Part 15: Tell Me Why
(all members)
Huaaahhh!! Tuntas satu masalah, kemudian muncul masalah yang lain. Bisakah hidupku ini kembali damai lagi seperti tahun-tahun lalu? Memang tak sepenuhnya berjalan sesuai keinginan, namun aku masih bisa berkompromi dengan hal itu. Tapi sekarang, duniaku seperti sedang dibuat jungkir balik. Berawal dari pertemuanku dengan orang itu yang membuat aku bertemu lagi dengan orang-orang yang mengejutkan. Ajaibnya, mereka saling berkaitan satu sama lain. Menyoretkan cerita beragam di keseharianku. Rasa manis bercampur asam. Aku bersyukur namun dibumbui penyesalan. Entahlah, dengan terus memikirkannya malah membuatku semakin pusing. Jalan dari Tuhan untukku memang harus begini. Ia takkan memberi ujian bagi makhluknya jika mereka tak sanggup menghadapi. Jadi aku yakin, saat Tuhan membiarkanku bertemu dengan orang-orang ini, Ia tahu bahwa aku dapat mengatasi mereka. Dan di depan sana pasti kehidupanku akan bisa kembali baik lagi seperti semula. Cukup nikmatilah masa-masa ini, Midori.
**
Satu minggu setelah 'insiden' pesta itu,
Dua minggu,
Tiga minggu..
Hari-hariku berjalan seperti biasa. Melakukan kegiatan rutin bekerja di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan iklan selama lima hari dalam seminggu. Yang jika ada tanggal merah, aku pun ikut libur bekerja. Berangkat pagi, pulang petang, lalu mandi, makan dan rebahan di kasur sambil bermain-main ponsel hingga terlelap tidur. Di setiap akhir pekan pun aku hanya menghabiskan waktu di apartemen. Mau menonton film, dorama, belanja ke minimarket terdekat terus ngemil tiada henti yang ujungnya kembali berleha-leha diatas kapuk empuk. Asuka yang bergelut dengan kesibukannya dalam membantu menjalankan bisnis milik sang ayah membuat kami jarang bertemu lagi. Angel pun, yang semenjak kepindahannya ke Tokyo, ia kini bekerja di sebuah stasiun penyiaran dan membuatnya harus bekerja shift dengan jadwal libur di hari biasa. Adikku, ah.. anak ini mana mau diajak jalan-jalan oleh kakak perempuannya. Malu, dia bilang. Dia lebih senang bergaul dengan sesama pria. Lebih asyik dan gak ribet. Salahsatunya, dengan orang itu. Taishi tetap pergi latihan fitnes bersama dia meskipun sejak hari disaat aku mengusirnya, dia tak pernah berkunjung lagi ke apartemen. Mungkin mereka bertemu di luar, atau langsung di tempat tujuan. Aku tak mau ambil pusing. Ter- se- rah. Lama-lama perasaanku padanya mulai berkurang. Sedikit demi sedikit aku hilangkan dirinya dari pikiranku. Mengingatnya hanya akan menambah kebencianku dan malah menyiksa diri sendiri. Aku usahakan untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan saja. Yang bisa membawa kebahagiaan untukku dan larut dalam rasa itu. Ryota, bisa memberi apa yang sedang aku butuhkan. Dia tetap ada bersamaku sama seperti saat awal kami bertemu kembali di bulan kedua tahun 2018 ini. Kini sudah 9 bulan komunikasi diantara kami terjalin. Anggap saja yang satu bulan sebelumnya aku sedang terperangkap di pulau tak berpenghuni, jadi kami terpaksa kehilangan kontak, hihi. Meski sama seperti Asuka dan Angel, jarang bertatap muka secara langsung tapi kami sering bertemu melalui si layar kotak penghubung tanpa jarak. Contohnya seperti malam ini, ponselku berbunyi menandakan sebuah panggilan video. Bertuliskan namanya, kami telah ada janji duluan melalui sebuah pesan line bahwa ada hal penting yang akan diutarakan masing-masing. Kalau aku, sudah pasti aku akan bercerita padanya tentang Alan-san dan Nagisa-sensei. Baru sekarang kesempatan datang padaku untuk mengatakan itu pada Ryota. Tapi aku tak tahu apa hal penting yang akan Ryota sampaikan padaku.
"Oyasumi..." kata pertama yang Ryota ucapkan di panggilan video ini. Dengan posisi badan dia yang begitu santai bersandar pada kursi favoritnya. Sebelumnya dia telah beberapa kali mengatakan padaku bahwa itu adalah salahsatu 'surga' yang ada di rumahnya, meski aku pun belum pernah melihat dan merasakan secara langsung. Karena faktanya aku belum pernah datang ke rumah pribadinya di sini. Aku hanya pernah berkunjung ke rumah orangtuanya saat di Osaka. Pasti ingat, kan?
"He? Apa kamu ngajak video call cuman mau bilang itu aja?" anehku yang menjawab panggilannya sembari tiduran menyamping.
Tawanya membuncah, "Ahahaha.. Uso desu~ Mi-chan baik-baik aja kan?" Selalu saja, pertanyaan pertama Ryota merujuk pada kalimat itu. "Sudah jelas lah.. Tak bosan kah kamu bertanya itu terus?" balikku.
Ia memamerkan tampangnya yang terkesan imut, "Tak pernah bosan!" Aku tak bisa menahan gemas ketika menyaksikan ekspresi wajahnya yang bak seekor anak anjing.
"Oh ya! Kamu bilang, ada hal penting yang mau dikatakan, apa itu?" kemudian aku teringat pada tujuan utama kami. "Mi-chan dulu! Kamu pun mau bilang sesuatu kan?" balasnya.
Baik, aku yang mulai duluan.
"Aku--- gak sengaja, mempertemukan Alan-san dan Nagisa-sensei.." kalimat itu kukatakan dengan lemas. Ryota langsung terperanjat. "SERIUS, MI-CHAN??" Aku mengangguk pelan.
"Terus, bagaimana mereka?" lanjutnya. Kuceritakanlah semua peristiwa di pesta itu dari pertama. Dengan perasaan yang ragu-ragu serta diikuti wajah penyesalanku, banyak kalimat tersendat yang kukatakan. Hingga akhirnya cerita itu selesai, yang kulihat Ryota hanya diam melongo,
"Ryota?" dia masih diam. Sudut bibirnya sedikit terangkat dan mata bulat itu semakin menyembul keluar tampak akan loncat dari sarangnya.
"Ryotaaa!!" suara kerasku akhirnya menyadarkan dia.
"Gomen! Gomen! Aku gak mengira kalau mereka bisa bertemu lagi terus bertengkar. Mana ada kamu juga di sana!" dia setengah kaget. "Hai.." suara kerasku barusan berubah lirih lagi.
"Aku sebenarnya gak tahu pasti tentang hubungan mereka. Tapi dengan melihat raut wajahnya Alan-kun saat ada pembicaraan yang menyangkut Nagisa-san, jelas banget kalau dia sangat membencinya." jelasnya.
"Makanya.. aku merasa sangat bersalah padanya! Meskipun aku menolong Nagisa-sensei, tapi aku malah membuat kesalahan pada Alan-san,"
"Aku harus minta maaf padanya.. Tolong aku, Ryota.." lanjutku memohon.
"Sabtu depan saja! Mi-chan bisa bertemu dengan dia dan meminta maaf."
"Kenapa harus sabtu depan?"
Lalu dia menjelaskan, "Ini, hal penting yang ingin aku katakan juga. Sabtu depan, kami (GENERATIONS) akan makan malam bersama. Acara santai sih, mumpung bisa kumpul semua. Kami mengundang Mi-chan dan Asuka-san buat datang ke sana sebagai ucapan terimakasih atas pertolongan 'waktu itu'. Kami harap kalian berdua bisa datang," pintanya.
Tanpa pikir panjang aku langsung mengiyakan, "Hai!! Aku pasti datang! Akan kuberitahu pada Asuka juga. Aku akan langsung meminta maaf di hari itu! Arigatooou Ryotaaaa"
"Baguslah! Jika Mi-chan mau, aku akan menemanimu untuk bertemu dengan Alan-kun sekaligus memberikan kartu undangannya juga.." tawarnya. Sekali lagi, aku langsung mengiyakan tawarannya tersebut.
Tunggu, terakhir kali aku meminta bantuan Ryota pada saat misi cintanya Sano-kun, dia meminta 'bayaran' atas bantuannya tersebut. Apakah sekarang dia akan mengulang hal yang sama?
"Chotto matte! Kamu gak minta 'bayaran' kan atas bantuan ini?" kecurigaanku muncul.
Ryota tampak berpikir, "Hmmm.. Aku gak kepikiran sama itu sebelumnya, tapi Mi-chan malah mengingatkanku. Jadi, akan aku pikirkan tentang bayarannya.." senyumnya menyeringai sama seperti waktu itu.
"Jangan! Jangan! Gak baik loh meminta imbalan pada oranglain!" larangku. Dia menyela, "Tapi, bukannya Mi-chan juga senang atas bayaran yang kupinta itu? Kamu harusnya ikut bersyukur.."
"Untuk kali ini-- jangan macam-macam yaa Ryota.. Ya? Ya?" aku kembali memohon. Dia malah terbahak melihat keresahanku. Menertawai pancaran kekhawatiran dari wajahku. Bercanda, ucapnya. Setelah puas mengerjaiku akhirnya dia bilang bahwa takkan meminta bayaran apapun dariku.
"Tenang saja, Mi-chan.." Ryota meyakinkan aku. Kini hatiku sedikit plong. Semoga saja rencananya berjalan dengan baik. Inilah, betapa pentingnya persahabatan. Dia yang akan ada di saat kita mengalami kesulitan. Tanpa memandang apapun dan meminta imbalan macam-macam, ketulusanlah yang diutamakan.
**
Satu minggu setelah 'insiden' pesta itu,
Dua minggu,
Tiga minggu..
Hari-hariku berjalan seperti biasa. Melakukan kegiatan rutin bekerja di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan iklan selama lima hari dalam seminggu. Yang jika ada tanggal merah, aku pun ikut libur bekerja. Berangkat pagi, pulang petang, lalu mandi, makan dan rebahan di kasur sambil bermain-main ponsel hingga terlelap tidur. Di setiap akhir pekan pun aku hanya menghabiskan waktu di apartemen. Mau menonton film, dorama, belanja ke minimarket terdekat terus ngemil tiada henti yang ujungnya kembali berleha-leha diatas kapuk empuk. Asuka yang bergelut dengan kesibukannya dalam membantu menjalankan bisnis milik sang ayah membuat kami jarang bertemu lagi. Angel pun, yang semenjak kepindahannya ke Tokyo, ia kini bekerja di sebuah stasiun penyiaran dan membuatnya harus bekerja shift dengan jadwal libur di hari biasa. Adikku, ah.. anak ini mana mau diajak jalan-jalan oleh kakak perempuannya. Malu, dia bilang. Dia lebih senang bergaul dengan sesama pria. Lebih asyik dan gak ribet. Salahsatunya, dengan orang itu. Taishi tetap pergi latihan fitnes bersama dia meskipun sejak hari disaat aku mengusirnya, dia tak pernah berkunjung lagi ke apartemen. Mungkin mereka bertemu di luar, atau langsung di tempat tujuan. Aku tak mau ambil pusing. Ter- se- rah. Lama-lama perasaanku padanya mulai berkurang. Sedikit demi sedikit aku hilangkan dirinya dari pikiranku. Mengingatnya hanya akan menambah kebencianku dan malah menyiksa diri sendiri. Aku usahakan untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan saja. Yang bisa membawa kebahagiaan untukku dan larut dalam rasa itu. Ryota, bisa memberi apa yang sedang aku butuhkan. Dia tetap ada bersamaku sama seperti saat awal kami bertemu kembali di bulan kedua tahun 2018 ini. Kini sudah 9 bulan komunikasi diantara kami terjalin. Anggap saja yang satu bulan sebelumnya aku sedang terperangkap di pulau tak berpenghuni, jadi kami terpaksa kehilangan kontak, hihi. Meski sama seperti Asuka dan Angel, jarang bertatap muka secara langsung tapi kami sering bertemu melalui si layar kotak penghubung tanpa jarak. Contohnya seperti malam ini, ponselku berbunyi menandakan sebuah panggilan video. Bertuliskan namanya, kami telah ada janji duluan melalui sebuah pesan line bahwa ada hal penting yang akan diutarakan masing-masing. Kalau aku, sudah pasti aku akan bercerita padanya tentang Alan-san dan Nagisa-sensei. Baru sekarang kesempatan datang padaku untuk mengatakan itu pada Ryota. Tapi aku tak tahu apa hal penting yang akan Ryota sampaikan padaku.
"Oyasumi..." kata pertama yang Ryota ucapkan di panggilan video ini. Dengan posisi badan dia yang begitu santai bersandar pada kursi favoritnya. Sebelumnya dia telah beberapa kali mengatakan padaku bahwa itu adalah salahsatu 'surga' yang ada di rumahnya, meski aku pun belum pernah melihat dan merasakan secara langsung. Karena faktanya aku belum pernah datang ke rumah pribadinya di sini. Aku hanya pernah berkunjung ke rumah orangtuanya saat di Osaka. Pasti ingat, kan?
"He? Apa kamu ngajak video call cuman mau bilang itu aja?" anehku yang menjawab panggilannya sembari tiduran menyamping.
Tawanya membuncah, "Ahahaha.. Uso desu~ Mi-chan baik-baik aja kan?" Selalu saja, pertanyaan pertama Ryota merujuk pada kalimat itu. "Sudah jelas lah.. Tak bosan kah kamu bertanya itu terus?" balikku.
Ia memamerkan tampangnya yang terkesan imut, "Tak pernah bosan!" Aku tak bisa menahan gemas ketika menyaksikan ekspresi wajahnya yang bak seekor anak anjing.
"Oh ya! Kamu bilang, ada hal penting yang mau dikatakan, apa itu?" kemudian aku teringat pada tujuan utama kami. "Mi-chan dulu! Kamu pun mau bilang sesuatu kan?" balasnya.
Baik, aku yang mulai duluan.
"Aku--- gak sengaja, mempertemukan Alan-san dan Nagisa-sensei.." kalimat itu kukatakan dengan lemas. Ryota langsung terperanjat. "SERIUS, MI-CHAN??" Aku mengangguk pelan.
"Terus, bagaimana mereka?" lanjutnya. Kuceritakanlah semua peristiwa di pesta itu dari pertama. Dengan perasaan yang ragu-ragu serta diikuti wajah penyesalanku, banyak kalimat tersendat yang kukatakan. Hingga akhirnya cerita itu selesai, yang kulihat Ryota hanya diam melongo,
"Ryota?" dia masih diam. Sudut bibirnya sedikit terangkat dan mata bulat itu semakin menyembul keluar tampak akan loncat dari sarangnya.
"Ryotaaa!!" suara kerasku akhirnya menyadarkan dia.
"Gomen! Gomen! Aku gak mengira kalau mereka bisa bertemu lagi terus bertengkar. Mana ada kamu juga di sana!" dia setengah kaget. "Hai.." suara kerasku barusan berubah lirih lagi.
"Aku sebenarnya gak tahu pasti tentang hubungan mereka. Tapi dengan melihat raut wajahnya Alan-kun saat ada pembicaraan yang menyangkut Nagisa-san, jelas banget kalau dia sangat membencinya." jelasnya.
"Makanya.. aku merasa sangat bersalah padanya! Meskipun aku menolong Nagisa-sensei, tapi aku malah membuat kesalahan pada Alan-san,"
"Aku harus minta maaf padanya.. Tolong aku, Ryota.." lanjutku memohon.
"Sabtu depan saja! Mi-chan bisa bertemu dengan dia dan meminta maaf."
"Kenapa harus sabtu depan?"
Lalu dia menjelaskan, "Ini, hal penting yang ingin aku katakan juga. Sabtu depan, kami (GENERATIONS) akan makan malam bersama. Acara santai sih, mumpung bisa kumpul semua. Kami mengundang Mi-chan dan Asuka-san buat datang ke sana sebagai ucapan terimakasih atas pertolongan 'waktu itu'. Kami harap kalian berdua bisa datang," pintanya.
Tanpa pikir panjang aku langsung mengiyakan, "Hai!! Aku pasti datang! Akan kuberitahu pada Asuka juga. Aku akan langsung meminta maaf di hari itu! Arigatooou Ryotaaaa"
"Baguslah! Jika Mi-chan mau, aku akan menemanimu untuk bertemu dengan Alan-kun sekaligus memberikan kartu undangannya juga.." tawarnya. Sekali lagi, aku langsung mengiyakan tawarannya tersebut.
Tunggu, terakhir kali aku meminta bantuan Ryota pada saat misi cintanya Sano-kun, dia meminta 'bayaran' atas bantuannya tersebut. Apakah sekarang dia akan mengulang hal yang sama?
"Chotto matte! Kamu gak minta 'bayaran' kan atas bantuan ini?" kecurigaanku muncul.
Ryota tampak berpikir, "Hmmm.. Aku gak kepikiran sama itu sebelumnya, tapi Mi-chan malah mengingatkanku. Jadi, akan aku pikirkan tentang bayarannya.." senyumnya menyeringai sama seperti waktu itu.
"Jangan! Jangan! Gak baik loh meminta imbalan pada oranglain!" larangku. Dia menyela, "Tapi, bukannya Mi-chan juga senang atas bayaran yang kupinta itu? Kamu harusnya ikut bersyukur.."
"Untuk kali ini-- jangan macam-macam yaa Ryota.. Ya? Ya?" aku kembali memohon. Dia malah terbahak melihat keresahanku. Menertawai pancaran kekhawatiran dari wajahku. Bercanda, ucapnya. Setelah puas mengerjaiku akhirnya dia bilang bahwa takkan meminta bayaran apapun dariku.
"Tenang saja, Mi-chan.." Ryota meyakinkan aku. Kini hatiku sedikit plong. Semoga saja rencananya berjalan dengan baik. Inilah, betapa pentingnya persahabatan. Dia yang akan ada di saat kita mengalami kesulitan. Tanpa memandang apapun dan meminta imbalan macam-macam, ketulusanlah yang diutamakan.
**
Hal yang jarang sekali aku lakukan namun tak menutup kemungkinan juga bahwa aku akan melakukannya. Pekerjaan kali ini membawaku untuk mengadakan pertemuan dengan dua klien berbeda di luar lingkup kantor. Bahkan aku harus mendatangi tempatnya berada. Bersama satu rekan kerjaku, di Jumat pagi ini kami berangkat ke sana. Menuju sebuah daerah yang masih berada di wilayah Tokyo bernama Nakameguro. Di mana sang klien menanti kedatangan kami. Beruntungnya, daerah yang menjadi tempat janjian kedua klien ini sama, jadi kami tak harus double capek menempuh perjalanan. Pertemuan dengan klien pertama segera terlaksana di kediamannya. Berjam-jam kami bertiga berunding, presentasi, bertukar pikiran mencocokkan ide hingga akhirnya kesepakatan didapat. Yokatta.. Satu pekerjaan telah selesai, mari lanjut ke pekerjaan kedua sekaligus terakhir yang akan dilaksanakan tiga jam kemudian. Ada waktu bagi kami untuk mengisi perut sekalian istirahat sebentar di jam yang kini menunjukkan pukul 11 a.m. Mataku begitu lelah dikuasai oleh kantuk sedangkan rekanku ingin segera melahap makanan. Oleh karena itu kami berpisah mencari tujuan masing-masing dan janji bertemu lagi dua jam kemudian. Sendiri, aku berjalan mencari tempat yang menyediakan minuman pereda kantuk ini. Melewati toko-toko yang menjual sepatu kets, buku seni beserta patung-patung, lalu beberapa bar juga. Aliran Sungai Meguro mengiringi setiap langkah kakiku. Meskipun bunga-bunga sakura yang biasanya membentuk terowongan di atas sana pada saat musim semi kini telah berguguran, namun keindahannya tak akan gugur begitu saja. Rasa manis yang menyelimuti, masih bisa menggelitik. Ah! Aku menemukannya! Satu tempat bernama Amazing Coffee yang terpampang di depan mata akan menjadi sasaranku. Sudah jelas dari namanya pun, tempat ini pasti akan membuat mataku merasa segar kembali. Di dalam sana, tak terlalu ramai. Ada dua baris antrian dan aku ikut ke barisan sebelah kanan mengantri paling belakang. Sampai tiba bagianku memesan, aku sungguh mengenal orang yang akan melayaniku itu. Komori-san, Komori Hayato.
"Eh, apa aku tak salah lihat? Komori-san?" aku kebingungan. Mengucek mata karena aku mengantuk sekali. Takutnya, pandanganku yang menjadi kabur.
"Konnichiwa, Moriyama-san! Hai, Komori desu." Jawabnya ramah dengan tersenyum lebar. Ternyata benar lah, dia memang orangnya. "Kau bekerja di sini? Bagaimana dengan grupmu?"
Dia menjawab santai, "Tidak! Aku kebetulan saja berkunjung ke sini. Tempat ini milik Tetsuya-san, senpaiku di EXILE TRIBE."
"Hooo begitu toh.." Dia kemudian bertanya pesananku. Aku tak tahu harus memilih yang mana diantara banyaknya menu kopi di tempat 'luar biasa' ini. Jadi aku meminta rekomendasinya saja mana yang akan membuat kantukku hilang dalam sekejap. Karena aku tak pernah ada masalah dalam mengkonsumsi kopi, jadi meminum jenis kopi apapun perutku pasti bisa menerima.
"Hooo begitu toh.." Dia kemudian bertanya pesananku. Aku tak tahu harus memilih yang mana diantara banyaknya menu kopi di tempat 'luar biasa' ini. Jadi aku meminta rekomendasinya saja mana yang akan membuat kantukku hilang dalam sekejap. Karena aku tak pernah ada masalah dalam mengkonsumsi kopi, jadi meminum jenis kopi apapun perutku pasti bisa menerima.
Setelah minumanku selesai, belum ada lagi pembeli. Waktuku masih senggang sih, dan Komori-san pun tidak ada pekerjaan lain. Tak ada salahnya kami untuk lanjut mengobrol. Pindah ke luar duduk di sebuah kursi panjang yang terletak di depan sana. Dimulai dengan menanyakan kabar masing-masing hingga keperluanku yang sedang berada di Nakameguro.
"Jadi seperti itu.. Ganbatte kudasai, Moriyama-san!" Komori-san menyemangatiku. "Ganbarimasu! Arigatou!" balasku ikut semangat dan kembali menyedot si kopi di genggaman tangan kananku yang masih tersisa setengahnya.
"Enak sekaliiii!! Racikanmu luar biasa, sama seperti nama tempat ini!" pujiku.
"Senpaiku yang benar-benar luar biasa! Beliau banyak mengajariku juga untuk membuat kopi," balasnya. "Kalian berdua, hebat!" aku kembali memuji. Dia melemparkan senyumannya yang begitu manis melebihi gula. Matanya tenggelam dalam lautan senyuman itu.
"Oh, ya! Apa Moriyama-san akan datang ke makan malam kami (GENERATIONS) besok? Anda sudah tahu kan dari Ryota-kun?" lanjutnya.
"Ya, aku sudah tahu, Aku akan datang bersama Asuka.."
"Eh? Aku kira Moriyama-san akan datang bersama Ryota," wajahnya menghadapku penuh tanya. Aku pun balik bertanya, "Nande?"
"Karena memba lain yang sudah punya pasangan, akan mengajak pasangannya juga.." jawabnya. Etdah.. Aku baru tahu kalau ternyata ini adalah tujuan dari acaranya, "Begitukah? Jadi, ini adalah sebuah kencan makan malam?"
"Bisa ya, bisa tidak.."
"Ano.. tapi, aku dan Ryota bukan pasangan," aku mengelak mengibaskan tangan.
"Heeeee?? Kalian berdua tampak sangat dekat, aku kira kalian sudah meresmikan hubungan.." herannya dengan suara yang lumayan kencang. "Tidak.. Aku bersahabat dengan Ryota, tak lebih. Dan itu akan bertahan sampai kapanpun.." aku kembali menjelaskan.
"Jadi, aku salah ya? Sumimasen ehehe.."
"Daijoubu.. Berarti, Komori-san akan mengajak pacarmu juga untuk pergi ke sana?"
Dia terdiam. Pandangannya menyiratkan pada ingatan yang kini memenuhi pikiran. Sikap cerianya yang tadi membumbung tinggi sekarang jadi hilang seketika setelah aku melemparkan tanya itu. Suara pelan lalu keluar dari mulutnya,
"Aku tidak tahu.." Lanjutnya, "Aku pun bingung, apa aku ini memiliki kekasih atau tidak.."
Aku jadi penasaran, "Apakah.. kekasihmu menghilang tak ada kabar?"
"Salah satunya.. Tapi dia bisa tiba-tiba kembali dan datang padaku seolah hubungan kami baik-baik saja. Lalu dia pergi lagi entah berapa lama. Berkali-kali kami putus, tapi kami tak bisa saling melepaskan. Hubunganku begitu rumit.."
"Hubungan macam apa ini? Kau bisa bertahan dengan cara seperti itu? Yang benar saja.." ups! sepertinya aku keceplosan.
"Pertanyaanmu menohok sekali.. Tapi aku tak bisa menjawabnya, Moriyama-san. Yang jelas, aku sulit berpindah ke lain hati di tengah kerumitan ini." Perlahan kepalanya terangkat. Ia tampak seperti orang yang sedang membayangkan sosok istimewa dalam kehidupannya. Tangannya saling mengepal dan dia lanjut bercerita, "Aku sudah terbiasa dengan sikap manja dan kekanakkannya. Terbiasa dengan panggilan aneh yang sering dia ucapkan meskipun aku tak suka, ahaha. Keceriaannya sama sepertiku. Dia orang yang mudah bergaul juga, itupun merupakan cerminan dari diriku. Memba lain menyebut kalau kami adalah pasangan terbaik. Pokoknya, aku tetap membutuhkan dia.." senyumnya merekah kala Komori-san mendeskripsikan sosok itu.
"Itulah cinta.. Jika kalian berdua tetap ingin mempertahankannya, itu akan tetap terjaga meskipun banyak kesulitan.." aku coba memahaminya dan memberi tanggapan yang positif, jangan sampai mulutku salah berucap lagi.
"Mungkin saja.." singkatnya.
"Apa Komori-san tak coba cari tahu ke teman-temannya setiap kali dia menghilang? Atau keluarganya sekalian?" kini aku ingin memberi solusi.
"Ada satu orang yang mengetahui pasti tentang dia. Tapi aku sudah bosan bertanya padanya, dia menyuruhku untuk cari tahu sendiri," dengan wajah masam dia membalas.
"Ke--," baru saja aku akan bertanya lagi, tapi keburu terpotong olehnya, "Ahh, gomen.. Aku malah curhat padamu! Tak usah dilanjutkan lagi Moriyama-san.." dia kembali bersikap normal.
"Tenang saja, aku tak keberatan kok mendengar semua cerita Komori-san. Malah aku beruntung bisa tahu kisah cinta seorang artis dari mulutnya sendiri, haha"
"Iya juga sih.. Sepertinya aku merasa mudah untuk menceritakan ini pada Moriyama-san.. Heeee kenapa yaa.." sekarang dia yang berpikir keras. Aku terus tertawa melihat keheranannya, "Sudahlah jangan terlalu dipikirkan! Aku bisa menjaga rahasia ini. Dijamin, tidak akan bocor di depan publik! Hahaha"
Lumayan panjang juga percakapan kami ini. Pukul berapa sekarang? Aku melihat pada jam yang melingkar di tangan kiriku sembari menghabiskan kopi pada sedotan terakhir. Masih ada satu jam tersisa, tapi aku harus menyusul rekanku sekarang juga yang sedang berada di sebuah tempat makan. Kali ini giliran perutku yang terasa lapar dan di sanalah aku bisa mengisi kekosongan ini. Aku pun segera pamit pada Komori-san. Tak lupa ia menyemangatiku lagi untuk pekerjaan yang sebentar lagi akan aku lakoni. Pria bernama Komori Hayato ini, begitu dikelilingi oleh aura positif penuh keoptimisan. Langsung menular pada diriku dan memberi kepercayaan diri juga yang maksimal.
"Itulah cinta.. Jika kalian berdua tetap ingin mempertahankannya, itu akan tetap terjaga meskipun banyak kesulitan.." aku coba memahaminya dan memberi tanggapan yang positif, jangan sampai mulutku salah berucap lagi.
"Mungkin saja.." singkatnya.
"Apa Komori-san tak coba cari tahu ke teman-temannya setiap kali dia menghilang? Atau keluarganya sekalian?" kini aku ingin memberi solusi.
"Ada satu orang yang mengetahui pasti tentang dia. Tapi aku sudah bosan bertanya padanya, dia menyuruhku untuk cari tahu sendiri," dengan wajah masam dia membalas.
"Ke--," baru saja aku akan bertanya lagi, tapi keburu terpotong olehnya, "Ahh, gomen.. Aku malah curhat padamu! Tak usah dilanjutkan lagi Moriyama-san.." dia kembali bersikap normal.
"Tenang saja, aku tak keberatan kok mendengar semua cerita Komori-san. Malah aku beruntung bisa tahu kisah cinta seorang artis dari mulutnya sendiri, haha"
"Iya juga sih.. Sepertinya aku merasa mudah untuk menceritakan ini pada Moriyama-san.. Heeee kenapa yaa.." sekarang dia yang berpikir keras. Aku terus tertawa melihat keheranannya, "Sudahlah jangan terlalu dipikirkan! Aku bisa menjaga rahasia ini. Dijamin, tidak akan bocor di depan publik! Hahaha"
Lumayan panjang juga percakapan kami ini. Pukul berapa sekarang? Aku melihat pada jam yang melingkar di tangan kiriku sembari menghabiskan kopi pada sedotan terakhir. Masih ada satu jam tersisa, tapi aku harus menyusul rekanku sekarang juga yang sedang berada di sebuah tempat makan. Kali ini giliran perutku yang terasa lapar dan di sanalah aku bisa mengisi kekosongan ini. Aku pun segera pamit pada Komori-san. Tak lupa ia menyemangatiku lagi untuk pekerjaan yang sebentar lagi akan aku lakoni. Pria bernama Komori Hayato ini, begitu dikelilingi oleh aura positif penuh keoptimisan. Langsung menular pada diriku dan memberi kepercayaan diri juga yang maksimal.
**
Undangan (kencan) makan malam bersama GENERATIONS pun tiba. Aku dan Asuka pergi bersama ke restoran yang telah dijanjikan. Kami menggunakan taksi menuju ke sana karena beberapa alasan yang membuat itulah jalan satu-satunya yang harus ditempuh. Kemarin malam, aku memastikan dulu pada Ryota tentang acara ini. Dia bilang memang setiap member akan mengajak pacarnya masing-masing, tapi itu tak berpengaruh untukku juga Asuka. Anggap saja ini seperti makan malam biasa. Berkumpul santai tanpa ada formalitas. Dia juga mengatakan bahwa pakaian yang dikenakannya bebas. Tak harus mengusung satu tema. Baiklah, aku paham. Sekarang aku pun datang dengan pakaian normal seperti biasanya, kecuali Asuka. Sudah jelas si fangirl ini pasti akan mengenakan atribut yang berhubungan dengan idolanya. KAPAN LAGI DIA BISA SEDEKAT ITU DENGAN MEREKA? SEBUAH MIMPI YANG JADI KENYATAAN!! Begitulah, yang Asuka katakan padaku saat aku coba membuatnya untuk berganti pakaian. Untung saja, sekarang dia mulai sadar pada tempat yang akan didatangi. Ini jauh dari tempat konser, maka dari itu, ia cukup memakai kaos dan menjinjing tas produksi idolanya tersebut.
Aku dan Asuka mendatangi resepsionis untuk menanyakan meja tujuan. Kemudian seorang pelayan segera mengantar kami melewati lorong menuju ke sebuah ruangan yang sudah disewa tersebut. Saat kami berdua masuk, di dalam tampak lumayan ramai. Setengah member GENERATIONS telah ada di sana. Duduk *lesehan (ini gimana disebutnya sih >,<) santai di depan meja yang memanjang membentuk huruf L. Aku pun melihat Angel yang pastinya duduk bersebelahan dengan Mandy-san dan Yumi-chan yang sedang mengobrol dengan kekasihnya di meja paling pojok. Lalu Yuta-kun asyik bermain ponsel sambil tiduran. Dan Ryota yang matanya langsung mengarah pada kami secepatnya menyapa,
"Oo!! Mi-chan, Asuka-san! Selamat datang!" yang lain pun ikut menyambut datangnya kami. Tak lupa aku bertegur sapa dengan Angel dan Yumi-chan. Pandangan Asuka langsung tertuju pada dua insan yang ada di pojokan itu, membisikiku, "Mi-chan, Reo-san sama siapa?"
"Pacarnya," balasku singkat. "Heeee??!!!" suara melengking Asuka mengejutkan kami semua.
"Apaan sih, Asuka!" omelku. "Ada apa?" Yuta-kun langsung bangkit dari tidurannya.
"Gomennasai, aku tak sengaja.. Tidak ada apa-apa!" dia meminta maaf atas keributan ini. Kami berdua lalu dipersilahkan duduk. Aku yang mengambil tempat di samping Ryota dan Asuka duduk di sebelahku. Dia terus saja berbisik tak menyangka bahwa si anak bontot GENE ini ternyata sudah punya pasangan. Dan dia menerka-nerka lagi siapakah member yang akan menggandeng wanita saat datang ke sini. Tiga orang belum muncul. Dalam pikiranku, kalau Alan-san kemungkinan besar ia takkan membawa siapapun, lalu Komori-san, masih ingat jelas bahwa kemarin katanya pacar dia tengah hilang entah kemana. Dan satu lagi, si orang itu, aku sudah bisa menebak bahwa dia akan datang bersama kekasih 'bule'nya. Tak cukup romantiskah sikap mereka pada waktu itu di depanku? Sekarang pun mereka pasti akan memamerkan betapa (sok) manisnya kisah cinta itu. Ya Tuhan.. Mengapa perasaanku tiba-tiba jadi kesal gini. Seperti ada emosi yang terpendam saat mengingat hal itu. Aku harus mengontrol diri. Menenangkan kembali hati. Jangan pernah lagi memikirkan hal itu!
"Mi-chan! Ponselmu bunyi.." Ryota menepuk pelan pundak sebelah kiriku. Menyadarkanku dari lamunan ini. Aku langsung mengeluarkannya dari dalam tas. "Panggilan video dari Okaa-san." Eh? Tumben sekali beliau menghubungi lewat video. Apa ada sesuatu yang sangat penting? Aku tak boleh mengabaikannya. Aku meminta ijin sebentar untuk keluar dari sana menerima panggilan tersebut. Saat aku berbalik setelah menutup pintu geser ruangan tersebut, aku berpapasan dengan Alan-san yang tengah berjalan sendiri di lorong ini. Melihat dia, membuat aku langsung terpikirkan akan permintaan maaf. Panggilan dari Okaa-san langsung terlupakan. Aku tolak dulu dan ubah ke mode diam.
"A-- Alan-- san-- Anu.." sulit sekali untukku berbicara dengan lancar di hadapannya.
"Ada apa Moriyama-san?" jawabnya tanpa beban. Dia tampak biasa saja saat melihatku.
Aku masih bingung dengan apa yang akan aku katakan. Aku butuh Ryota di sini, aku ingin dia menemaniku menjelaskan pada Alan-san, "Ryota!" yaaampun.. kenapa aku malah menyebut namanya.
"Ryota? Kenapa dengan Ryota?" dia mulai bingung. Sepertinya tak ada kesempatan untukku membawa Ryota ke sini. Aku harus meminta maaf pada Alan-san sekarang juga. Aku harus bisa melakukannya sendiri!
"Gomennasai, Alan-san!" sambil membungkukkan badan, aku dua kali meminta maaf padanya.
Dia langsung menyuruhku untuk kembali berdiri tegak, "Jangan seperti itu, Moriyama-san! Bangunlah.." Aku masih bertahan pada posisiku tapi dia memaksa mengangkat bahuku sampai aku bisa berdiri dengan normal.
"Aku mengerti maksudmu, Moriyama-san. Aku sudah baik-baik saja. Semua itu bukan kesalahanmu.." ia menjelaskan. Aku tetap merasa tak enak pada Alan-san, "Tapi aku sudah membuat kesalahan pada Alan-san, aku benar-benar minta maaf.."
"Baiklah! Sudah aku maafkan! Sekarang, tidak ada yang harus anda khawatirkan lagi." ia tersenyum tipis. "Setelah aku memikirkannya, memang akulah yang harus bisa berdamai dengan masa lalu. Hubunganku dengannya sudah tak bisa dipertahankan lagi. Pandangan masa depan kami sudah berbeda. Jadi untuk apa aku terus memendam kebencian padanya?" lanjut Alan-san sambil bersandar pada dinding.
"Berdamai dengan masa lalu.. Itu cara agar kita bisa menerima masa depan," aku mengerti akan arti dari kalimat ini. Sangat mengerti. Ketika kita bisa merelakan apa yang telah terjadi di masa lalu, maka kita akan bisa melihat ke masa depan dengan terbuka lebar. Kisah Alan-san hampir mirip dengan kisahku bersama Yuta-kun yang berakhir tidak baik. Tapi sekarang kami bisa menuntaskannya dan tak ada lagi kesalahpahaman.
"Aku tidak tahu bagaimana Moriyama-san bisa kenal dengan dia, tapi aku yakin dia pasti menitipkan kartu undangan untukku itu padamu, kan?"
Jleb! Belum juga aku memberitahu dan mempersiapkan diri untuk memberikan undangan itu padanya, tapi dia sudah tahu malah memintanya duluan. Apakah orang ini memiliki indera ke-enam?
"Itu--" aku kembali gugup. "Mana? Berikan padaku. Aku akan datang ke pernikahannya," Alan-san memintanya dengan amat santai.
"Serius??" aku sungguh tak percaya. Ia mengangguk dan menyodorkan tangannya padaku. Tawa darinya memecah ketegangan ini. Aku langsung keluarkan benda tersebut dari tas dan diberikan padanya. "Arigatou, Moriyama-san.. Berkat anda juga, aku bisa bertemu kembali dengannya. Takdir Tuhan benar-benar tak bisa ditebak!" ucapnya.
"Syukurlah jika Alan-san baik-baik saja.." aku kini lega setelah mengetahui keadaannya. Dan penebusan dosaku padanya pun, kini telah terbayar!
"Yasudah, yuk masuk!" ajaknya. Ah! Aku sampai lupa. Aku harus menelepon balik Okaa-san dulu karena tadi tak sempat aku angkat. Kupersilahkan Alan-san masuk duluan dan aku akan pergi ke depan dahulu untuk menghubunginya. Karena entah kenapa, di lorong ini sinyal tak bisa mendukung untuk panggilan video, makanya aku harus ke luar agar sinyal dapat terjangkau.
Di depan restoran ini, ada sebuah tempat duduk yang tak jauh dari area parkir. Baru saja aku akan menghubungi Okaa-san, lalu pandanganku langsung tertuju pada sebuah sepeda motor yang melintas hendak parkir di area tersebut. Entah angin apa yang membuatku terus memperhatikan mereka. Dua orang berboncengan, pria dan wanita. Setelah mereka berhenti pun, aku masih tak mau mengalihkan mata ini. Sampai helm si pengendaranya ia lepaskan, boom! Nyatanya aku mengenal dia! Orang itu.. si pria berjenggot.. Jadi siapa lagi wanita yang bersamanya itu kalau bukan sang pujaan hati. Mana kini aku pun menyaksikan dengan jelas tanpa halangan bahwa dia sedang membukakan helm sang wanita. Dengan lemparan senyum manjanya, ia tampak bahagia. Kemudian menggandeng tangan si pria menuju ke tempat di mana aku sedang berada juga saat ini. Aku segera berpindah posisi ke samping restoran. Untuk bersembunyi kah? Aku juga tak mengerti. Aku tak mau bertemu dengan mereka. Kini rasa kesal begitu menguasai diriku. Sangat kesal! Dongkol! Emosi! Ingin marah! Perasaanku bagai berapi-api setelah melihat pemandangan menyebalkan tadi. Ada apa denganmu, Midori? Bukankah kamu membencinya? Telah menghilangkan dia dari pikiran serta hatimu? Lantas mengapa kamu harus bereaksi seperti ini? Entah, entah dan entah. Aku sungguh tak bisa memahami diriku sendiri. Betapa sulit menahan diri ini.
Okaa-san, aku tak bisa berbicara denganmu dalam keadaan seperti ini. Aku harap kau akan memberiku waktu sampai nanti aku bisa menghubungimu kembali. Kukirim saja sebuah pesan permintaan maaf padanya.
10 menitan aku terdiam di sini. Sepi. Tak ada orang yang akan melewati sisi restoran tempatku berada ini. Aku sudah bisa mendinginkan pikiran dan perasaan. Aku harus kuat, aku harus cuek. Masa bodo dengan mereka. Aku pasti bisa menghadapinya!
Baru saja aku akan berbalik meninggalkan tempat ini, lalu ada sesuatu yang kutabrak di depan. Bukan sesuatu, tapi seseorang. Otomatis aku langsung melihat kearahnya. Ya Tuhannn!! Ke- na- pa, orang itu?
"Kau di sini rupanya," suara berat yang sudah lama tak kudengar kini menerobos gendang telingaku. Kami saling berhadapan sangat dekat. Tanpa menjawab, aku langsung coba menghindar darinya. Ke arah kanan, dia menghalangi jalanku. Ke arah kiri pun, dia masih menghadang. Apa yang dia mau dariku?
"Awas!!" tegasku. Dia bergeming.
Aku kencangkan lagi suara, "Jangan halangi aku!!" Dia masih mematung. "Aku ingin bicara denganmu.." Tanpa aba-aba, dia jalan perlahan hingga membuatku terpaksa terus mundur sampai punggungku mentok tertahan oleh dinding di sisi restoran ini. Kepalanya ia turunkan agar bisa melihat wajahku yang sejajar dengan lehernya. Begitu dekat. Aku tak ingin melihatnya! Aku akan terus memalingkan wajah ini!
"Kau tak ada di dalam, jadi aku mencarimu," ucapnya datar.
Balasku dengan nada amat ketus, "Apa pedulimu sampai harus mencariku?!"
"Kau berbeda"
"Bukan urusanmu!"
"Apa salahku, Midori-san?"
"Bukan urusanmu!" aku mengulang kalimat yang sama. Masih tak sadarkah dia dengan perbuatan seenaknya itu? Masih merasa sucikah dia akan dirinya? Benar-benar manusia tak tahu diri!
"Apa kau membenciku?" dia terus bertanya.
"YA!! Aku membencimu!" kali ini aku menatap matanya. Mengatakan dengan tegas jawaban dari pertanyaan dia.
"Mengapa?" tak hentinya dia meminta penjelasan. "Bukan urusanmu!!" tiga kali sudah kalimat ini terlontar. Aku rasa sudah cukup. Aku tak ingin berlama-lama ada di depannya. Aku bergegas pergi darinya namun dia menarik tangan kiriku dari belakang. Menahannya dan tak jua melepaskan aku dari genggamannya.
"Tunggu dulu! Aku belum selesai Midori-san,"
Genggaman tangannya begitu erat, sulit sekali untuk kulepaskan. Berkali-kali kukatakan agar dia berhenti, tapi dia tak mau menurut. Membuat emosiku kian memuncak. Amarah tak bisa terkendali. Dan...
PLAK!!
Kulayangkan tangan kanan hingga mendarat dengan keras di pipi pria ini. Seketika tangan kanannya terlepas dari pergelangan kiriku.
"KUSSO KAZUHARA!!" Tatapan kejamku mengintimidasinya. Aku segera berjalan cepat meninggalkan dia di keheningan malam ini yang diiringi rintikan hujan bercampur angin kebencian.
Aku tak mungkin bisa langsung masuk untuk menemui semuanya dalam keadaan yang seperti ini. Aku yang tadi berhasil mendinginkan emosi yang hampir meledak, kini emosi itu telah meledak melenyapkan ketenanganku. Aku lebih baik ke toilet dulu untuk menyendiri.
Jangan menangis! Jangan menangis, Midori! Coba untuk tarik napas, lalu buang napas. Lakukan itu selama beberapa menit agar kondisimu bisa stabil. Kamu tak pantas menangisi orang seperti itu. Jangan kalah dengan perasaanmu! Logika harus tetap berjalan!
Tenang..
Tenanglah..
Aku rasa aku sudah bisa kembali normal. Sekarang aku akan kembali berkumpul dengan yang lainnya. Makanan telah tersaji dan sebagian dari mereka telah sedikit-sedikit menyantapnya meskipun masih ada yang belum datang, orang itu dan Komori-san. Asuka yang kutinggal sendirian ternyata sudah tak kikuk juga berada di sekeliling idolanya. Sekarang dia sedang mengobrol akrab dengan Sachin-san. Wanita ini, yahh kalian tahu lah siapa. Tapi aku tak membencinya. Dia tak bersalah dan mungkin juga merupakan salahsatu korban? Aku tak mau ikut campur pokoknya. Dia telah duduk di sebelah Ryota menempati tempat dudukku sebelumnya.
"Sachin, pindah gih! Ini tempatnya temanku.." suruh Ryota.
Wanita ini baru sadar akan keberadaanku, "Ohh, Midorin! Hisashiburi.." sapanya. Aku menyapa balik.
"Kalian sudah saling kenal?" tanya Ryota. "Yes!! Udah dong.. Gak penting kenal dimana, pokoknya Sachin dan Midorin sekarang adalah best friend, sama kayak kalian semua.." jelasnya. Aku hanya tersenyum.
"Yaudah, pindah sana!" usir Ryota dengan mudahnya.
"Kata-chan hidoi!! Sachin udah betah duduk di sini, gapapa kan Midorin?" tanyanya padaku.
"Hah? Kata-chan? Dia memanggil Ryota dengan sebutan itu. Dan pacarnya pun ia panggil Ryuu-chan. Wanita ini, kayak bocah aja!" batinku.
"Daijoubu.. Biar aku yang pindah. aku duduk di sini saja." aku pun beralih duduk jadi membelakangi si pintu berhadapan dengan Sachin-san dan Ryota. Dan di sebelahku masih ada tempat kosong.
"Kamu lama banget!" protes Ryota padaku.
"Okaa-san-- tak mau menutup teleponnya, hehe" maafkan aku Ryota karena telah berbohong padamu.
"Oh ya Mi-chan! Alan-kun ada tuh, ayok kita bicara sama dia!" ajaknya. Kemudian aku menjelaskan pada Ryota bahwa aku sudah menyelesaikan masalah ini dengannya. Semua sudah beres tak ada yang tertinggal. Syukurlah.. responnya.
Dua orang terakhir diantara kami semua pun datang. Aku menengok sebentar dan mengembalikan pandangan ke depan. Kazuhara dan Komori-san. Mereka masuk bersamaan. Raut wajah Sachin-san sangat bahagia melihat kedatangan ini. Siapa lagi yang membuatnya kesenangan kalau bukan orang itu?
"Baby..." Sachin-san bangkit dari duduknya dan menghampiri si orang di depan pintu.
"Seperti biasa, pamer kemesraan.. Hilih.." batinku menyinyir.
'Wihhh pasangan terbaik GENE udah datang nih! Piwwittt" member lainnya menggoda sepasang kekasih ini.
Seseorang lalu menempati tempat kosong di sampingku. Sudah pasti lah orang itu adalah,
"Ko-" sapaanku tertahan saat mendapati orang yang duduk di sebelah itu bukanlah orang yang namanya akan kusebut. Melainkan...
Sebelum aku sempat 'mengatasi' apa yang terjadi ini, lalu Asuka yang duduk di depanku bergeser mendekat ke Ryota, dan Sachin-san datang. Aku langsung mendongak ke arahnya, melihat dia sedang menggandeng lengan--- Komori-san!! Kemudian duduk bersamaan di samping kiri depanku.
Apa ini?
Mengapa-- Sachin-san menggandeng Komori-san?
Apa mereka berdua lah yang disebut sebagai pasangan terbaik?
Sama seperti yang Komori-san katakan padaku kemarin..
Bukannya wanita ini adalah kekasihnya Kazuhara-san?
Tidak.. Mana mungkin..
..aku salah sangka
Aku...?
...salah sangka?
YA--
YABAAAIIII!!!
-bersambung-
Hohohoho....udah kuduga salah sangka kan....duhh midori ayooo baikan lagi dengan bebeb ya....dia kan sebenarnya nggak jahat...upsss tapi hmmm aku mau liat kelanjutan cerita ini sampai habis....
ReplyDelete🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭
Hohoho baikan tidak yaaak? Mohon disimak trs sampai habis ahihi
DeleteYabainya bersuara wkwk
ReplyDeleteAlan mupon ya, pdkt sama Asuka gih wkwk.
Apakah kapal Midori-Ryota akan berlabuh? Atau justru Midori-Ryuto? Aaaak makin penasaran
Keras gak suaranya? haha
DeleteNah loh kapal mana nih hayohhh
Banget Kak wkwk
DeleteMaunya sih kapal mbak midori sama mas ryota, tapi kan kehendak di tangan kakak hehe
GOMEN MIDORIII... AKU NGAKAK NIHHHHH 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
ReplyDeleteyaampun anak2ku disini udah dewasa yakk... dah pada punya pacarr wkwwkwk
Ketawain aja lah, kena kan akhirnya :(
DeleteIyaak dong yg team young jgn mau kalah sama team old haha