuran kecil hingga besar yang melebihi postur tubuh anak tersebut. Ada juga bantal-bantal berbentuk bunga yang berkelopak warna-warni dengan hiasan wajah tersenyum di tengah-tengahnya.

"Aku bosan." singkatnya.

"Mau bernyanyi lagi?"

"Gak mau!"

"Terus?"

Mereka diam sesaat. Anak itu masih berleyeh-leyeh di atas kumpulan bantal dan Reo tetap berdiri sambil menenggak sirup di genggaman tangannya.

Dia bangkit. Matanya menatap satu benda di hadapan saat ia berguling ke arah kiri. Diambillah benda itu.

"Ini apa, Oji-san?"

"Nani?" Reo belum sadar dengan apa yang dipegang oleh Rio. Ia mendekat. "Ah, monopoli! Natsukashii.." ia terbawa sesaat pada ingatan masa lalu akibat permainan yang telah lama tak ia mainkan ini. Malah hampir lupa jika ia memilikinya dan tak ingat pula tempat penyimpanan benda tersebut.

"Monopoli itu apaan?" Rio bertanya lagi dengan polosnya.

"Bagaimana ya.." Reo sulit untuk menjelaskannya kepada anak sekecil ini. Ia akhirnya memiliki ide lain.

"Ah, Rio-kun! Kita main ular tangga saja biar kamu tidak bosan. Bisa kan?" untuk permainan ini yang ada di balik 'karton' monopoli, sebagian besar anak kecil pasti mudah untuk memainkannya. Hanya mengocok kemudian melempar dadu dan jalan sesuai dengan angka yang keluar. Lalu naik jika berhenti di tangga dan turun jika berhenti di ular. Yang paling cepat sampai finish itulah pemenangnya.

"Bisaaa.. Aku sama ayah suka main ini." jawabnya. Mereka keluar dari ruangan itu dan kembali ke ruang tamu. Hanya saja Reo mengajaknya untuk duduk di bawah yang beralaskan permadani.

Rio memulai duluan atas keinginannya. Kedua orang ini saling berhadapan dalam posisi yang sama-sama tengkurap dengan kaki berselonjor. Sebelah tangan memangku dagu dan tangan lainnya bertugas untuk 'menjalani' permainan. Saling bergiliran hingga Reo berkali-kali melesat naik sedangkan anak itu masih jalan dengan normal.

"Rio-kun, jangan nangis ya kalau Oji-san yang menang." kesombongan mulai muncul dari diri Reo. Ia seolah mewanti-wanti anak itu agar tak kecewa nantinya.

"Aku kan jagoan, tidak pernah menangis!" Rio menyanggah dengan yakin.

"Lihatlah kemenanganku sesaat lagi.. 1, 2, 3... 4." dadu yang dilempar oleh Reo menunjuk angka empat. Ia maju dan ternyata berhenti tepat di ekor ular terpanjang. Otomatis ia harus turun seketika malahan terdampar di bawah milik Rio berada.

"Huaaaahhh!!" Reo sangat kesal akibat kejadian ini. Sedikit lagi ia akan jadi juara tapi harus tertunda karena kesialan. Ia tertunduk masih dengan omelan tidak jelasnya. Kedua tangannya memukul permadani itu. Kemudian badannya berputar jadi terlentang dan kakinya menekuk menghentak lantai berkali-kali.

"Kussooooo!!" tingkah marahnya ini sungguh membuat yang melihat jadi geleng-geleng kepala.

Sementara lawannya, anak itu tertawa puas menyaksikan Reo yang digulung kekesalan. Ngakaknya sampai tak karuan saking bahagia di atas penderitaan Reo. "Oji-san gak jadi menang hahahaha."

"Aku yang akan menang." dia terus mengolok si om di hadapannya.

Saat Reo akan kembali bermain dengan kondisi wajah yang masih manyun, bel di rumahnya berbunyi.

"Ah, pasti itu minumannya sudah datang." tebak Reo yang menoleh ke arah jam dinding. Waktunya tepat seperti yang tadi dijanjikan.

"Milkshake punyaku sudah ada?"

Reo mengangguk dan menyuruh Rio untuk tetap tinggal di posisi saat ini. Jangan menghilang lagi seperti tadi. Sekarang dia yakin kalo anak itu akan menurut karena jika tidak, maka minumannya takkan bisa dia dapatkan. Dengan tatapan sok menyeramkan, ancaman (pura-pura) itu Reo layangkan padanya. Dasar, om jahat!

Reo pun secepatnya telah kembali lagi membawa minuman itu. Tanpa berkata apa-apa, si anak segera berdiri dan merebut tas plastik di genggaman Reo. Membongkar isinya dan menyedot dengan cepat si minuman itu hingga berkurang setengahnya.

"Pelan-pelan, nanti tersedak." Reo yang sedikit terkesiap melihat tingkahnya itu coba menasehati.

Dia hanya mengangguk sambil mulutnya masih menempel pada sedotan.

"Apa kamu sangat kehausan?" kembali lagi Reo bertanya.

Baru saja akan menjawab, tetapi... "Uhuk!" anak itu malah tersedak hingga batuk berkali-kali.

"Waduh!!" Reo langsung panik dan berupaya menepuk punggung Rio agar batuknya mereda.

"Kan.. Pelan-pelan makanya." di tengah pertolongan itu, Reo sedikit menasehati lagi.

Untungnya, batuk telah berhenti. Anak itu bisa berbicara sekarang, "Oji-san nanya terus! Padahal kan aku lagi minum!" balasnya dengan penekanan nada.

"Ee.. Gitu ya." sebenarnya Reo tak merasa bersalah, tapi dia akhirnya meminta maaf karena khawatir anak itu akan ngambek berkepanjangan.

"Yuk lanjut main lagi," setelah minuman itu habis dalam sekejap, Reo mengajak Rio untuk kembali bermain ular tangga. Tapi anak itu menolaknya.

Sekarang mereka melakukan permainan random. Reo yang sama sekali tak keberatan untuk menuruti keinginan bocah ini malah ikut menikmati setiap detik yang dilewati. Sama-sama larut dalam kesenangan. Bertingkah konyol dan terus tertawa lepas layaknya dua bocah yang tengah bermain bersama.

Lelah sekali. Kini keduanya terkulai di atas sofa. Rio mulai menguap beberapa kali.

"Kamu mengantuk?"

"Hai,"

Reo lalu menuntun anak itu menuju ke kamarnya. Membiarkan dia untuk tidur di kasur kesayangan. Tak sampai lima menit, Rio sudah terlelap dengan pulas.

"Anak ini.. Benar-benar tak bisa diam. Susah diatur pula." Reo berbicara sendiri.

"Apa dulu Okaa-san juga kerepotan mengurusku? Karena aku seperti melihat diriku ada di dalam diri Rio-kun." kini dia tersenyum tipis melihat dirinya di masa lalu lewat ponsel dalam pegangannya yang disandingkan dengan anak ini.

Rasa kantuk pun kemudian menguasai diri Reo. Ia ikut tidur di samping si anak dari managernya ini. Ponselnya ia letakkan di meja samping. Segera, alam bawah sadar sekarang telah berjumpa dengannya.

~Oh!!! Rusty Nail!!!~
~Dore dake namida wo nagaseba~

Untuk yang ketiga kalinya, lagu ini berputar. Karena musiknya yang keras dan mengagetkan, hingga membuat Reo bangun seketika. Anak itu, ikut menjadi korban dari nada dering ponsel Reo ini.

"Moshi moshi.." tanpa melihat si penelepon, Reo langsung mengangkatnya.

"Reo-san, aku sudah ada di depan rumahmu."

"Eh? Manager-san?" Reo masih agak linglung.

"Ya, ini aku. Memang siapa lagi?"

"Aku akan segera keluar." sambungan telepon pun terputus.

Melihat pada jam di ponsel, nyatanya sekarang telah memasuki pukul 4 sore. Memang benar sih, jam-jam segini sudah waktunya Rio dijemput oleh sang ayah. Anak itu dibawa ke ruang tamunya dan kembali duduk di sofa langganan yang sekitarnya masih dikelilingi oleh perlengkapan karaoke.

"Rio tidak nakal kan?" tanya manager ketika mereka berdua sudah kembali masuk rumah.

"Aahh.. Anak kecil sudah biasa seperti itu." balas Reo ramah.

"Papa, tadi aku minta dibelikan milkshake sama Oji-san. Enaakk!!" anak ini melapor pada ayahnya.

"Seperti itu? Kamu ada-ada saja." sang ayah sedikit memarahi.

"Tidak apa-apa kok. Itu saja mah gampang." tukas Reo. Manager pun berterimakasih pada artisnya ini.

Lalu Rio bercerita lagi tentang apa yang dilakukan oleh mereka berdua selama beberapa jam kebelakang. Termasuk saat Reo kesal karena permainan ular tangga tadi.

"Sssttt.. Yang itu jangan diceritakan!" tegur Reo pelan.

Manager langsung tertawa setelah mendengarnya. Dan beliau sedikit mengisengi Reo, "Apa tingkah Reo-san dan Rio hampir mirip ya?"

"Aa! Sebenarnya aku berpikiran itu juga. Hiperaktifnya sama sepertiku." ucap Reo berbisik. Anak itu terus cengengesan. Ayahnya pun tertawa juga.

Sudah waktunya ayah dan anak ini pamitan sebelum petang tiba. Reo berpesan agar Rio tak usah sungkan jika ingin main lagi ke sini. Ia akan menyambutnya dengan senang hati. Karena selain membuat harinya Reo penuh dengan hal yang tak terduga, ini pun bisa sekaligus melatih dia dalam mengurus anak jika tiba waktunya nanti dia menjadi seorang ayah. Hanya saja, masih belum terbayang bagaimana si pria baby face berkelakuan bocah ini akan menyandang status sebagai orang tua nantinya. Wong dia pun masih sulit dibedakan antara jadi orang dewasa atau anak-anak. Hahaha. Reo, selalu menggemaskan!

-TAMAT-

Wednesday, January 6, 2021

Fan Fiction: "Star Traveling" In The Sky

Title: "Star Traveling" In The Sky
Author: Harucin
Cast: Ryota Katayose (GENERATIONS from EXILE TRIBE)
Genre: Slice of life, Fan fiction AU
Length: One Shot


Nanto iu hoshizora, nanto iu shunkan
Mabataki suru kotosura dekinai
Betapa langit berbintang, betapa momen itu luar biasa
Aku bahkan tak bisa berkedip

"Benar sekali.. Aku sulit berkedip saat menatap kilauan bintang-bintang di atas sana yang tak terhitung jumlahnya."

"Sama seperti yang dirimu katakan pada saat itu. Kini aku bisa merasakannya juga."

"Di perjumpaan terakhir kita, kau meninggalkan sebaris kalimat yang akan selalu aku ingat."

"Kau pergi ke langit, menjadi bagian dari bintang-bintang itu."

"Sekarang maumu telah terwujud."

***
Flashback

"Aku sangaattt bahagia! Onii membiarkanku untuk datang sendirian. Meski nyatanya cuman Onii yang tetap memperlakukanku dengan normal, tapi itu sudah cukup."

"Mengapa kakakmu ini harus berlaku beda padamu? Kamu juga manusia. Bisa bernapas, bergerak, sama seperti manusia lainnya."

"Mulai nih.. Apa kakakku yg katanya tampan bak pangeran ini harus sekolah lagi supaya bisa mengerti maksudku?"

"Hmmm.. mungkin.. aku lulus sekolah 8 tahun lalu, jadi otakku sepertinya sudah lemot."

"Hahaha dasar!"

Percakapan yang takkan kunjung habis terjadi antara dua orang, gadis beranjak remaja berumur 13 tahun dan seorang pria dengan usia dua kali lipatnya. Pada malam hari di atas bukit belakang kediaman salah satunya. Berteman tiupan angin dengan udara yang cukup dingin namun takkan membuat keduanya membeku karena telah kalah oleh kehangatan dari canda tawa mereka. Di atas langit, bintang-bintang pun ikut hadir menemani dua insan ini. Walau faktanya, hanya si orang yang dipanggil "Onii" ini saja yang bisa melihat taburan bintang tersebut.

"Aku bisa menebak, pasti Onii sedang menatap luasnya langit yang dipenuhi oleh bintang-bintang." ucap gadis itu polos.

"Dih, sok tahu! Huuhhh," pria di sampingnya coba menjahili dengan mendekatkan mulutnya ke daun telinga gadis itu. Memengangi pendengaran.

Dia pun refleks menjauh setelah ada suara mengagetkan yang masuk ke gendang telinganya, "Yamete yooo.. Katayose Ryota-nii!" tegasnya hingga menyebut nama lengkap pria itu.

Ryota terus tertawa melihat ekspresi kesal dari adiknya. Adik yang bukan terlahir dari rahim Katayose Mama namun telah membuat Ryota merasa sangat dekat dengannya. Perasaan ingin melindungi seperti seorang kakak selalu muncul ketika dia tengah bersama gadis itu. Gadis yang pertama kali ia temui dua tahun lalu ketika diajak oleh sang ayah yang merupakan seorang guru musik pergi ke sebuah panti asuhan. Di mana setiap dua kali dalam seminggu beliau rutin untuk mengajari musik semua penghuni di sana baik dari anak kecil sampai dewasa. Dan Ryota, sering menemani sang ayah untuk berbagi ilmu di sana karena memang berbanding lurus dengan pekerjaan Ryota yang seorang musisi. Jadi, apa salahnya?

Pada perjumpaan pertama, Ryota menemukan sesosok gadis kecil tak biasa bernama Kurumi. Dengan kekurangan yang tampak jelas datang dari indera penglihatannya, namun gadis itu tetap berusaha untuk bisa mengikuti pelajaran ini. Mencoba menekan setiap tuts dari piano berukuran mini yang ada di hadapannya. Tak menyerah untuk dapat menyesuaikan nada hanya dengan melalui pendengaran. Sejak saat itu, Ryota tergerak untuk mulai berinteraksi dengan dia kemudian coba membimbingnya hingga seiring waktu mereka berdua dapat saling berbagi dan menjadi dekat seperti kakak dan adik. Layaknya keluarga. Sampai saat ini.

"Ya, tebakanmu sangat benar! Tapi bukan berarti kamu hebat sih, karena ini sudah sering terjadi.. Kamu hanya mencontek tebakan-tebakan dari yang lalu saja," dengan nada mengejek, Ryota lagi-lagi menggodanya melalui perkataan pedas yang sudah menjadi ciri khasnya.

"Huh! Memang benar apa yang dibilang sama Katayose-sensei waktu pertama kali memperkenalkan Onii. Walau wajahnya tampan, tapi bicaranya tajam seperti pisau!" Kurumi memalingkan wajahnya, berpura-pura jutek pada Ryota.

"Hidup itu harus seimbang. Jika kita memiliki sisi positif, kita juga harus memiliki sisi negatif!" timpal Ryota tak mau kalah. Mengulum tawa, khawatir suaranya akan terdengar. Karena dia hanya bermaksud untuk mengerjai adiknya.

Dahi Kurumi mengkerut mendengar ucapan dari Ryota. "Hah?? Apa itu sebuah kata-kata mutiara? Atau nasehat? Mana ada hal yang seperti itu.." kepalanya lalu menghadap ke arah Ryota.

Pria itu tak sanggup menahan tawanya lagi melihat wajah gadis kecil ini yang kebingungan atas kata-kata yang tadi ia lontarkan. Kurumi pun kemudian sadar jika ia tengah dikerjai setelah suara ngakak Ryota mendominasi keadaan.

"Oniiii!! Menyebalkan!"

Tak tega melihat kemarahan Kurumi, akhirnya Ryota meminta maaf sambil kembali mengontrol dirinya.

"Kalau Onii mau aku maafkan, Onii harus memberitahuku rahasia yang waktu itu sensei bilang!"

Selain satu sifat itu, ayah Ryota juga pernah mengatakan bahwa anaknya ini memiliki rahasia. Namun yang namanya rahasia, pasti tak boleh diketahui oleh orang lain.

Ryota langsung terdiam saat Kurumi menunggu jawaban darinya. Ia menatap lekat wajah mungil itu dari samping. Tanpa berkata, perlahan tubuhnya ia geser mendekat pada si pemilik tanya. Lalu mendekapnya dan membenamkan kepala sang adik di dadanya. Telapak tangan dia, mengelus lembut rambut hitam yang panjangnya sebahu itu.

"Onii.. Ada apa?" Kurumi mulai heran atas sikap Ryota yang tiba-tiba. Sudah kesekian kali ia merasakan dekapan darinya, tapi saat ini, dekapan itu terasa begitu erat.

"Kamu pasti akan tahu rahasiaku, setelah aku bisa melakukan perjalanan ke langit dan menjadi bagian dari bintang-bintang itu." suara lembut Ryota perlahan memelan seperti tertahan. Kepalanya tertunduk bertumpu pada milik Kurumi.

"Onii akan terbang ke sana?" tanyanya dengan polos.

"Mmmm.." singkat Ryota membalas tanya tersebut.

"Aku ingin ikut! Meski aku tidak bisa melihat semua yang ada di sana, tapi kalau bersama Onii aku pasti akan baik-baik saja." Lanjutnya, "Karena Onii akan jadi penerang dalam kegelapanku. Cahaya bintang yang dilihat oleh matamu akan terasa oleh mataku juga."

Ryota semakin memeluk erat tubuhnya. Hatinya begitu terenyuh menerima setiap pengakuan tulus dari gadis ini.

Namun, jawaban Ryota berbanding terbalik. Ia menyangkal, "Tidak bisa! Aku akan pergi ke sana sendiri saja."

Gadis itu tiba-tiba berontak. Menarik dirinya dari dekapan Ryota.

"Kenapa?"

"Jalanmu masih sangat panjang. Ini belum saatnya.." batin Ryota. Tapi yang dia katakan berbeda. "Karena kita akan sama-sama melihat bintang itu dari sini. Tak perlu pergi ke tempat yang jauh." matanya berbinar menatap tatapan kosong dari bola mata Kurumi.

"Seperti sekarang?" Kurumi mendongak memposisikan kepalanya memandang langit.

"Bukan, tapi kamu akan sungguh-sungguh melihatnya." sambil berkata, Ryota ikut melebarkan pandangan ke langit.

"...dan aku akan mengawasimu dari atas sana." lagi, Ryota hanya memendam kalimat ini di dalam hatinya.

"Janji? Aku dan Onii akan sama-sama melihat bintang yang indah itu suatu saat nanti." Kurumi meminta Ryota untuk saling menautkan jari kelingking.

"Aku bukan anak kecil lagi, mana mau melakukan hal itu? wleee" Ryota menolak ajakannya sambil menjulurkan lidah. Bermaksud mengejeknya agar suasana kembali ceria lagi.

Sudah jelas, gadis itu dibuat kesal untuk yang kedua kalinya. Ryota kembali menertawai dan malah mencubit gemas kedua pipi Kurumi yang bulatnya sama persis seperti milik Ryota.

"Kau telah memberiku tujuan, Kurumi-chan. Aku takkan menyesal dengan semua perjalanan hidupku ini. Terima kasih."

Percakapan malam itu tampak sangat panjang. Walau masih dibumbui candaan, lalu bernyanyi bersama, namun hawanya berbeda dengan waktu-waktu sebelumnya. Ryota lah yang paling merasakan. Karena pada kenyataannya, ini adalah perjumpaan langsung mereka yang terakhir.

Flashback end

***

"Kau sungguh menepati janjimu, Onii.." sambil terus bertahan pada posisinya di tempat favorit ini, Kurumi mengingat kembali semua kenangan antara dia dan sang kakak yang saat ini tengah dipandangi. Di langit malam. Satu cahaya yang amat bersinar di atas sana. Berwujudkan bintang, itulah dirinya.

"Kita bisa melihat bintang-bintang itu bersama. Melalui matamu yang juga merupakan milikku."

"Kilauannya.. Kerlap-kerlip itu.. Kita akan selalu menatap titik yang sama!" 

"Aku bersamamu, sama-sama memandang dirimu."

"Apa yang aku katakan ini, Onii? haha." Kurumi terus bermonolog disertai tawa tipisnya.

Dengan terbongkarnya rahasia yang dimiliki oleh Ryota, maka pria itu pun  kini telah damai menuju ke tempat yang ia inginkan. Rahasia itu, menyangkut tentang sisa usianya yang tak bisa bertahan lebih lama lagi. Sejak mengenal Kurumi, ia jadi memiliki tekad untuk menyerahkan penglihatannya pada gadis itu di saat waktunya telah tiba. Tak ada penyesalan sedikitpun, ia bahagia karena hidupnya bisa berarti bagi kehidupan lain. Dan tujuan mulia itu, akhirnya tercapai.

Hanya saja, hati si gadis kecil hancur. Ia yang belum mengerti apa-apa tak bisa menerima. Pikirannya selalu berbisik jika sang kakak tega meninggalkan dia sendirian di dunia ini.

Empat tahun berlalu, sekarang sang gadis kecil telah berubah menjadi seorang gadis remaja. Sepanjang waktu itu, dengan dibantu oleh keluarga Katayose yang telah resmi menjadi orang tua angkatnya atas permintaan terakhir dari Ryota, Kurumi mulai paham dengan semua keadaan. Ia dapat memperluas pemikirannya dan bisa menerima jalan hidup ini. Justru rasa optimislah yang sekarang tertanam di dirinya. Ia takkan menyia-nyiakan 'kehidupan' yang telah diberi oleh Ryota. Ia akan terus berusaha dengan berpegang pada setiap nasehat yang dulu sering dikatakannya.

"Aku harap Onii takkan lelah mengawasiku dari sana. Teruslah berjalan mengikuti kemanapun aku pergi." senyumnya mengembang kala terus menerus menatap satu bintang paling terang itu.

"Aku selalu bisa melihatmu."

"Bagiku kau bukan pangeran seperti yang dikatakan oleh orang-orang. Tapi kau adalah pahlawan. Satu-satunya pahlawanku."

"Terima kasih, Onii.."

-TAMAT-

Friday, January 1, 2021

GENERATIONS from EXILE TRIBE -Ame Nochi Hare

Selamat Tahun Baru 2021!! Semoga kita semua sehat selalu dan tetap kuat dalam menjalani hidup ini!

Untuk mengawali tahun yang baru ini, saya akan membuat postingan yang bisa jadi juga merupakan harapan yang diinginkan terwujud oleh semua orang di tahun ini. Di mana 'hujan' yang terus menerus turun pada tahun 2020 akan berhenti untuk selamanya dan berganti  menjadi 'cerah' di tahun 2021. Maka dari itu, kali ini saya akan berbagi lirik dari lagu terbarunya GENERATIONS from EXILE TRIBE dengan judul "Ame Nochi Hare" yang berarti "Cerah Setelah Hujan".

GENERATIONS dengan kostum di lagu Ame Nochi Hare
sumber foto: GENERATIONS Official Twitter

"Ame Nochi Hare" yang merupakan single ke-25 dari GENERATIONS from EXILE TRIBE akan dirilis pada tanggal 10 Februari 2021. Lagu bertempo santai ini telah dipilih sebagai lagu tema dari drama TV Asahi berjudul "Mokomi ~Kanojo Chotto Hendakedo~" yang akan mulai tayang pada 23 Januari 2021 setiap hari Sabtu malam. Ini adalah lagu yang menghangatkan dan inspiratif yang akan memelukmu dalam kehangatan manusia dan membantu melepaskan kerumitan serta masalah yang dimiliki oleh semua orang. [sumber: LDH Global Website]

Lagu ini untuk menghapus rasa sepi dan menyakitkan. Memiliki pengertian dan simpati atas kesulitan dalam mengambil langkah. Dengan suara hangat dari vokal yang menyegarkan, ini adalah lagu positif yang bisa mendorongmu. Lirik ini didasarkan pada citra pemeran utamanya, 'sekarang' dan 'masa depan' dari Mokomi. Seperti judulnya "Ame Nochi Hare", aku berharap dunia akan mendapatkan kembali kehidupan sehari-hari yang normal sehingga tidak akan ada hujan yang tidak berhenti. [Alan Shirahama pada wawancara ORICON]


GENERATIONS from EXILE TRIBE -雨のち晴れ / Ame Nochi Hare
(Cerah Setelah Hujan)

Kanpeki na mono na do kono sekai ni wa mou nai kedo
Kimi ga kimirashiku iru dake de sekai wa akaruku naru
Kawaranai mono ga tada aru dake de mou subete ga
Kagayaite mieru yo I know kitto
Tak ada yang namanya sempurna di dunia ini
Dunia akan menjadi cerah jika kau yang seperti dirimu
Ada sesuatu yang tak berubah begitupun lainnya
Ini tampak bersinar, aku tahu pasti

Hajimaru shunkan ima wa mae dake wo
Muite mune ni kizamu
Me ni wa mienakute mo
Saat momen itu dimulai
Hadapilah dan ukir di dadamu
Meskipun tak terlihat oleh mata

Reff 1:
Hirogaru sekai ni fumidashite yukou
Ame nochi hare no mirai e to
Kimi ga itsudatte kimi de aru tame ni
Shinjirareru tsuyo sa te ni ireta
Mari melangkah ke dunia yang berkembang ini
Untuk masa depan yang cerah setelah hujan
Karena kau selalu baik, demi dirimu sendiri
Percayalah akan kau dapatkan

Me to me ga atte, te to te wo tsunagi
Issho ni aruku kono michi wo
Itsumade mo taisetsu ni shite zutto susunde yuku
Kontak dari mata ke mata, genggaman dari tangan ke tangan
Ikuti jalan ini untuk dilalui bersama
Aku akan menghargai sesuatu penting itu selamanya dan terus maju


Kansei nante mono hodo ayafuyana mono wa nai kedo
Tashikana koto wa kimi ga aru koto
Tak ada yang lebih samar-samar seperti kepekaan
Karena yang pasti itu adalah kau

Juunin hito iro chigatte kamawanai
Hiki hagashita retteru ni
Ima koso sayonara wo
Tak masalah jika ada 10 orang dan 10 warna yang berbeda
Untuk label yang kau robek
Ucapkan selamat tinggal sekarang

Reff 2:
Kyukutsuna sekai ni wakare wo tsugeyou
Ame nochi hare no mirai e to
Kimi ga soko ni iru tada sore dakede ii
Atarimae no you de tokubetsuna koto
Ucapkan selamat tinggal pada dunia yang sempit
Untuk masa depan yang cerah setelah hujan
Kau berada di sana, hanya itu yang kau butuhkan
Yang sudah jelas damai dan istimewa

Me to me ga atte, kokoro ga fureru
Koboreru egao no tsuyo sa yo
Kyou ga subarashii hi ni naru I believe kakushin suru
Kontak dari mata ke mata dan sentuhan dari hati ke hati
Kekuatan senyum meluap
Aku percaya bahwa hari ini adalah hari yang luar biasa


Kimi no sono te no naka zutto nigirishimeta mama no yume
Yuuki dashite ima Set it free
Dare no mono demo nai sono omoi
In your dream
Mimpi yang selalu tergenggam di tanganmu
Beranilah dan bebaskan sekarang
Perasaan yang bukan milik siapapun
Di mimpimu

Reff 3:
Hirogaru sekai ni fumidashite yukou
Ame nochi hare no mirai e to
Kimi ga itsudatte kimi de aru tame ni
Shinjirareru tsuyo sa te ni ireta
Mari melangkah ke dunia yang berkembang ini
Untuk masa depan yang cerah setelah hujan
Karena kau selalu baik, demi dirimu sendiri
Percayalah akan kau dapatkan

Me to me ga atte, te to te wo tsunagi
Issho ni aruku kono michi wo
Itsumade mo taisetsu ni shite zutto susunde yuku
Kontak dari mata ke mata, genggaman dari tangan ke tangan
Ikuti jalan ini untuk dilalui bersama
Aku akan menghargai sesuatu penting itu selamanya dan terus maju


(sumber lirik kanji: LxO GENERATIONS "Ballad Best")
(lirik romaji dan terjemahan Bahasa Indonesia oleh saya sendiri)
(mohon koreksi jika ada kesalahan)