Tirai berwarna krem masih terbentang sempurna pada jendela di sebuah ruangan hingga menutupi pencahayaan alami dari sinar matahari yang masuk ke sana. Membuat keadaannya dilingkupi oleh keredupan. Suasana ini seketika mampu menjadikan satu sosok penghuni sejati ruangannya yang tengah terbaring secara sembarang di atas tempat tidur enggan terbangun. Dengan sekujur tubuhnya yang berbalut selimut, ia bagai dimanjakan oleh kedamaian ini. Namun rasa damainya itu akan berakhir karena satu sosok lagi yang baru saja datang ke ruangan tersebut segera mengambil tindakan.
"Banguunnn!!!" sosok berwujud perempuan dengan surai sepanjang bahu berteriak sambil menarik paksa selimut yang tergeletak di tempat tidur itu. Tampak sosok laki-laki yang muncul dari baliknya.
"5 menit lagi..." pengguna selimut itu membalas pelan dengan mata yang terpejam, kembali menarik selimutnya untuk menutupi tubuhnya.
"Tidak bisa! Kau harus bangun sekarang juga!" tak menyerah, perempuan itu mengulang apa yang dia lakukan sebelumnya, malah kini lebih giat hingga selimut tersebut tidak dapat terselamatkan dari si pemakai. Kemudian ia bergegas membuka penuh tirai yang langsung mengubah keredupan di ruangan ini menjadi terang benderang. Sayang, reaksi yang ia terima dari laki-laki itu belum memuaskan. Alih-alih bangun, untuk membuka mata saja masih sangat sulit.
"Bangun dong, Kazuhara Ryuto! Ayo bangunn!!" sekarang ia mengguncang-guncang tubuhnya berharap laki-laki yang barusan ia panggil namanya secara lengkap dapat menuruti perkataannya. "Jika kau tidak mau bangun juga, maka aku tidak mau bicara denganmu lagi!" saking geram karena terus diabaikan, perempuan itu akhirnya memberi ancaman.
"Hai', hai'." jawaban terlontar. Laki-laki bernama Ryuto itu sontak membuka kedua matanya diikuti gerakan menggeliat. Sepertinya kalimat yang baru saja melintas di telinganya ampuh untuk membuat dia segera mengumpulkan kesadaran. Terlihat wujud dari perempuan yang telah membangunkannya sedang duduk di tepi kasur sebelah kanan. Menatapnya kesal.
Tetapi kekesalan dari perempuan itu malah menyalurkan energi yang sebaliknya pada Ryuto. Dalam posisinya yang masih terlentang, Ryuto beralih menghadap ke arahnya. la tersenyum seraya bibirnya bergerak mengucapkan sebaris kalimat, "Happy Valentine, Rei." ucapan untuk hari ini yang bertepatan dengan hari kasih sayang ia sampaikan pada perempuan itu.
"Happy Valentine, Ryuto-kun." pergantian ekspresi kesal yang berubah mengikuti senyuman Ryuto mengiringi balasan yang sama yang terucap dari Rei, perempuan tersebut.
"Suki dayo." kemudian Ryuto melanjutkan kalimatnya. Senyumannya masih bertahan disertai tatapan penuh kesungguhan.
"Gomennasai." pancaran senyumnya masih sama namun balasan secepat kilat yang dilemparkan Rei pada lawan bicaranya ini tidak sama lagi seperti sebelumnya.
Tawa terpancar dari wajah Ryuto sebagai reaksi atas jawaban Rei beberapa detik lalu. Matanya terus memandangi perempuan itu yang sekarang telah beranjak menjauh dari hadapannya. Tak terhitung berapa kali ia sudah mengutarakan kata cinta ini padanya, dan jawaban yang sama pun selalu diterima dari orang yang telah menjadi penghuni di sebelah rumah sekaligus sahabatnya sejak masa SMP sampai lulus kuliah ini. Namun Ryuto tidak pernah merasa patah hati akibat jawaban tersebut. Ia takkan pernah menghentikannya meski keseriusan yang dimiliki selama ini malah dianggap gurauan saja oleh perempuan itu.
"Suki dayo" to tsugeta ichibyou go ni "Gomennasai" to iwa re
Mou kore wa toritsuku shima mo nai torajiidii warau shika nai ya~~~
Satu detik setelah aku berkata, "Aku menyukaimu,”
Kau memberitahu, "Maafkan aku.”
Aku tidak punya pilihan selain menertawakan 'tragedi' yang menimpa ini
Rei kembali dengan sebuah handuk yang baru saja ia ambil dari balik pintu kamar ini. Lalu tanpa segan ia lemparkan pada Ryuto yang masih bersantai di atas kasurnya. "Cepat mandi, Ryuto-kun! Ini sudah jam 10!" Rei berkacak pinggang seperti atasan yang memerintah bawahannya saja.
Ryuto akhirnya bangkit. Tapi ia belum berniat untuk cepat-cepat menuju kamar mandi. Handuk yang ada bersamanya malah ia main-mainkan dahulu. Dijadikanlah handuk itu jubah bagai pahlawan super lalu ia berdiri di atas kasur dengan pose bersiap untuk terbang.
Kedua kalinya Rei merasa geram pada tingkah sahabatnya ini. la segera menghentikan kebiasaan Ryuto yang suka berperilaku konyol dengan volume suara tinggi, "Stoopppp!!" lanjutnya. "Ayolah, Ryuto-kun! Aku sedang tidak mau bercanda!!" daripada menampakkan kemarahan, kini Rei malah merengek. Bahkan ia memohon.
Melihat Rei yang seperti itu, Ryuto khawatir jika perempuan yang dicintainya ini akan menangis akibat dari kenakalannya. Maka ia langsung turun dan benar-benar akan menuruti perintah darinya. "Baiklah, aku akan mandi sekarang." ia segera pergi ke arah lemari untuk mengambil pakaian.
"Bagus!" Rei kembali tersenyum. "Kita harus latihan sekali lagi agar penampilan spesial nanti malam berjalan dengan sangat baik!"
"Haha, kau sangat bersemangat!" tanggap Ryuto yang masih memilih pakaian.
"Tentu saja! Selama satu tahun menjadi penyanyi di cafe itu, baru sekarang kita akan tampil selama satu jam. Apalagi itu atas permintaan dari managernya sendiri."
"Kita pasti bisa melakukannya." Ryuto meyakinkan bahwa mereka akan mampu memberikan yang terbaik.
"Makanya kita harus latihan lagi supaya tidak membuat kesalahan dan mengecewakan penonton!" tekad Rei.
Kedua insan ini diberikan kelebihan oleh Tuhan pada pita suaranya. Sejak sekolah, mereka selalu berduet di acara Festival yang diadakan di tempat menuntut ilmu tersebut. Dan kemenangan di ajang-ajang kompetisi setingkatnya sering juga diraih. Hingga saat masa perkuliahan dimulai, mereka ingin menjadikan bakat ini sebagai sumber pemasukan. Lumayan kan? Jika digabungkan dengan uang jajan dari orangtua, maka isi dompet akan semakin tebal dan bisa mereka pakai untuk memenuhi keinginan. Berada di jurusan dan kelas yang sama membuat Ryuto dan Rei seringkali memiliki banyak waktu berdua. Mau itu untuk bermain atau melakukan hobi mereka ini. Coba-coba menawarkan diri untuk menjadi penyanyi di cafe-cafe atau pun acara-acara. Hingga tiga tahun berlalu dari sejak mereka menjadi freelance, akhirnya mereka mendapat pekerjaan tetap di sebuah cafe modern dan masih bertahan sampai satu tahun setelahnya.
"Aku tidak mau kehilangan pekerjaan ini!" Rei tampak khawatir. Karena ia merasa beruntung di saat teman-teman yang lain masih belum memiliki pekerjaan, tapi dia telah mendapatkan 'jalan' baginya meski masih sementara. Sambil menunggu wisuda dan bisa bekerja sesuai gelar yang dimilikinya, ia akan tetap bernyanyi seperti ini.
Ryuto terus menyimak perkataan Rei yang nyatanya belum selesai. Perempuan ini lanjut mengoceh. "...seperti aku yang sudah kehilangan cincinku dua hari lalu!" ia mengangkat telapak tangan kanannya, memamerkan jari-jari dan tatapannya tertuju pada jari manis yang seharusnya tersemat cincin namun kini benda tersebut tidak ada di tempatnya.
Ryuto berbalik dengan memegang pakaian gantinya. Ikut menatap jari-jari itu dari jarak 2 meter di belakang Rei. "Masih belum ketemu?" tanyanya. Rei menggeleng sambil membalikkan tubuh. Mereka kini berhadapan.
"Relakan saja, kau pasti akan mendapat cincin yang lebih bagus!" hibur Ryuto.
"Hmmm maksudmu aku harus membelinya lagi?"
"Tidak. Tapi akan ada orang yang memberikannya padamu."
"Eh? Memberikan?"
"Benar.. mungkin di malam istimewa ini."
"Malam istimewa ini.. ah! Mungkinkah ada yang akan melamarku?" tebak Rei tanpa pikiran matang.
Ryuto tersenyum misterius, "Mungkin saja."
Rei pun perlahan tersungging dengan pikirannya pada bayangan indah akan tebakannya tadi.
"Apa itu teman kampusku ya?" Rei masih menerka.
"Hmmm.." hanya gumaman yang menjadi respon dari Ryuto.
"Atau.. bagaimana jika yang melamarku itu adalah manager cafe tempat kita bernyanyi?!" sekarang ucapan Rei tambah ngaco.
"Apa? Kenapa kau menebak dia orangnya?" Ryuto agak sewot.
"Dia kan baik padaku. Ramah, sering mengajakku bicara. Terus kita sering diberi bonus juga olehnya." jelas Rei yang mendeskripsikan sosok yang menjadi bahan obrolannya.
"Terlalu umum. Semua pria bisa seperti itu." batin Ryuto.
"Memangnya kau yakin jika dia masih single?" Ryuto bak mencibir.
Kini Rei diam. Tersirat wajah muram, "Aku tidak tahu.. ahh! aku tidak pernah memikirkan ini.." ucapnya melambat. Sementara Ryuto menyembur tawa melihat ekspresi Rei hingga terdengar keras seakan mengejek.
"Diam kau!" Rei membentak. Ia bete. Lalu Ryuto bergegas menuju kamar mandi meninggalkan perempuan ini sendirian di kamarnya sebelum ia mendapat amukan lebih parah.
Di dalam kamar mandi, Pikiran Ryuto melayang mengingat apa yang dia lakukan kemarin. Handuk dan pakaiannya telah ia gantung, namun dirinya malah mematung belum melakukan pergerakan selanjutnya.
"Cincinmu tidak hilang, tapi aku yang telah mengambilnya.."
*kemarin sore*
Langkah kaki Ryuto menuntunnya masuk ke sebuah toko perhiasan. Pandangan matanya bagai dimanjakan oleh kilauan indah dari beragam jenis benda mahal itu sampai ia berhenti di depan tujuannya. Pegawai yang berada di sana mulai melakukan tugas yang semestinya.
"Selamat sore, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya dengan sopan.
"Ya. Aku ingin membeli cincin." balas Ryuto ramah. Moodnya dalam keadaan yang sangat baik dari sejak ia tiba di tempat ini.
Pegawai itu pun mempersilakan Ryuto untuk melihat-lihat dahulu semua koleksi cincin wanita yang tersedia. Kemudian coba memberi rekomendasi saat komunikasi dua arah mulai terjalin. Sekitar 15 menit berlalu, Ryuto telah menemukan pilihannya. Cincin emas dengan desain bernuansa mewah yang dihiasi dengan 3 batu permata berbentuk hati akan ia persembahkan untuk satu-satunya wanita yang telah bertahun-tahun singgah di hatinya.
"Baik Tuan, bagaimana dengan ukurannya?" kemudian pegawai itu menanyakan Iuas lingkar jari pemakainya.
Ryuto merogoh saku celananya. Mendapat sebuah cincin dari hasil pencarian tangan itu. Lalu ia berikan pada pria di hadapan. "Tolong samakan dengan cincin ini." pintanya. Segera pegawai itu memeriksa model cincin pilihan Ryuto yang memiliki ukuran sama seperti cincin yang baru saja ia terima. Dapat! Salah satunya berukuran sesuai dengan ingin dari pembelinya tersebut. Maka ia tidak usah susah-susah mengubah ukurannya lagi. Dan Ryuto tidak perlu menunggu lebih lama di sana.
Setelah pembayaran selesai, cincin yang baru dibeli Ryuto telah tersimpan rapi di dalam kotaknya. la masukkan ke dalam saku celana. Sementara cincin yang sebelumnya ada di saku itu masih dalam genggamnya. la memandangi si bulat itu,
"Maafkan aku, Rei. Kemarin telah diam-diam mengambil cincin milikmu yang kau lepaskan saat akan masuk ke toilet. Biar aku saja yang sekarang menyimpannya. Dan aku akan memberimu yang baru tepat di hari valentine besok." batin Ryuto sebelum melanjutkan perjalanan pulang.
*kilas balik selesai*
Wajah Ryuto mendadak tersipu setelah ia mengingat perilakunya kemarin. la senyam-senyum sendiri membayangkan adegan yang akan terjadi nanti malam sesuai khayalannya. Saat ini Rei berdebar karena sebab penampilan mereka. Sedangkan Ryuto berdebar karena hal yang akan ia lakukan di penghujung penampilan mereka nanti. la memiliki keyakinan bahwa wanita itu akan menyadari perasaannya selama ini. Benar-benar menyadari. Bukan hanya menganggap candaan belaka. Dan mereka akan resmi mengikat sebuah hubungan yang serius.
Nani banme no koi ga kazoete nante inai keredomo kimi koso
Unmei no hito da to omoi konda yo jibungatte ni
Aku tidak bisa menghitung berapa banyak cinta, tapi kaulah satu-satunya
Kupikir aku adalah orang yang ditakdirkan untukmu
***
Malam di hari Valentine selalu menjadi waktu yang ditunggu-tunggu oleh para pasangan. Namun yang bukan sebagai pasangan pun tidak menutup kemungkinan untuk ikut merasakan kebahagiaan dari malam tersebut. Seperti halnya dua penyanyi ini, Ryuto dan Rei yang akan segera melakukan sesuatu yang luar biasa. Mereka bukan pasangan yang sebenarnya, namun mereka adalah pasangan ketika telah berada di atas panggung untuk melantunkan melodi-melodi indah.
Mobil yang dikendarai Ryuto dan Rei telah sampai di tujuan. Sebuah cafe tempat mereka menjalankan pekerjaan paruh waktu sebagai penyanyi yang akan menghibur para pengunjung. Penampilan visual keduanya telah sempurna! Dalam balutan gaun casual namun terlihat serasi yang dikenakan oleh Rei serta riasan wajah natural namun menawan. Dan Ryuto, yang memakai setelan kemeja biru dongker dan celana jeans juga kacamata gaya yang selalu jadi andalannya.
"Apa kau sudah siap? Aku sangat siap!!" sebelum keluar, Rei bertanya sedikit pada Ryuto karena dirinya telah bersemangat dari sejak keberangkatan mereka.
"Aku juga!" balas Ryuto menoleh ke sebelah kiri di mana Rei duduk.
"Oke, let's go!" perempuan itu turun duluan dengan senyum mengembang. Sementara Ryuto belum beranjak.
"Kau hanya siap untuk penampilan luar biasa kita saja. Tapi aku memiliki kesiapan yang double untuk malam ini!" dari balik kaca, Ryuto terus memandang Rei yang kian berlalu hingga tak bisa ia lihat lagi. Hatinya berdegup kala pandangan itu beralih pada sebuah cincin yang baru saja ia ambil dari saku kemejanya.
Tibalah Ryuto dan Rei melakukan pekerjaan mereka setelah beberapa saat lalu sedikit berkoordinasi dengan manager dan tim yang mengurus keperluan panggung. Semangat pun diberikan oleh sang manager itu agar dua penyanyi ini dapat mempersembahkan penampilan terbaiknya. Dorongan ini mampu membuat Rei yang sudah sangat siap menjadi lebih siap lagi. Mana sekarang pikirannya tiba-tiba tertuju pada perkataan Ryuto tadi siang tentang pemberian cincin malam ini. Meski akal sehatnya telah menyadari jika kemungkinan besar hanya angan saja, tapi secuil bisikan kenarsisan menjadikan Rei memiliki sekelebat bayangan untuk menjadikan ini nyata. la tak bisa menyembunyikan senyum.
"Ada apa? Kita belum tampil dan menerima respon dari para penonton, tapi kau sudah terlihat senang." Ryuto terheran.
"Malam ini indah!" balas Rei singkat. Tanpa mengulur waktu lagi, ia segera mengait lengan Ryuto dan mereka bersama-sama naik ke panggung.
Sambutan meriah datang dari para pengunjung cafe yang juga ingin menyaksikan penampilan dari 2R. Tidak sulit mencari nama untuk duo ini, dari inisial yang sama maka tercetuslah nama tersebut. Suasana di dalam sini telah didekorasi sesuai dengan perayaan hari ini. Banyak cinta yang menghiasi tempatnya. Ditambah pencahayaan lampu yang sedikit dibuat remang, semakin menambah keromantisan dari hari kasih sayang ini. Semakin menambah kesyahduan dari lagu-lagu cinta yang akan dibawakan oleh 2R selama satu jam ke depan dengan iringan musik akustik dari gitar yang dipetik oleh Ryuto.
Perpaduan keindahan suara Ryuto dan Rei mampu menyihir para pengunjung untuk tidak beranjak sedikitpun dari tempatnya. Untuk selalu mendengarkannya lagi dan lagi. Ditambah dengan komunikasi yang dibangun oleh 2R pada para pengunjung yang mengajak mereka untuk bernyanyi bersama menyanyikan lagu-lagu cinta hits, telah berhasil menciptakan suasana yang hangat. Malah pengunjung baru terus berdatangan hingga membuat cafe ini ramai bahkan penuh. Sang manager sampai tertarik untuk turun tangan menyapa para tamu yang akan mendatangkan keuntungan juga bagi tempat yang ia kelola ini. Sambil perhatiannya pun tertuju berkali-kali ke atas panggung. Senyuman lebar terlukis dari wajah tampan nan berwibawa itu.
"Menakjubkan sekali! Aku sangat menyukainya. Tidak salah jika aku tetap mempertahankan penyanyi ini di sini." batinnya.
Satu-persatu lagu telah selesai dibawakan oleh 2R. Kemistri mereka dalam menyanyikan lagu-lagu ini sangat terasa. Tatapan mata yang ikut berbicara untuk mengungkapkan makna lagu. Sentuhan tangan yang lembut untuk mengekspresikan perasaan dari setiap lirik agar makin tersampaikan pada pendengar. Mereka bak pasangan serasi di antara para pasangan yang hadir di tempat ini.
Lagu terakhir telah berakhir. Penampilan mereka mendapat tepuk tangan yang sangat meriah. Para pengunjung terpuaskan. Bagi Rei, inilah penghujungnya. Namun bagi Ryuto ini belum selesai. la akan menjalankan niat terpendamnya sesegera mungkin. Mana orang-orang masih memadati tempat ini, nyalinya semakin tertantang, perasaan itu semakin menggebu dengan banyaknya saksi untuk malam yang akan meninggalkan jejak berarti bagi kehidupannya.
Lampu panggung yang menerangi, sontak mati. Membuat keberadaan Ryuto dan Rei tampak kabur dari mata penonton. Keterkejutan datang dari si perempuan yang langsung bertanya pada laki-laki di sebelahnya, "Eh kenapa lampunya mati, Ryuto-kun?"
Tanpa ada jawaban, lampu tersebut nyala kembali. Rei akan bangkit untuk memberi penghormatan terakhir pada penonton. Tapi ia mengurungkan maksud tersebut setelah kepalanya menoleh dan melihat orang yang ada di sampingnya ternyata bukan orang yang sama yang telah bernyanyi dengannya tadi.
Mulutnya sulit berkata. la tak mengerti dengan apa yang terjadi saat ini. Dimana orang itu? Orang yang sudah 10 tahun berada di sisinya sebagai sahabat.
Orang yang dicari oleh Rei kini berada di bawah samping panggung. Hanya sekejap, ia berpindah posisi ketika lampu itu mati. Ini bukanlah keinginannya, bukan juga bagian dari rencananya. Namun ada bisikan pelan dari arah belakang yang memohon dirinya untuk meninggalkan posisinya, dan ia langsung mengikuti saja permintaan tersebut tanpa ia tahu tujuannya. Ryuto kini memandang Rei yang masih berada di atas sana. Tengah berdampingan dengan orang yang dia kenali pula. Orang itu lalu berdiri, seolah meminta Rei untuk ikut berdiri juga.
"Maaf, kau pasti terkejut dengan keadaan ini." ucapnya pada Rei yang kini berhadapan dengannya. Suara maskulin dari mikrofon terdengar jelas ke seluruh penjuru tempat ini yang seketika menjadi hening.
Masih dengan raut kebingungan, Rei membalas, "Ya. Tapi apa ini?" ia sungguh tidak memahaminya.
"Happy Valentine." pemilik suara dengan tubuh tinggi itu lalu mengeluarkan setangkai bunga mawar dari balik jas yang rutin ia kenakan setiap hari di tempat ini. Keheningan yang terasa berubah menjadi sorakan akibat melihat sang manager dari cafe ini memberikan bunga pada salahsatu "karyawannya".
Rei dibuat salah tingkah karenanya. la terus menutup mulutnya dengan kedua tangan saking tak percaya dengan apa yang baru dialaminya.
Masih, Ryuto masih terpaku pada pemandangan ini. Terbesit sebuah pemikiran tentang tujuan dari orang itu melakukan hal ini. Jika hanya mengucapkan kalimat 'itu' saja, tak perlu harus seperti sekarang. Terlalu mencolok dan berlebihan. Ataukah... Jangan-jangan?!!
Semua pasang mata menyaksikan dua orang manusia yang tengah menjadi pusat perhatian di atas panggung sana. Setelah bunga itu berpindah tangan, nyatanya ada lagi sesuatu yang dikeluarkan oleh pria itu dari tempat yang sama. Dan yang terjadi kemudian, merupakan bukti nyata dari apa yang sudah dibayangkan oleh Ryuto saat ia berada di mobil menerawang cincin yang kini masih tersimpan rapi di saku kemeja.
Telah terjadi pernyataan cinta dan lamaran pernikahan di malam ini dengan hasil yang membahagiakan!
Hanya saja...
Bukan Ryuto yang mengambil peran sebagai sang calon mempelai pria bagi wanita cantik itu. Bukan dia yang memberi dan memakaikan cincin ke jari manisnya. Apa yang Ryuto katakan pada wanita itu siang tadi telah menjadi kenyataan. Namun tidak seperti ini jalan cerita yang ia mau.
Kinou eranda yubiwa ga
boku no poketto no naka
Deban wo zutto matte iru kedo
Kimi no kirei na yubi ni wa sudeni kirakira
Hikari kagayaku yubiwa ga atta
Cincin yang kubeli kemarin
ada di sakuku
la telah menunggu gilirannya
Tapi jari-jari indahmu tampak berkilauan
Karena telah tersemat cincin yang bersinar di sana
Suasana semakin ramai dan orang-orang membisingi tempat ini ketika mereka dapat menjadi saksi dari peristiwa manis nan romantis di malam Hari Valentine.
Mengapa ada petir menyambar jiwa Ryuto di cuaca yang cerah ini? Mengapa ada ledakan yang memborbardir hatinya di hari penuh kedamaian ini? Riuh suara dari orang-orang yang tak ada hentinya bagai menjadi hujan lontaran ejekan untuk nasib cinta Ryuto yang tidak bisa terwujud, bahkan takkan pernah tersampaikan pada pilihan hatinya.
Ryuto mundur perlahan. Meninggalkan keramaian tempat ini yang masih membuatnya syok.
"Aku ucapkan selamat untuk kalian. Mulai sekarang anda yang lebih berhak untuk mengantarnya pulang. Tolong jaga sahabatku ini dengan sebaik-baiknya, Katayose-san."
Sebuah pesan Ryuto kirimkan pada calon pendamping hidup dari wanita yang dicintainya sebelum ia benar-benar menghilang.
***
Berkendara sendirian, saat ini tidak mungkin baginya untuk pulang. la sungguh tidak ingin melihat Rei bersama dengan 'pemenang' itu untuk kedua kalinya di hari ini. Ia tidak sanggup jika hatinya yang telah pecah berkeping-keping semakin didera kehancuran.
Kemudi itu membawanya ke suatu tempat yang selalu jadi tempat suka dan dukanya. Suara deburan ombak terdengar makin kencang mengiringi langkahnya yang perlahan mendekat ke sumber itu. Kegelapan yang mengitari tempat ini, seakan menjadi perwujudan dari keadaan jiwanya. Pandangannya lurus namun tak terpusat. Di pikirannya, terus terbayang-bayang paras sang mantan pujaan meski dia berusaha untuk menghilangkannya. Teringat kembali saat-saat indah yang terakhir kali ia dan Rei lakukan beberapa jam lalu. Dan ia tersenyum.
Omowaseburi ni kawasu me to me mo sarigenaku fureru te mo
Mata saling memandang untuk pertama kali dan tangan yang menyentuh dengan santai
Tapi saat memori setelahnya melintas tanpa diminta, pecahan tajam dari hati yang menancap batinnya terasa menusuk lebih dalam. Rasa sakit itu tersalurkan melalui air matanya yang tak dapat ditahan lagi. Mengalir bebas di pipinya setelah kacamata yang bertengger itu ia lepas dan menabrak bebas hamparan pasir di sekeliling.
Ia memandang sendu cincin yang sejak tadi berada di sakunya. Tapi ketika cincin itu telah keluar dari sarangnya, justru ia malah kehilangan arah tujuan. Untuk siapa benda berkilau itu sekarang? Orang yang Ryuto inginkan untuk memakainya sudah tak patut ia impikan lagi. Ia telah kalah tanpa berlomba.
Bodoh. Hanya itu cacian yang ia lontar untuk diri sendiri. Menimbulkan tawa disela air matanya belum mengering. Menganggap lucu pada jalan asmaranya. Pria malang ini terus saja menertawakan khayalan kisah romansa malam valentine miliknya yang berubah menjadi tragedi.
Ichi Ichi sa uka rete yorokonda torajiidii warau shika nai ya~~~
Aku tidak punya pilihan selain menertawakan tragedi yang senang datang padaku satu-persatu
"AARRGGHHH!!!" Ryuto berteriak sampai batas maksimalnya. Seraya cincin itu yang kini telah lenyap terbawa arus ombak. Kakinya tak mampu lagi berdiri. Tubuh itu kini membungkuk dengan kepala tertunduk. Kedua tangannya mengepal kuat dalam jiwa yang dirundung kelemahan. Jika ini adalah adegan dalam sebuah film, maka penonton akan sangat terhanyut pada emosi yang dibangun begitu totalitas oleh sang aktor. Tapi apadaya, ini adalah peristiwa nyata yang tak bisa disamakan dengan adegan fiktif dalam sebuah cerita.
Ikiba nakushita yubiwa wo umi ni nageru nante
Eiga mitaina koto wa shinai kedo
Kimi wo omoi sugiteita mune ga itainda
Warai banashi ni sae dekinai na
Melemparkan cincin ke laut karena ku kehilangan tempat untuk pergi
Tapi yang kulakukan ini bukan hal seperti di film
Dadaku sakit karena aku terlalu memikirkanmu
Aku bahkan tidak bisa membuat cerita lucu
Malam ini memang meninggalkan jejak bagi kehidupan Ryuto. Tapi bukan jejak untuk kebahagiaannya..
-TAMAT-